Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kembali Kasih

21 September 2020   00:56 Diperbarui: 30 April 2021   21:01 9898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembali kasih (https://www.liputan6.com/citizen6/read/3906894/cara-bersyukur-kepada-tuhan-bisa-bahagia-dan-merasa-hidup-cukup)

Kembali kasih adalah nilai bagiku. Mungkin tidak banyak dari kita mengucapkan ini. Bahkan mengucap terimakasih sekalipun belum tentu. Kata sederhana tetapi berat untuk diucapkan.

Lucu sebenarnya, karena kadang kesederhanaan itu menjadi begitu mewah, dan sulit dilakukan. Bayangkan, hal sederhana menjadi sulit? Hahah...lalu bagaimana dengan sulit itu sendiri jadinya?

Kembali kasih mempunyai nilai moral, setidaknya begitulah yang diyakini penulis. Mengenalnya dari kebiasaaan sebuah sekolah tempat kedua anakku pernah belajar. 

Jujur pertama kali merasa asing dengan kebiasaan ini. Terpikirnya mengucapkan terimakasih saja cukuplah. Ngapain juga harus membalasnya dengan ucapan kembali kasih.

Sebenarnya budaya ini tidak asing, dan dapat kita temui di negara lain. Sebagai contohnya, thank you dan kemudian dibalas dengan you are welcome.

Nyeberang ke negeri matahari terbit, kita mengenal arigato gozaimasu yang kemudian dibalas do itashimashite. Intinya sama, terimakasih dan dibalas terimakasih kembali, ataupun kembali kasih.

Mirisnya nilai-nilai seperti ini berlahan mulai luntur. Mungkin ucapan terimakasih masih cukup banyak kita dengar, dan itupun karena ditanamkan sejak dini. Baik di keluarga, dan pastinya sekolah. Lalu kenapa kita tidak mencoba membalasnya dengan kembali kasih?

Tidak tahu seberapa pentingnya nilai ini. Tetapi bagi penulis ada rasa yang berbeda ketika ini menjadi sebuah kebiasaan baik untuk ditularkan. Bayangkan saja ketika misalnya seseorang memberikan sesuatu, lalu kita mengucapkan terimakasih kepadanya.

Pastinya orang tersebut merasa senang karena dihargai, dan apakah tidak menjadi lebih indah ketika hal yang sama juga orang itu mengatakan kembali kasih kepada kita.

Menurut penulis ini akan menjadi komunikasi doa yang positif. Ada perasaan saling menghargai disini, ketulusan, dan ada rasa sukacita terbangun.

Bukankah lebih baik kita saling menularkan atmosphere kedamaian? Khan nggak elok, kita mengucap terimakasih saja, atau terimakasih lalu pergi. Nggak ada greget hubungan saling menghargai yang terbangun di sini. Hanya sebatas basa-basi di mulut saja, sudah bilang terimakasih, selesai dan titik?

Mungkin kebiasaan ini tidak terlalu penting untuk sebagian orang. Tetapi menjalani nilai ini beberapa tahun dimana kedua anakku bersekolah dari usia playgroup hingga SMP, mengubah dan menyadarkan penulis bahwa ini hal baik.

Belajar menghargai adalah nilai yang ditanamkan di sini. Nilai-nilai yang kini menjadi barang mewah. Bukan karena harganya, tetapi karena hatinya yang tidak tergerak. Kenapa tidak tergerak, karena tidak peduli, dan meremehkan. Bahkan ngerinya lagi karena tidak tulus.

Anggap saja artikel ini hanyalah uneg-uneg, sekedar berbagi kebaikan. TIdak ada salahnya kita memulai sesuatu yang baik, dan menularkannya kepada banyak orang. Percayalah, ada rasa yang berbeda. Namanya rasa nyaman, damai dan sukacita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun