Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Mudah "Baper" dengan Lawan Komunikasi? Berikut 3 Cara Membentengi Diri

8 Agustus 2021   14:38 Diperbarui: 8 Agustus 2021   19:35 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang perempuan yang sedang terbawa perasaan ketika sedang berkomunikasi | sumber: hxyume

Baper, merupakan akronim dari kata "bawa perasaan", kata ini selalu mampu membuat para korbannya hanyut dalam perasaan yang bisa dikatakan "salah", benarkah persepsi demikian bisa terjadi?

Sebelum dunia berada di era digital seperti sekarang ini, urusan cinta sudah terlebih dahulu merajai dunia ini. 

Sejak fase generasi tradisionalis hingga generasi alpha seperti sekarang ini, pola perubahan dari urusan percintaan terus berkembang.

Salah satu contoh yang nyata terletak pada cara berkomunikasi. Sebelum era digital merajai bumi, komunikasi yang dilakukan tentunya menggunakan surat apabila keduanya sedang dipisahkan oleh jarak.

Dan untuk sekarang, komunikasi bisa dikatakan cukup mudah terjadi. Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk terus menghubungi satu sama lainnya, bila memang ingin dilakukan. 

Komunikasi di era digital bisa dikatakan cukup praktis, dengan terhubung ke jaringan internet serta memiliki akun pada suatu aplikasi pesan, para penggunanya sudah bisa saling berkomunikasi, misalnya.


Ilustrasi seseorang yang mudah terbawa perasaan | sumber: winnetnews.com
Ilustrasi seseorang yang mudah terbawa perasaan | sumber: winnetnews.com

Namun ternyata, melakukan komunikasi di era digital seperti sekarang ini bisa menimbulkan berbagai macam persepsi apabila salah ditanggapi. 

Salah satunya, melalui komunikasi sebuah pesan teks. Lho kok bisa? Tentu saja bisa.

Suatu pesan yang dikirimkan dalam bentuk rangkaian kata memang bisa menghasilkan kalimat yang ambigu serta multitafsir. 

Terlebih lagi bila komunikasi dalam bentuk pesan teks tersebut sedang dilakukan oleh dua insan penghuni bumi, yakni laki-laki dan perempuan. 

Kesalahan dalam menangkap maksud suatu pesan inilah yang pada akhirnya terbawa pada suatu perasaan, dan dikenal dengan istilah baper. 

Baper merupakan akronim dari dua kata, yaitu "bawa perasaan", istilah ini berkaitan dengan sikap seseorang yang terlalu mudah memasukkan ke dalam hati terkait ucapan, serta tindakan yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya. 

Dilansir dari line today bahwa kata baper merupakan istilah gaul yang diciptakan oleh para generasi milenial.

Kata ini mulai populer sejak tahun 2014 hingga 2015 silam. Bahkan, istilah baper menjadi kata yang paling banyak ditelusuri di Google pada tahun 2015. 

Ilustrasi baper | sumber: sepositif.com
Ilustrasi baper | sumber: sepositif.com

Mungkin sebagian besar dari pembaca sekalian sering mendengar ataupun mengucapkan kalimat, "ya ampun... gitu aja baper banget sih, mainnya kurang jauh nih..." 

Pertanyaannya, wajar nggak sih sering terjadi kebaperan pada media komunikasi? Jawabannya tentu saja sangat wajar. 

Bila ada yang menjawab "tidak wajar", mungkin hatinya sudah terbuat dari batu yang besar dan berat, eh becanda...

Ketika seseorang terbawa perasaan seakan-akan lawan bicaranya menempatkan dirinya sebagai orang yang spesial. 

Mari kita ambil permisalan pada sebuah kalimat sederhana, yang mampu menghadirkan berbagai macam persepsi, hingga akhirnya terbawa akan perasaan. 

"Kapan yah bisa menggenggam tangan ayahmu?" 

(Kalimat pada ilustrasi di atas, disampaikan oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan pada sebuah pesan singkat)

Satu kalimat di atas, dirangkai dalam 6 kata dan diisi dengan 35 huruf beserta tanda baca ini telah menimbulkan 3 persepsi, pertama kode, kedua ambigu dan ketiga membingungkan.

Kode, terkait pada kalimat tersebut terletak pada bagian akhir "menggenggam tangan ayahmu", di mana kalimat ini menjurus pada makna akad pernikahan (pada umumnya).

Ambigu, yang dihasil dari kalimat tersebut adalah dengan menimbulkan dua persepsi, yakni menggenggam tangan dalam makna mempererat silaturahmi alias berjabat tangan, serta menggenggam tangan dalam rujukan sebuah pelaksanaan akad (seperti yang telah dijelaskan pada kode).

Selanjutnya membingungkan, karena tidak adanya tindakan selanjutnya seperti membuktikan perkataannya tersebut. Apakah memang ingin berkenalan secara serius, atau hanya sekedar pengombalan semata. 

Bila kasusnya sedemikian rupa, sangat wajar bila objek sasaran yang mendapatkan kalimat tersebut akan mudah sekali terbawa akan perasaannya

Itu baru satu kalimat, bagaimana bila komunikasi tersebut dilakukan terus menerus? Bukan tidak mungkin, bila lawan bicaranya ketika berkomunikasi akan mudah terbawa perasaan. 

Maka dari itu, ketika hanya sebatas berkomunikasi melalui media komunikasi, bentengilah diri agar tidak mudah terbawa perasaan.

Ilustrasi baper | sumber: orami.co.id
Ilustrasi baper | sumber: orami.co.id

Berikut cara yang bisa dilakukan, seperti: 

Pertama, jangan mudah percaya bila hanya sebatas rangkaian indah melalui sebuah pesan. Hanya sebatas rangkaian kata tanpa sebuah tindakan itu sama saja dengan percuma.

Inilah poin pertama yang bisa menyebabkan seseorang menjadi baper setelah lama berkomunikasi dengan yang bersangkutan.

Mulai dari rangkaian kata, gombalan maut, hingga kode yang terkadang ambigu mampu menarik objek sasarannya masuk ke dalam perangkap yang telah disiapkan. 

Untuk mengantisipasinya adalah dengan tidak mempercayai semua kalimatnya, anggap saja sebagai angin lalu. Apabila di balik komunikasi tersebut tidak ada kejelasan yang nyata.

Kedua, anggap saja sebagai komunikasi biasa. Ini merupakan kelanjutan dari poin pertama. Tanamkanlah di dalam diri untuk bersikap biasa saja ketika sedang berkomunikasi dengan seseorang.

Jangan terlalu menganggap serius semua rangkaian kata yang disampaikannya, terlebih lagi bila tidak ada pergerakan seperti halnya "tindakan" dari yang bersangkutan untuk membuktikan semua rayuan gombalnya. 

Ketiga, berilah pembatas antara dunia maya dan dunia nyata. Komunikasi yang dilakukan melalui sebuah aplikasi juga termasuk ke dalam dunia maya. 

Maka dari itu, jangan mudah terbawa akan perasaan ketika sedang berselancar di dunia maya. 

Yakinkan diri bahwa faktanya, seluruh masyarakat di planet ini hidup di dunia nyata. Sehingga lakukanlah secara nyata-nyata saja, begitu pula ketika menempatkan sebuah perasaan.

Ketika mendapati sebuah kalimat yang menghanyutkan pada sebuah perasaan, terlebih lagi hanya sebatas pada komunikasi semata, maka, bentengilah diri dan batasilah diri. 

Pada dasarnya, pengendalian sebuah perasaan hanya akan terkontrol apabila yang bersangkutan mampu mengendalikannya dengan sebaik mungkin...

Dan pada intinya, semuanya ada pada diri sendiri...

Thanks for reading

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun