Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 120-122

19 Mei 2018   08:09 Diperbarui: 19 Mei 2018   08:13 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Aku tak memintamu meninggalkan papamu. Yang kumaksud kelonggaran itu adalah, kamu tetap menjaga papamu, aku akan meminta Kana mengantar catatan setiap hari untuk kamu salin. Tugas guru kamu kerjakan. Kubantu menyampaikan ke sekolah jika Kana kerepotan. Spp tak usah kamu bimbang. Untuk anak tak mampu atau mengalami musibah, selalu ada kelonggaran dari kepala sekolah. Jika kepala setuju dengan usulku, apakah kamu bersedia belajar di rumah dan jika ada ulangan kamu ke sekolah, akan kuminta seseorang menggantikan tugasmu. "

Awai kaget mendengar usul Tiong It. Ia sama sekali tak pernah membayangkan Tiong It akan membela masa depannya sedalam ini. Andai kepala sekolah mengizinkan, ia bisa mendapat selembar ijazah sebagai tanda kelulusaan SMP. Betapa girang hatinya. Namun, apakah hal itu mungkin?

" Bagus ! Aku setuju ide itu. SPP biar aku yang membayar. " Yolana nimbrung dari samping, membuat Awai kaget. Kenapa orang yang baru dikenal belum 10 hari demikian baik padanya?

" Makasih, makcik Yo." Tiong It yang berkata. Awai sangking gembira lupa bersuara.

" Ibunya pelit, judes, kedekut, ceriwis, banyak mulut. Aku tak suka pada ibunya. Anak sendiri dikorbankan karena ia tak sudi merawat suami yang cacat. Aku benci wanita seperti itu." Umpat Yolana.

Awai tak berani bersuara. Tiong It ikut tak berani mengeluarkan komentar.

" Kamu aturlah agar ia bisa tetap belajar, anak muda. Aku akan membantu sekuat tenaga. Tentang ayahnya, kalau ada ulangan tak usah kuatir, akan kusuruh pembantuku yang mencuci pantat tetanggaku ini. Hei, tua bangka. Kamu pura pura tidur, kan ? Kamu dengar pembicaraan kami, kan ! Lihatlah, anakmu mendapat pacar sebaik ini, yang peduli masa depan anakmu. Jangan halangi mereka. Jika kamu mau pipis atau e'ek, nanti kusuruh pembantuku yang mengurusmu. Kamu tak bertingkah, kan! " seru Yolana.

Airmata Tan Suki semakin deras mengalir ke bantal. Ia tak bisa bersuara, tapi ia mengangguk berkali kali. Ia merasa sudah tak berguna, hanya membebani anak istri, kalau ada yang membela kepentingan anaknya, dalam hati ia sangat bersyukur.

" Awai anakmu yang paling berbakti. Anakmu yang lain tak ada yang peduli padamu. Semua pergi bermain. Padahal sore sudah pulang sekolah. Malam bisa datang menggantikan Awai, namun tak satupun yang datang. Satu satunya anakmu yang peduli hanyalah Awai. Jangan lupa, jika kamu mati nanti kamu harus memberkatinya agar jadi orang yang hidup bahagia dan disayang suami." Oceh Yolana.

Orang yang terkena penyakit mati sebelah bisa mendengar dengan baik, hanya tak bisa ngomong akibat rahangnya kaku. Tan Suki menangis hingga terdengar suara tangisannya. Awai merasa bersalah telah membuat ayahnya menangis, ia memeluk ayahnya. Tiong It menundukkan kepala, terharu mendengar omongan Yolana yang kasar tapi sangat menyentuh hatinya.

" Kalau kelak keduanya menikah, apa kamu akan merestui mereka, wahai tetanggaku ? " tanya Yolana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun