Mohon tunggu...
Desrika Manalu
Desrika Manalu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halcyion.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perlunya Mendengar Cerita Orang Lain

11 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 18 Maret 2024   21:29 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Perlunya mendengar cerita orang lain

Berbicara mengenai pengalaman pribadi, aku punya satu pengalaman yang mungkin bisa menginspirasi teman-teman yang membaca tulisan ini.

Aku berasal dari keluarga yang cukup keras. Bisa dikatakan kami dididik dengan cara yang mungkin menurutku waktu kecil itu tidak patut. Dulu aku berpikir bahwa aku sangat tersiksa dengan semua peraturan yang harus diikuti itu bahkan aku beranggapan bahwa orang tuaku tidak sayang padaku.

Pikiran seperti itu muncul karena mungkin Ayahku memang berkepribadian keras dan tidak suka dengan seseorang yang melakukan sesuatu dengan lambat, dan aku adalah salah seorang yang kalau mengerjakan pekerjaan itu dengan cara lambat dengan prinsip yang penting hasilnya baik dan bisa berguna. Ternyata Ayah tidak suka seperti itu, jadi Ayah sering marah ketika sesuatu tidak sesuai dengan keinginannya. Ayah mau semua yang dikerjakan itu cepat dan baik.

Namun, satu hal yang aku lihat dalam perubahan Ayah adalah ketika aku dan kakakku mulai sekolah di sebuah Sekolah Tinggi Teologi. Ayahku selama beberapa tahun terakhir memang tidak pernah minginjakkan kakinya di lantai gereja. Itu disebabkan oleh satu hal yang tidak sesuai dengan kenyamanan hatinya hingga membuat dia tidak lagi bersama-sama dengan kami jika mau ke gereja. Aku masih ingat ketika kami kecil Ayah selalu menggendongku ketika mau beribadah. Bahkan dulu aku ingat ketika kami merayakan hari Natal di gereja, aku tertidur karena memang acaranya sudah agak larut dan keadaannya waktu itu gerimis, Ayah menggendong aku yang sedang tertidur dan menutupi aku dengan jaketnya. Aku memang tidak tertidur sepenuhnya tapi mungkin karena aku malas jalan, aku biarkan saja aku di gendong waktu itu. Walaupun memang Ayah adalah seseorang yang tegas dan keras, tetapi rasa sayangnya tidak bisa dikalahkan oleh kerasnya hatinya. Apalagi ketika kami, anak-anaknya sakit, rasa sayangnya melebihi samudera. Makan akan disuapi, obat akan diusahakan supaya kami makan bahkan Ayah pernah memotong-motong obat agar terlihat kecil supaya aku bisa langsung menelannya tanpa memuntahkannya.

Tetapi kadang Ayah susah menunjukkan kasih sayangnya dengan lembut. Mungkin karena dia seorang yang dididik yang tegas jadi mungkin Ayah gengsi jika harus bersikap lembut. Kami anak-anaknya juga sudah terbiasa dengan hal itu. Ketika kakakku melanjutkan sekolahnya di STT sikap Ayah sudah sedikit terlihat berbeda. Ayah sudah mulai sering tertawa dan berelasi dengan kami anak-anaknya. Diikuti aku yang mendaftar di STT bulan 6 kemarin, aku merasa sikap Ayah sudah mulai berubah dari yang sikapnya keras sudah terlihat lumayan berkurang. Aku bersyukur ketika Ayah dan Mamak melakukan pekerjaan  dengan satu hati tanpa adanya perselisihan ataupun perdebatan. Ayah juga sudah mulai sering menanyakan kabar kami anak-anaknya melalui via telepon. Aku sering mengajaknya bercanda dan tertawa, walaupun kelihatan dia masih gengsi dengan mengeluarkan suara tawanya, aku senang ketika bisa bercanda dengan ayah seperti anak-anak lainnya. Satu hal yang aku rindukan adalah ketika kami sekeluarga boleh berkumpul dan bercerita satu sama lain tanpa adanya salah paham atau apapun yang merusak suasana bahagia seperti itu.

Tetapi ketika aku mendengar cerita teman-teman yang sejak kecil ada yang tidak mengenal orangtuanya, ada yang baru saja kehilangan orang terkasihnya, ada yang tinggal sama neneknya sejak kecil, bahkan aku pernah mendengar cerita salah satu temanku bahwa dia sudah frustasi dengan kehidupannya dan berniat untuk mengakhiri hidupnya. Aku sampai terkejut dan melongo. Aku berpikir ternyata yang ku anggap penderitaan itu belum ada apa-apanya sama mereka. Aku merasa aku sangat beruntung karena sejak kecil aku masih di depan orang tuaku dan aku mengenal mereka dengan sempurna. Aku masih bisa merasakan omelan, perhatian, marah dan kesalnya mereka kepadaku. Aku semakin bersyukur ketika aku mendengar kisah teman-teman. Aku mengerti bahwa terkadang kita perlu untuk mendengarkan kisah orang lain supaya kita termotivasi dan berhenti beranggapan bahwa akulah yang paling tersiksa dan teraniaya.

Hidup memang tidak harus sesuai ekspektasi. Hidup juga tidak boleh gengsi. Bahagia itu tidak harus mahal. Hidup sederhana itu perlu, bahkan sangat perlu. Tidak perlu menunjukkan prosesmu ke dunia luar. Cukup bekerja keras dan tunjukkan hasil. Orang tidak peduli prosesmu, mereka hanya melihat sampai mana hasil dan pencapaianmu. Rasa insecure pada diri seseorang memang wajar, yang tidak wajar itu adalah ketika tidak mau bera njak dari zona nyaman tetapi selalu insecure dengan pencapaian orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun