Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berada di Puncak Kelimutu

4 April 2016   14:54 Diperbarui: 4 April 2016   15:15 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="menikmati puncak kelimutu/ detha & sofyan"][/caption]“Menyebut Flores saja, yang teringat atau tervisualisasi di otak hanya Kelimutu, Komodo dan pantai-pantai yang indah. Namun keinginan yang pertama tentu saja mengunjungi kelimutu melebihi yang lainnya”

Dulu saya hanya bisa mendengar cerita orang tentang keunikan gunung yang memiliki danau 3 warna yaitu hijau tua, hijau muda dan berwarna seperti coklat tua (softdrink Coca-cola). Begitu indahnya, saya hanya bisa melihat sebatas layar kaca saja serta menerka keindahannya lewat uang kertas pecahan Rp 5.000 keluaran tahun 1992. Namun kini berbeda, saat saya berada di Flores, tak lengkap rasanya jika tak mengunjunginya.

 “Keli” yang berarti gunung, dan “mutu” yang artinya mendidih. Menggabung keduanya akan mendapatkan artian gunung yang mendidih. Terbawa dengan rasa penasaran, saya yang berada di Sikka, NTT, berusaha memacu mobil dengan kencang agar bisa tiba di di Desa Moni malam hari. Akhirnya semuanya sesuai harapan, saya telah sampai di Moni dan beristirahat di hotel Flores Sare untuk melupakan segenap kelelahan sehabis perjalanan yang memakan waktu hampir 2 jam lebih.

Alarm pada smartphone membangunkan saya dari mimpi, barulah setelah itu mandi dan bersiap-siap membawa semua barang yang diperlukan menuju ke Gunung Kelimutu yang berlokasi di desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kab. Ende, NTT.

Hanya membayar karcis masuk seharga Rp 2.500 dengan biaya parkir seharga Rp 6.000. Terhitung murah untuk untuk menikmati danau tiga warna yang begitu fenomenal dan satu-satunya di dunia.

Setelah mobil yang saya tumpangi parkir, kami harus segera sampai ke puncak Kelimutu untuk mendapatkan view terbaik supaya mata berasa lebih dimanjakan dengan keindahannya. Aktivitas trekking kami lakukan selama 30 menit, banyak diantara wisatawan lainnya memilih untuk beristirahat sejenak untuk seterusnya melaju ke puncak.


Keringat saya pun mengalir, dan saya tiba dipuncak, mata pun melakukan fungsinya mengamati keadaan sekitar, diantara wisatawan lokal, banyak pula wisatawan asing yang ingin menyaksikan langsung danau legendaris ini. Sebelum mengamati dengan seksama, agar dinginnya udara pagi tak menusuk hingga tulang, saya pun memesan 2 gelas kopi hangat dari masyarakat setempat yang berjualan di puncak.

[caption caption="di selimuti kabut/ detha & sofyan"]

[/caption]Melihat Danau Kelimutu secara langsung itu ibarat mimpi yang telah terwujud, jadi jangan Tanya rasanya. Tentu jawaban yang akan keluar takkan mampu dungkapkan oleh kata-kata. Bahkan tatapan kami ke danau tak membuat mata berkedip sedikit pun.

[caption caption="berada di puncak/ detha & sofyan"]

[/caption]Kami pun telah  mengambil beberapa foto dari spot-spot terbaik yang disajikan di puncak Kelimutu. Sebelum turun kembali, pasangan wisatawan asing asal Jerman, Cristian dan Jasmin, mengajak kami berbincang, ditengah perbincangan ia hanya memberikan sebaris kalimat untuk Kelimutu “it’s Fu**ing Great.”

Sungguh bangga menjadi bagian dari Indonesia yang memiliki beragam keindahan alam yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Melalui Kelimutu, keindahan Indonesia lainnya dapat terwakili.

Sang Penjaga Kelimutu

[caption caption="salah seorang wisatawan di kelimutu/ detha & sofyan"]

[/caption]Siapa yang tak kenal Kelimutu? Selama KTP masih tertulis Indonesia sebagai negeranya tentu Kelimutu menjadi bagian tak terpisahkan dari Indonesia sekalipun berada di timur Indonesia, Flores. Pada saat perjalanan menuju Kelimutu, ditengah-tengah perjalanan , Guide kami, pak Gusti menyuruh driver berhenti di tikungan dengan menujuk batu besar, kemudian menjelaskan bahwa Kelimutu juga memiliki misteri dibalik keindahannya.

Batu besar tersebut diatasnya terdapat beragam sesajen berupa hati ayam, nasi putih, sirih, kapur sirih dan arak (tuak). Ternyata disitu biasanya diadakan tradisi oleh masyarakat setempat bernama Patika, dimana setiap awal dan akhir tahun mereka berbagi rejeki atau semacam persembahan yang diperuntukkan untuk sang panjaga pintu kelimutu. Konde Ratu, itulah yang masyarakat setempat percaya sebagai pelindung sekaligus pengadil atau hakim.

Konde ratu dipercaya sebagai pengadil bukan tanpa alasan, karena dalam kepercayaan masyarakat Ende Lio, Konde ratu dianggap yang paling adil dalam menentukkan roh-roh atau jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal ditempatkan di danau masing-masing sesuai perbuatan selama masih hidup.

Kami pun semakin penasaran dan melemparkan pertanyaan kepada guide kami, sementara di danau tersebut memiliki 3 warna yang seperti kita ketahui berwarna hijau tua, Hijau muda, dan berwarna coklat tua. Lalu jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal di tempatkan dimana dan kriterianya seperti apa?

Guide kami pun memberikan jawaban. Danau yang berwarna coklat tua diperuntukkan bagi orang yang memiliki dosa terberat semasa hidupnya, kalau yang light green atau hijau muda untuk orang yang tak memiliki banyak dosa. Serta yang berwarna hijau tua dipersembahkan untuk roh-roh yang semasa hidupnya dosa dan kebaikkannya hampir sama dengan kata lain seimbang.

Wah perjalanan kami seakan penuh dengan misteri, tapi bagus juga untuk refleksi bahwa surga dan neraka itu ada. Karena sejatinya kita diciptakan sebagai manusia tak ada yang abadi. Seperti kutipan arab yang masih dipegang sebagai pedoman hidup. Man jadda wajadda, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka hasil yang akan didapat akan baik, namun sebaliknya, bila didunia banyak kesalahan maka akan hukuman nanti setelah ia meninggal.

[caption caption="monyet di kelimutu/ detha & sofyan"]

[/caption]Dalam pandangan pribadi, kepercayaan masyarakat local ini antara bisa dipercaya atau tidak. Tetapi ketika bertanya siapa sebenarnya penjaga Kelimutu, ya kita-kita ini, cukup dengan jangan membuang sampah sembarangan bisa diamini sebagai langkah bijak mengunjungi tempat tersebut. Apalagi kita sebagai orang Indonesia yang notabene suka buang sampah sembarangan. Maka kebiasaan ini harus dapat diubah secepatnya bukan secara perlahan.

[caption caption="bersantai sejenak/ dethazyo"]

[/caption]Jadi pada saat mencapai puncak Kelimutu, melihat 3 danau secara langsung itu ibarat melihat diri sendiri, dimana nanti jiwa kita akan ditempatkan, surga atau nereka? Namun monyet-monyet Kelimutu memudarkan pemikiran tersebut sangking lucunya. Semoga secepatnya bisa mengunjungi Kelimutu kembali bersama belahan jiwa. Aminnn..

@dethazyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun