Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Baper Netizen, Faktanya PSE Justru untuk Melindungi

30 Juli 2022   19:16 Diperbarui: 30 Juli 2022   19:30 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://legal2us.com/

Ricuh kebijakan Johnny Plate, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) berujung blunder.  Padahal sebenarnya ini bukanlah kebijakan yang baru, karena sudah digaungkan sejak 2 tahun yang lalu.  

Bahkan memiliki landasan hukum, yaitu  Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. demi kedaulatan digital di negeri ini.

"Ini pendaftaran, jangan dihubungkan dengan perizinan.  Ini bukan perizinan. Tidak ada juga hubungannya dengan konten, kebebasan bersuara, berserikat dan menyatakan pendapat," tegas Johnny.  Dikutip dari: indonesiatech.id

"Pendaftaran ini kan perlu di semua negara.  Masa kita sendiri tidak tahu aktifitas digital yang ada di ruang digital Negara kita sendiri?" kata Menkominfo.  Dikutip dari: indonesiatech.id

Berbagai asumsi mengarang bebas beredar luas di masyarakat.  Terkesan Kominfo kepo akan membatasi kebebasan atau demokrasi di ruang digital.  

Padahal dalam bahasa sederhananya kebijakan ini tidak lebih dari proses administrasi atau pendataan.  Tepatnya, Ini masalah tata kelola bukan pengendalian.  Tujuannya tidak lain untuk mengetahui siapa saja penyelenggara elekronik yang beroperasi di Indonesia. 

Ehhmmm.... kurang terliterasi mungkin yang membuat netizen baperan, ngambek tidak jelas.  Padahal sikap/ kebijakan serupa tapi tak sama pun sudah diterapkan di negara lain dengan maksud melindungi pengguna ruang digitalnya. 

Berikut negara yang juga menjaga kedaulatan ruang digitalnya, adalah:

  • Amerika Serikat (AS)

Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mewajibkan raksasa teknologi seperti Google, Amazon, ByteDace hingga Meta berbagi informasi tentang bagaimana mereka mengumpulkan dan menggunakan data dari pengguna.  Kemudian AS menerapkan aturan anti-monopoli pada raksasa teknologi ini.  Sebab AS mengklaim bahwa perusahaan sengaja menggabungkan perangkat lunak bebas pada sistem operasinya. Tujuannya, mempersulit persaingan di pasar.  Disini, Amazon, Apple, Facebook, Google, dan Microsoft terkena denda atas tindakan monopoli tersebut.

  • Australia

Beberapa waktu lalu Australia memaksa Google dan Facebook membayar konten yang diambil dari situs berita.  Melalui kebijakan ini, Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) bisa menagih uang dari Google dan Meta.

  • India

Bahwa, Kementerian Elektronika dan Teknologi India Informasi meminta Google dan Meta untuk mematuhi aturan IT. Dijelaskan tegas bahwa setiap perusahaan teknologi harus menunjuk chief compliance officer, resident grievance officer, dan orang yang disebut nodal contact person untuk mengatasi masalah di lapangan.

Tiga contoh negara tersebut tidaklah persis sama dengan PSE yang sedang ramai di tanah air, yang sebenarnya hanyalah persoalan pendataan semata.  Tetapi kita bisa melihat bagaimana negara hadir menjaga ruang digital.

Artinya, catatan penting untuk siapapun penyenggara elektronik di Indonesia agar terdata dengan tertib.  Ini juga masalah kedaulatan, atau kepatuhan terhadap hukum atau aturan yang ada di republik ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun