Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Solusi Itu Bernama "Ride Sharing"

5 November 2017   10:20 Diperbarui: 6 November 2017   22:03 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ride sharing (sumber: www.tribunnews.com)

Saya membayangkan bagaimana jika semua orang, khususnya yang tinggal di kota-kota besar, bisa memiliki mobil. Entah mendapatkannya secara cuma-cuma atau membelinya dengan harga super murah, yang jelas hukumnya adalah satu mobil untuk satu orang.

Dampak dari hal tersebut, pertama transportasi publik akan pailit karena tidak laku. Siapa sih yang mau sumpek-sumpekan di kereta, bis atau angkot kalau mereka sudah punya mobil sendiri. Kedua, traffic jam everywhere. Kemacetan akan merajalela dimana-mana. Penyebabnya sudah pasti karena setiap orang mengendarai mobil yang hanya ditumpangi oleh dia sendiri (ingat, 1 mobil untuk 1 orang). Ketiga, minimnya lahan parkir dan jalan yang semakin sempit. Pertumbuhan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pelebaran jalan, ditambah lahan parkir juga semakin sempit. Alternatif lain adalah parkir susun atau di gedung-gedung bertingkat namun tarif parkir perjam-nya cukup tinggi.

Masyarakat urban di kota-kota besar seperti Jakarta mayoritas masih menggunakan kendaraan pribadi, baik beroda dua atau empat. Intensitas jumlah kendaraan terutama di jam-jam sibuk berimbas pada kemacetan parah  dan padatnya arus lalu lintas yang semrawut.

Kemacetan lalu lintas (sumber: www.jawapos.com)
Kemacetan lalu lintas (sumber: www.jawapos.com)
Bagi individu itu sendiri, kemacetan memiliki efek domino karena berdampak buruk mulai dari sisi psikologis, emosional sampai fisik. Siapa sih yang nggak capek atau pegal duduk berjam-jam menghadapi kemacetan. Belum lagi rasa stres, frustasi dan tertekan melihat tingkah laku pengendara di jalan raya. Tak heran bila pepatah 'Hidup tua di jalan' sangat cocok bila dikorelasikan dengan kemacetan.

Bayangkan bagaimana Anda harus berangkat pagi-pagi dan pulang larut malam karena terjebak kemacetan. Bukankah waktu dalam perjalanan tersebut sebenarnya bisa digunakan untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang terkasih. Jangan sampai hidup tua di jalan. Dan untuk ibu kota sendiri jika kemacetan terus dibiarkan, maka dalam beberapa tahun lagi jalanan Jakarta akan stuck dan tidak bergerak sama sekali.

Solusi harus segera dicari, salah satunya dengan memaksimalkan moda transportasi publik. Sayangnya masih banyak masyarakat yang enggan menggunakan layanan transportasi umum. Alasannya bermacam-macam. Ada yang merasa kurang nyaman berdesak-desakan, rawan kriminalitas dan pelecehan seksual, sampai kelayakan dan keamanan moda transportasi itu sendiri. Tak heran bila masyarakat masih menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitasnya.

Uber (sumber: www.slashgear.com)
Uber (sumber: www.slashgear.com)
Layanan ride sharing

Pemerintah terus berupaya memperbaiki kualitas moda transportasi publik mulai dari segi pelayanan, kebersihan sampai kemudahan dalam pembayaran. Namun itu hanya efektif menyasar kalangan bawah dan menengah, sedikit yang berasal dari kalangan atas mau menggunakan transportasi umum secara konsisten. Sebagian masih nyaman dengan kendaraan pribadinya.

Kini, solusi itu telah hadir dengan layanan ride sharing, salah satunya UBER yang sudah hadir di Jakarta sejak 2014. Ride sharing merupakan layanan berbagi kendaraan antara pemilik kendaraan dengan orang lain yang menumpang di kendaraan miliknya. Terdengar seperti layanan taksi konvensional? Secara garis besar identik karena sama-sama menggunakan kendaraan roda empat dan tarif berdasarkan jarak. Namun UBER mengimplementasikan teknologi dalam penggunaannya dan merupakan mobil sewa berbasis online yang menggunakan kendaraan pribadi sehingga tidak layak disebut taksi online.

Memang semenjak diluncurkan dan menjadi salah satu layanan transportasi yang mengutamakan kenyamanan dengan tarif kompetitif, UBER kerap disebut sebagai 'taksi online'. Namun apapun sebutannya, UBER telah menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan dengan konsep ride sharing.

Aplikasi UBER (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Aplikasi UBER (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Jenis-jenis layanan UBER

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun