[caption id="attachment_340624" align="aligncenter" width="640" caption="pasar santa tampak depan/tifada.com"][/caption]
Dahulu pasar ini tak lebih dari sekedar pasar tradisional seperti yang lainnya, becek, berbau tak sedap serta kumuh selalu dikaitkan. Seakan indra penglihatan dan penciuman tak pernah lupa dengan khas-an pasar tradisional ini. Dari awal mula merantau untuk menuntut ilmu di Jakarta, tepatnya 2010 menjadi awal saya memasuki pasar yang terletak di Jalan Cipaku yang tak jauh dari Jalan Wolter Mongosidi, Jakarta Selatan, suasana yang biasa saja, tanpa ada satu yang menarik hati selain harga yang relatif murah untuk kebutuhan sehari-hari yang menjadi daya tarik utama.
Pasar Santa itulah namanya, pasar yang hadir sekitar tahun 70-an awal ini kini menjadi buah bibir di kalangan anak muda, baik dari diskusi ala tongkrongan hingga di sudut kampus. Sampai-sampai ada ungkapan “belum gaul kalau belum menginjakkan kaki di Pasar Santa,” Padahal pasar ini dari 2007 hingga pertengahan 2014 geliat usaha di sini biasa saja alias sepi.
[caption id="attachment_340626" align="aligncenter" width="640" caption="parkiran kendaraan yang luas/tifada.com"]
Yang lalu adalah masa lalu, begitu jika ingin menyikapinya secara bijak. Sekarang, semua telah berubah, seiring waktu imej tradisional di Pasar Santa yang menjual keperluan sehari-hari mulai berubah. Keberanian kepala pasar menggandeng beberapa komunitas untuk membuka toko dirasa membuka jalan akan perpaduan antara tradisional dan modern. Meskipun sekarang terlihat pemandangan berbeda, nilai pasar sebagai tulang punggung ekonomi rakyat yang mengais rejeki sehari-hari di pasar tak ditinggalkan. Adanya banyak komunitas yang mengisi tiap kios-kios yang disewakan dengan harga yang murah 3,5 juta mampu mengangkat perputaran ekonomi dengan perpaduan pedagang yang menjual keperluan sehari-hari dengan pedagang yang berasal dari komunitas.
[caption id="attachment_340625" align="aligncenter" width="640" caption="pedagang lama/tifada.com"]
Ketika Selasa siang (9/12), tanpa sengaja seorang teman, mengajak bertemu di Pasar Santa. Seketika tanpa basa-basi, ajakan tersebut langsung diiyakan. Meskipun jarak dari rumah menuju Pasar Santa relatif dekat. Tak dipungkiri intensitas mengunjungi pasar tersebut jarang alias tak ada yang mengajak. Informasi dari media sosial hingga berita-berita yang mengisi program acara yang di televisi menayangkan aktivitas pasar yang berubah menjadi tongkrongan anak muda menambah rasa ingin tahu dan tingginya keinginan untuk mengunjungi pasar tersebut sekali lagi, sekedar menikmati dan mengetahui resep yang mampu menarik anak muda untuk beranjak dari tongkrongan sehari-hari dan berpindah menuju pasar.
Di Sini Kita Berjumpa
Tak dipungkiri Pasar Santa semakin dikenal oleh anak muda seantero Jakarta berkat adanya komunitas-komunitas dengan beragam barang dagangan yang lain dari lain semisal action figure tertentu, sepatu, hingga piringan hitam yang khas berbaur dengan gramophone.
Salah satu yang terlihat serta sempat menyediakan waktu untuk berbincang-bincang adalah sebuah kios yang menjajakan action figure Star Wars yang bermula sebuah film yang populer di era 70-an. Berawal dari kolektor action figure hingga menyediakan akses untuk mereka yang memiliki hobi yang sama itulah yang dilakukan. Tak hanya menjual, kiosnya pun menjadi sebuah base camp bagi mereka pecinta action figure Star Wars.
[caption id="attachment_340627" align="aligncenter" width="640" caption="kios action figure/tifada.com"]
“Sebenarnya kios hanya sebagai base camp saja, kebanyakan aktivitas menjual dilakukan secara online saja dan diakhiri dengan ketemu langsung alias COD,” tutur pemilik kios action figure Star Wars.
[caption id="attachment_340628" align="aligncenter" width="360" caption="diskusi pedagang dan pembeli/tifada.com"]
Penuturannya benar adanya. Ketika secara pribadi menyambangi pasar, tampak beberapa pecinta action figure mampir untuk sekedar bertukar cerita serta melihat-lihat koleksi yang dijajakan di kios yang terletak di basement. Action figure yang dijual cukup variatif dimulai dari yang termurah 50 ribu hingga yang termahal menyentuh angka 1 juta.
[caption id="attachment_340630" align="aligncenter" width="640" caption="koleksi piringan hitam yang dijual/tifada.com"]