Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Petani Milenial Wajah Baru Indonesia di Masa Depan

10 November 2021   01:15 Diperbarui: 10 November 2021   01:29 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.solopos.com/

Masih layakkah Indonesia disebut sebagai negara agraris?  Ehhhmm.... ini pertanyaan menantang ditengah kemajuan zaman, dan di tengah hiruk pikuknya generasi kekinian tenggelam dalam gaya hidup hedonism.  Sehingga sebagian masyarakat umum menilai bahwa generasi milenial atau generasi Y lebih tertarik berkerja di kantor.  Di zona nyaman dengan aroma parfum harum, baju trendy ala Korea dan ruang ber AC sedingin kutub.

Uuupppsss.... anda salah menilai!

Ini sepenggal cerita dalam keluarga besarku.  Keputusan mencengangkan- ketika seorang iparku memilih pensiun dini dan menanggalkan jabatan Electrical Manager di sebuah franchise waralaba asal Prancis.

Jujur menurutku, memilih pensiun dini untuk menjadi petani di kampung kami, Sarang Padang, Medan adalah keputusan yang out of the box.  Tetapi itulah yang dilakukannya berbekal pesangon yang kemudian dijadikannya modal membuka lahan, menjadi petani. 

Pada akhirnya kami salut kepada keputusan bijaknya.   Menurutnya kenapa menanti sesuatu yang tidak pasti ditengah kondisi perusahaan yang ketika itu bergejolak.  Padahal di kampung ada lahan warisan leluhur tetapi selama ini dikerjakan orang lain.  Kenapa harus orang lain, sementara kita sebenarnya bisa.  Lalu kenapa puas karena bekerja untuk orang lain?  Padahal bisa menjadi "tuan" walaupun sederhana.

Keluarga besar kami memang memiliki lahan cukup luas di kampung.  Lahan yang dulu diolah oleh pendahulu kami, dan ditinggalkan oleh generasi berikutnya demi mengejar rupiah di kota.  Lahan inilah yang kemudian digarap oleh iparku dengan menempuh perjalanan cukup jauh dari kota Medan ke kampung setiap beberapa hari dalam seminggu.

Kebetulan juga seorang iparku lainya bekerja sebagai peneliti di Departemen Pertanian.  Sehingga keduanya saling support satu dan lainnya.  Tidak main-main iparku petani milenial ini pun tanpa malu berguru dengan para petani di kampung.  Termasuk ikut bergabung dengan kelompok petani yang diadakan Departemen Pertanian.

Bawang merah adalah panen pertamanya.  Disusul kol, lanjut pisang dan kemudian cabe kriting.  Lalu sebagian lahannya lagi direncanakan untuk ditanami jeruk medan.

Aku ingat kali pertama panen bawang merah yang begitu berlimpah ruah dan jujur membuatku bangga sekaligus iri.  Bagaimana tidak bangga karena seorang berlatar belakang insinyur elektro tetapi berhasil menjadi petani bawang.  Lalu iri, karena saat itu di Jakarta harga bawang merah sedang meroket.  Hiks...hiks...

Lanjut ketika iparku ini "pamer" panen pisang hingga bertandan-tandan yang dibagikannya kepada tetangga dan kerabat.  "Tidak usah takut rugi katanya, karena panen sudah diborongkan semua kepada orang yang datang dari kota.  Ini rejeki untuk saudara dan kerabat," katanya penuh sukacita.  Seperti sukacitanya menunjukkan cabe merah kriting yang terlihat menggoda sekali bergantung di ladang cabe garapannya.

Ketekunan dan mau belajar adalah modal yang utama menurutku.  Kenapa aku mengatakan demikian, karena ini pengalaman pribadiku.

Cerita beberapa bulan belakangan ini bersama putriku sedang mencoba menanam cabe dan tomat.  Serius, ternyata susah sekali, bahkan untuk tumbuh saja butuh waktu cukup lama.  Sekarang pun ketika sudah berhasil tumbuh menjadi pohon, ternyata lama sekali untuk bertambah tinggi.  Jujur, rasanya sudah nyaris 2 bulan tetapi tingginya hanya di kisaran 10 cm.  Hahhaha...entahlah ini salah atau benar pertumbuhannya.

Kembali lagi kepada keputusan iparku petani milineal, salut aku dengan keputusannya.  Terlebih iparku ini pernah merasakan nyamannya sebagai orang kantoran.  Tetapi mau turun ke ladang menjadi petani di bawah terik matahari, dan menempuh ribuan kilo dari Medan ke kampung. 

Totalitasnya yang tidak lelah terus belajar dari berbagai sumber.  Kenapa, karena saat ini selain dari kelompok tani.  Kita juga bisa belajar bercocok tanam dari youtube ataupun media digital lainnya.

Hidup di zaman teknologi harusnya membuat pengetahuan dan wawasan semakin terbuka.  Keberadaan internet misalnya, setiap waktu kita bisa mencari informasi.  Bahkan setiap waktu kita bisa promosi dan melakukan transaksi.  Inilah bagian dari gaya petani milieal, melibatkan teknologi untuk menjadi lebih maju.

Sehingga jika kita kembali kepada pertanyaan di awal apakah Indonesia masih layak disebut negara agraris, maka jawabannya 1000 persen layak!

Iparku hanya satu dari sekian banyak generasi milenial yang konon kini berpendapat menjadi petani itu adalah profesi bergengsi.  Ini pandapat yang bukan baru, tetapi jauh sebelum pandemi semakin banyak milenial tertarik menjadi petani.  Bahkan ucapan Presiden Jokowi bisa memperkuat semangat ini, bahwa ketika pandemi hampir semua sektor berkontribusi minus, dan hanya sektor pertanian tumbuh positif.

Ke depan Indonesia akan dipimpin oleh generasi Apha, yaitu mereka yang lahir setelah tahun 2010.  Mereka ini sangat bergantung dengan teknologi, seperti halnya generasi Z yang lahir tahun 1995-2010.  Dimana mereka yang lahir di tahun tersebut sudah familiar dengan teknologi.

Sehingga keberadaan generasi milineal yang kini berlahan memilih menjadi petani adalah harapan baru dan wajah Indonesia di masa depan.  Citra petani yang dipenuhi lumpur, mencangkul manual dan ditemani kerbau harus sudah diubah pandangannya.  Petani Indonesia di masa depan adalah petani yang menggunakan teknologi, kecerdasan dan wawasan.

Jakarta, 10 November 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun