Namaku Mentari, tetapi panggil saja aku Tari. Â Tidak tahu persisnya kenapa kegilaan ini menjadi keputusanku. Tetapi yang jelas aku yakin pernah jatuh cinta kepada dia. Â Ehhhmmm... namanya Doni.
Sore itu memang tidak terlalu panas, dan tidak terlalu dingin. Â Pas banget untuk mencuri pandang dan itulah yang aku lakukan. Â Pura-pura tertarik bola, aku memandangi sosok bernama Doni di pinggir lapangan bola sekolah kami. Â Jujur dan nggak bohong, badannya yang atletis itu sungguh menggiurkan. Â Pantas cewek-cewek mengidolakannya.
Darrr!!! Bola itu kena kepalaku. Â Mendadak aku melihat bintang bertaburan hingga akhirnya.....gelap.
"Hei..., kamu baik-baik saja? Â Maaf, tadi tendanganku mengenai kamu," suara cowok bernama Doni yang tahu-tahu sudah berada di ruang UKS sekolah kami.
"Gilaa...gokilll...gua mah bakal pingsan lagi kalau begini," kataku ngobrol dengan diriku sendiri. Â Apalagi tangan Doni kemudian memegang dahiku. Â Maksudnya mau memastikan aku okay, tetapi aku jelas nggak okay karena kini jadi jantungan.
Itulah awalnya kedekatan aku dan Doni. Â Ibarat kata, aku seperti kerbau dicocok hidungnya yang tidak pernah mengatakan tidak di depan Doni. Lengket, dan jadianlah kami jadi sepasang kekasih.
Rasanya selangit jadi cewek Doni. Hari-hari kami lalui bersama, mulai dari pergi hingga pulang sekolah Doni forever!
Demi Doni juga aku bela-belain memahami permainan bola, termasuk belajar kilat siapa saja jagoan bola yang top. Â Gileee...jujur ini bukan aku banget. Â Aku bahkan rela menarik diri dari pergaulan, hanya demi bisa bergabung dengan komunitas bola si Doni! Â Aneh, aku jadi alien begitu kata teman-temanku. Â Segalanya, dan semua serba Doni.
Padahal Doni itu posesif kebangetan, dan disiplinnya mirip tentara. Â Beda banget dengan aku yang suka bergaul dan menurutku sih supel. Sedangkan Doni pergaulannya hanya mentok di teman-teman bolanya. Cius, bukan aku banget.
Bunga cinta itu pun mulai layu, ketika aku menemukan keteduhan yang lain dari Raka. Â Bukan orang lain sih, dia itu sahabatku sendiri.