Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku Si Iseng

17 Mei 2021   17:18 Diperbarui: 17 Mei 2021   17:24 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ehhhmmm....ini persis dengan yang aku dan teman-teman lakukan di kelas.  Menyelipkan keripik pedas atau jajanan manisan mangga di kantong rok, lalu mengunyah di saat jam pelajaran yang membosankan.  Lha...iyalah, daripada ketiduran benaran di kelas, mending mengunyah pelan-pelan.  Hahahahah...

Sangking senangnya dengan bagian ini, maka sebelum membaca, aku sudah menyiapkan camilan.  Oiya, jangan salah karena aku memberikan hadiah pada diriku sendiri hanya boleh membaca buku cerita di setiap weekend.  Maka di setiap weekend juga sebelum pulang sekolah, aku borong camilan di kantin.  Kebetulan, Ompung juga mengijinkan jajan di setiap weekend.  Sedang di hari lain aku selalu dibawakannya bekal, dan itu berbentuk rantang 3 susun!  Heheh..tentang ini ada ceritanya tersendiri.  Tidak jauh-jauh karena Ompung ingin mengajarkanku disiplin dan sederhana.

Kembali kepada ritual membaca di setiap weekend, maka segala bentuk camilan ramai tersedia di kamar.  Mulailah aku tenggelam di dalam alur cerita.  Kemudian, ketika dibagian yang menceritakan makan atau pesta tengah malam, aku pun membuka camilanku satu per satu.

Berkhayal habis aku, seakan-akan ikutan di dalam cerita.  Seru, asyik dan sangat menghiburku setelah sumpek dengan segala ketegangan di sekolah.  Serius, kedua buku tersebut benar-benar mengingatkanku dengan disiplin di SMP tempatku belajar.  Disiplin yang bikin kepala dan hatiku panas mendidih.  Uuuppss...

Bayangkan, kami yang semuanya putri dilarang lari-lari di lorong kelas.  Kami juga dilarang untuk memberikan pendapat, yang menurut mereka itu kategori membantah.  Padahal menurutku namanya anak sekolah yah apa salahnya lari-larian di jam istirahat.  Apakah karena semuanya cewek jadi tidak boleh lari?  Terus tidak benar bangetlah jika membela diri diartikan membantah.  Apa salahnya seorang anak berpendapat dan berpegang dengan prinsipnya.

Cerita pengalamanku, terlambat karena ban kempes.  Harusnya itu bukan salahku, karena mana aku tahu kalau ban mobil yang mengantarku kena paku di jalan raya.  Tetapi suster tidak terima alasan, dan aku yang mencoba menjelaskan justru diartikan membantah. 

Di lain waktu, aku membubarkan ekstrakuler Bali dikarenakan sudah 30 menit guru tidak datang.  Lalu santai aku mengunci ruang aula dan mengajak teman-teman makan mie Gang Kelinci di seberang sekolah.  Selesai makan, kami pun kembali ke sekolah untuk mengambil tas.  Apa daya, sang guru sudah duduk manis di depan pintu aula.  Hahahah...besok paginya selesailah nasibku di tangan suster.  Menurutnya aku sebagai ketua tidak bertanggungjawab dan bolos.  Padahal salah siapa, karena kenyataannya guru ekskul tersebut yang terlambat 30 menit!  Sedang kami murid terlambat 1 menit saja tidak boleh.  Itu tidak adil suster kataku membela diri, dan berakhir Ompung dipanggil.  Hahahha...

Ini seperti salah satu alur cerita yang aku baca.  Terpaksa mengendap-endap merayakan ultah tengah malam karena tidak bisa mereka lakukan siang hari, sebab melanggar aturan asrama.  Padahal, apa salahnya dengan seru-seruan merayakan ulang tahun teman.  Kok jadi nyebelin kena hukuman karena peraturan yang kurang fleksibel sih menurutku.

Terus terang ketika kanak-kanak aku kesal dengan semua disiplin tersebut.  Tetapi, seiring bertambah dewasa dan terlebih sekarang, aku jadi mengerti.  Aku mengerti dan bersyukur karena dididik di sekolah seperti SMP ku dulu.

Sekarang aku paham kenapa sekolahku dulu, ataupun sekolah asrama seperti Malory Towers dan St. Clare's menerapkan disiplin tinggi.  Itu bukan untuk mengekang, tetapi mengajarkan kepatuhan dan ketaatan.  Di setiap kepatuhan dan ketaatan itu pun ada tanggungjawab.  Itulah sebabnya setiap pelanggaran ada resiko hukuman.  Jika tidak mau terkena hukuman, maka berhati-hatilah dalam bersikap atau bertindak.

Mengenai diriku, akhirnya aku paham kenapa disiplin begitu keras di sekolahku dulu.  Bukan tidak mau mendengarkan pembelaanku.  Tetapi nilai yang ingin ditanamkan adalah mengakui kesalahan, dan bukan teriak mencari pembenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun