Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 87-90

7 Mei 2018   09:12 Diperbarui: 7 Mei 2018   09:25 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu berhenti sekolah. Kamu yang menemani ayahmu di rumah sakit. Kita tak mungkin menggaji pembantu untuk mengurus ayahmu." Huina mengatakan hal itu kepada Awai saat sedang makan.

Awai terhenyak. Berhenti sekolah di saat 2 bulan menjelang EBTANAS? Kenapa ia yang dikorbankan ? Namun, emosi ibunya sejak ayahnya sakit selalu meledak-ledak, sering meratap, sering mengumpat tentang kesialan nasibnya. Kalau ia menolak, mungkin ia dijambak dan kepalanya dibenturkan ke pintu. Dua hari yang lalu Alex minta makan saat ibunya belum selesai memasak. Ibunya sangking kesal melempar kayu bakar, mengenai kaki Alex. Alex menjerit seperti kucing yang terjepit pintu. Sejak itu Alex tak berani berteriak lapar jika ibunya belum selesai memasak.

" Baik, ma. Awai akan menjaga papa, tapi jika dalam sebulan papa sembuh, mohon izinkan Awai bersekolah kembali." Awai mengajukan syarat.

" Kamu bermimpi kalau mengharapkan ayahmu sembuh dalam sebulan. Ayahmu mati sebelah, takkan sembuh lagi selamanya !" teriak ibunya.

Awai meringkuk ketakutan akibat melihat sinar mata ibunya yang bisa mengeluarkan api. Ia tak berani ngomong apa-apa lagi.

" Kalau Awai menjaga papa, siapa yang membantuku menjala ikan ?" tanya Akun.

" Alex ikut kamu melaut ! " suara ibunya menggelegar. " Jangan ada yang protes, siapa yang protes silahkan angkat kaki dari rumah ini !" ancam ibunya.

Alek tak berkutik. Ia tak mungkin bisa bermain sepak bola atau layang layang lagi di sore hari.

Merawat papa yang sakit terdengar tidak buruk, bukan pekerjaan yang berat, tidak harus pontang panting seperti pekerjaan di dapur. Itu pendapat orang yang tidak merasakannya. Pada awalnya Awai merasa pekerjaannya santai, hanya duduk di samping papanya. Jika jam makan, ia menyuapi papanya, jika papanya menunjuk ke mulut, artinya minta minum. Benar kata dokter. Setelah beberapa hari, tangan papanya bisa bergerak, tapi hanya sebelah, begitu juga kaki.

Yang menyulitkan apabila papanya pipis saat tidur. Ia harus mengganti celana papanya dua lapis, luar dan dalam. Ia tak malu melakukannya. Namun, melihat sesuatu yang tak pernah dilihatnya membuat wajahnya merah kala pertama melakukannya. Ia pernah melihat burung adiknya, Atuan, saat kencing berdiri di bawah pohon pisang. Burung milik Atuan mungil, mirip ulat sagu. Apa yang dilihatnya di rumah sakit berbeda, baik ukuran maupun bentuknya.

Terlebih jika papanya berak. Belum bisa ngomong membuat Tan Suki berak di celana. Awai terpaksa mendorong tempat tidur papanya berikut papanya ke kamar mandi untuk dimandikan dan dicuci. Setelah dimandikan, dipakaikan pakaian baru, didorong kembali ke kamar perawatan yang berisi 5 pasien lain yang sama sama dirawat di ruang itu. Setelah 3 hari melakukan rutinitas seperti itu, Awai sudah biasa. Tidak canggung seperti hari hari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun