Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana "Berkawan" dengan Covid sebagai Endemi?

4 Oktober 2021   00:00 Diperbarui: 4 Oktober 2021   00:06 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bbc.com/

Sudah saatnya kita menerima tidak mungkin menghilangkan virus COVID-19 dari Indonesia maupun dunia.  Virus Covid-19 akan tetap ada meski saat ini teknologi vaksin dan obat-obatan terus bermunculan.  Ini artinya, kita harus belajar menerima hidup berdampingan dengan Covid-19.

Membingungkan?  Penjelasannya, ada baiknya kita belajar memahami penyebaran suatu penyakit terlebih dahulu yang terbagi menjadi:

  • Endemi, ketika penyakit muncul dan menjadi karakteristik di wilayah tertentu, sebagai contohnya, malaria di Papua.  Penyakit ini akan selalu ada di daerah tersebut, tetapi dengan frekuensi atau jumlah kasus yang rendah.

  • Epidemi, terjadi ketika suatu penyakit telah menyebar dengan cepat ke wilayah atau negara tertentu.  Kemudian mulai memengaruhi populasi penduduk di wilayah atau negara tersebut.  Sebagai contohnya, Virus Ebola di Republik Demokratik Kongo (DRC) pada 2019, ataupun flu burung (H5N1) di Indonesia pada 2012.

  • Pandemi, wabah penyakit yang terjadi serempak dimana-mana, meliputi daerah geografis yang luas (seluruh Negara/benua) sehingga menjadi masalah bersama bagi seluruh warga dunia.  Sebagai contohnya, HIV/AIDS dan COVID-19, bahkan Influenza

Perlu diketahui juga bahwa Covid-19 bukanlah satu-satunya virus yang membuat geger dunia.   Sebab dunia mencatat beberapa wabah mengerikan antara lain:

  1. Flu Babi
    Disebabkan oleh virus jenis H1N1 yang berasal dari Meksiko pada 2009. Total infeksi yang terjadi karena penyakit ini adalah 1,4 miliar orang dengan angka kematian dapat mencapai 500.000 ribu orang.

  2. Flu Asia
    Berasal dari wabah pandemi influenza A subtipe H2N2.  Berawal dari China pada 1956-1958, dan menyebar ke Singapura, Hong Kong, dan Amerika Serikat.  Flu asia ini tercatat menyebabkan kematian sebanyak 2 juta jiwa.

  3. Flu Spanyol atau Black Death
    Pandemi ini menelan sekitar 500 juta orang menjadi korban dan sekitar seperlima dari total tersebut meninggal dunia.

  4. Wabah Antoine
    Kini dikenal sebagai cacar atau campak, dan memakan 5 juta jiwa meninggal.

  5. Cacar Jepang
    Jenis penyakit ini adalah variola major virus, dengan kematian 1 juta jiwa.

  6. Wabah Justinian
    Jenis penyakit adalah kutu atau bakteri yersinia pestis/tikus, dengan tingkat kematian 30-50 juta jiwa.

Sehingga belajar dari sejarah inilah kita bisa bersiap untuk hidup berdampingan dengan Covid-19.  Seperti halnya beberapa wabah yang telah membuat geger dunia.

Bahkan kita bisa bercermin dari pandemi Black Death atau Flu Spanyol yang memakan korban 500 juta jiwa yang merebak pada 1918.  Ketika itu pandemi nyata berdampak pada perubahan kehidupan sosial setelahnya.  Sama seperti Covid-19 saat ini, maka ketika itu anjuran mengurangi kontak fisik, pemakaian masker, menghindari jabat tangan dan serangkaian protokol kesehatan juga gencar digaungkan.  Namun sayang, seiring waktu kebiasaan ini kemudian terlupakan.

Artinya, pandemi dengan korban jiwa mengerikan bukanlah kali pertama di dunia.  Sehingga jika kita bicara Covid, maka wajar jika bergeser menjadi endemi.  Tentu seiring zaman dan pengetahuan yang semakin maju, kini kunci utamanya adalah vaksinasi yang setidaknya harus mencapai minimal 85% dan pastinya prilaku hidup sehat, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.

Mengapa ini sangat penting, dan mengubah kehidupan kita selanjutnya?  Sebab, Covid tidak bisa dianggap sebagai flu biasa.  Flu tidak merusak organ tubuh dan tidak memiliki dampak yang panjang, seperti yang terjadi pada COVID-19 atau sering disebut long Covid pada para penyitas Covid.  Inilah yang harus disadari masyarakat dunia, belajar menerima kehadiran Covid ditengah kita.

Apakah artinya hidup kita berakhir?

Tentu saja tidak, karena kehidupan kita kini jauh lebih maju jika dibandingkan ketika wabah Black Death.  Perubahan dalam prilaku kehidupan akan terlihat misalnya pada kegiatan-kegiatan yang kini beralih ke online, termasuk pola belanja.  Bahkan ruang kantor pun akan disesuaikan, karena kini aktivitas bisa dilakukan secara virtual.

Tidak hanya itu, masyarakat dunia juga harusnya memperhatikan pola hidup sehat.  Mereka akan menggunakan masker ketika beraktivitas di ruang terbuka, mencuci tangan dan menggunakan sanitizer, dan juga menghindari kerumunan.

Kita pun akan melihat perubahan kebiasaan, misalnya untuk konsultasi kesehatan yang kini bisa dilakukan jarak jauh dengan menggunakan aplikasi kesehatan.  Kemudian kursus ataupun trainingpun pun dapat dilakukan secara virtual.

Terkhusus Indonesia, nyaris 2 tahun Covid mengusik kehidupan.  Namun seharusnya zaman dan kemajuannya tidak terhenti langkah dikarenakan Covid.  Telah banyak pelajaran berharga selama ini yang menjadi modal dan mengubah kualitas diri kita menjadi lebih baik.

Jika dunia pernah melewati masa sukar dikarenakan berbagai pandemi.  Maka kita pun harus mampu "mengendalikan" Covid, dan bukan sebaliknya.  Mencoba berkawan bersama Covid adalah sebuah pilihan bijak.  Sebab, dengan atau tanpa Covid, hidup harus terus berjalan.

Jakarta, 3 Oktober 2021

Sumber

Tribunnews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun