Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 210-212

30 Juni 2018   06:44 Diperbarui: 30 Juni 2018   08:17 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walau demikian krisis ekonomi terus berlanjut, hingga 1957 terjadi devaluasi dimana uang 1000 dihilangkan satu nol sehingga hanya bernilai 100 rupiah. Banyak pedagang menjerit, bangkrut, atau dagangannya turun 90 persen.

Kesulitan ekonomi menyebabkan terjadi bencana kelaparan. Berhubung Bengkalis dekat dengan Malaka, imbasnya hanya setengah dari yang dirasakan oleh rakyat Indonesia di daerah lain. Beberapa pengusaha memilih menjual hasil kebun berupa; kelapa, karet, dan kopi ke negera tetangga, tepatnya ke Melaka. Kapal berangkat dengan hasil kebun, pulangnya membawa beras, gula, dan kebutuhan pokok lainnya. Oleh pemerintah kegiatan semacam ini dianggap ilegal, disebut semokel atau penyelundup ( berasal dari bahasa Inggris Smuggler ).

Bengkalis di era 50-an dan 60-an belum semaju 1970-an, masih sebuah kota nelayan, yang ramai hanya pinggiran pantai. Berkat semokel inilah ekonomi bergerak, dan semakin lama semakin maju.

Dua orang berkongsi usaha semokel. Han Po Tian memiliki kapal, sedangkan Lim Hsu Long pedagang yang membeli hasil kebun rakyat, memuatkan ke kapal. Kapal berangkat ke Melaka pada saat malam gelap alias tak ada sinar rembulan, yang akan membuat kapal susah ditangkap oleh BT ( Bea Tjukai=ejaan lama). Di Melaka, hasil kebun ini dijual ke pedagang penampung barang semokel ( perantara). Hasil penjualan harus ditukar barang.

Tahun demi tahun berlalu, pembagian keuntungan duo ini berjalan lancar. Bahkan mereka berhasil melewati devaluasi 1957 karena sistem penjualan mereka yang barang dibarter barang. Setiap trip, keduanya bergantian mengawal kapal yang membawa barang ke Melaka.

Untung tak bisa diprediksi. Malang tak bisa ditebak. Di tahun 1958 Lim Hsu Long tertangkap BT saat dalam perjalanan pulang. Persidangan berjalan singkat berhubung di jaman itu belum ada pengacara yang membela terdakwa. Apalagi pekerjaan smokel dianggap musuh pemerintah.

Penjara untuk para smokel adalah penjara khusus, napi dijaga dengan ketat, bahkan mengalami penyiksaan oleh sesama napi. Saat istrinya menjenguk, istrinya melihat Lim Hsu Long disiksa hingga babak belur. Istri Lim Hsu Long tak tega melihat penderitaan suaminya. Ia menangis melihat penderitaan suaminya.

Istri Lim Hsu Long mendatangi Han Po Tian, meminta Han Po Tian menyuap petugas agar suaminya dipindahkan ke penjara biasa.

Han Po Tian meminta istri Hsu Long bersabar. Ia akan berusaha membantu sahabatnya. Namun, waktu berjalan hingga beberapa bulan kemudian, Lim Hsu Long tetap ditahan di penjara khusus. Akhirnya, entah disebabkan apa, Lim Hsu Long meninggal di penjara.

Istri Hsu Long mengamuk, memaki Han Po Tian manusia tidak berperikemanusia, untung dan mendapat laba dibagi sama rata, buntung dan mendapat petaka tidak bersedia menolong sahabatnya. Bahkan, ketika Han Po Tian melayat saat jenazah Lim Hsu Long masih di rumah duka, istri Hsu Long mengusir dan tak menginjinkan Han Po Tian beserta keluarganya melangkahmemasuki tanahnya.

" Itu inti permasalahan yang diketahui masyarakat. Hanya itu yang bisa kuceritakan padamu. Di luar itu, mungkin hanya Han Po Tian yang bisa memberi penjelasan. Lim Hsu Long sudah meninggal. " Hsu Natan mengakhiri cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun