Saya pernah mendengar kabar selentingan, bahwa narkoba dikendalikan peredarannya oleh napi di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). Meski terkesan janggal, namun hal itu memang benar adanya karena ada narapidana (napi) kelas kakap yang menjadi bandar serta menyuap oknum sipir demi melancarkan bisnis haramnya.
Tak jarang, kita juga sering melihat di berita tentang peredaran gelap narkotika yang berhasil ditangkap yang mirisnya terjadi di lingkungan lapas. Transaksi ini biasanya berasal dari para napi yang menjadi bandar untuk didistribusikan kepada napi yang menjadi pengguna. Umumnya mereka adalah pengguna yang bertipikal coba-coba.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah citra lapas yang seharusnya membina napi berubah menjadi sarang narkoba? Dan bukan hanya perederan di lapas saja, narkoba yang beredar di masyarakat ada juga yang dikendalikan oleh napi yang mendekam di rutan. Sungguh, masalah narkoba ini sudah menjadi momok yang menakutkan meski para tersangkanya sudah ditangkap dan dibui.
***
Atas dasar maraknya peredaran dan pengendalian bisnis narkotika dari dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) yang diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN), maka dibukalah Forum Diskusi Trending Topik di Kalangan Jurnalis dengan tema "Penanganan Permasalahan P4GN di Lapas dan Rutan" yang diselenggarakan oleh Deputi Pencegahan BNN di Hotel Bidakara, Jakarta, pada Rabu (26/9).
"Ada peredaran gelap narkotika di dalam (lapas). Kami sangat keras pada teman-teman. Kenapa ngomong ada? Karena kalau di tes urine itu memang ada kok," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Dra. Sri Puguh Budi Utami, M.Si.
Beliau juga mengakui bahwa pihaknya mengalami kesulitan dalam menangani permasalahan Narkoba yang terjadi di dalam lapas maupun rutan. Hal ini terjadi karena ada oknum yang belum satu visi dengan semua pihak yang bukan hanya ingin mencegah, tapi juga memberantas peredaran gelap narkotika.
Sri menyoroti kapasitas lapas di seluruh Indonesia yang hanya sekitar 124.000 dan saat ini dihuni oleh sekitar 248.000 narapidana. Di dalam lapas itu, bukan hanya pemakai, namun bandar juga ada di ruangan yang menjadi satu. Keadaan ini diperparah dengan minimnya petugas yang hanya berjumlah 44.000 orang.
"Kenapa bisa masuk? oknum. Kami tidak mau sampaikan 44.000 pegawai kami brengsek semua. Jumlah pegawai kami 44.000. Kami bersyukur dengan semakin sinergi, semakin menurun dibanding tahun-tahun lalu. Ini data," jelas Sri.
"Sebanyak 111.000 napi merupakan napi kasus narkoba. 44.000 merupakan penyalahguna narkoba, dan sisanya (66.000) merupakan pengedar dan bandar narkoba. Seharusnya pengguna narkoba direhabilitasi medis dan sosial, bukan dikumpulkan jadi satu," tegasnya.
"Semakin meningkat. Selama tujuh bulan saya jadi Kepala BNN, hampir semua barang-barang yang saya tangkap (terakhir 35 kilogram) itu pesanan dari dalam lapas. Ini yang sangat memprihatinkan kita," ujar Heru menyoal pemesanan narkoba dari lapas mendominasi kasus-kasus yang saat ini ditangani BNN.
Menurut Heru, sejauh ini pihaknya sudah menggagalkan kurang lebih 24 transaksi maupun jaringan-jaringan yang kebanyakan berkaitan dengan lapas. Ke depannya, BNN dan Lapas akan bersama-sama membangun sistem, seperti masuk-keluarnya barang harus dikontrol dengan IT dan CCTV secara optimal.
"Saya berharap bahwa ada keterbukaan di lapas dan bersama-sama membangun lapas yang bersih dari narkoba, sistemnya kita perbaiki. Lapas ini milik kita bersama. Saya harap ke depan tidak ada lagi peredaran narkoba di dalam lapas," ungkapnya.
Sri juga mengakui masih adanya peredaran narkoba di dalam lapas karena ketidaktegasan petugas. Salah satunya dalam menerapkan larangan telepon genggam yang padahal sudah tegas melarang napi menggunakan handphone.
"Kejadian ini ada peran kami juga membiarkan ponsel masuk ke dalam. Inilah alat yang paling potensial menyebabkan adanya komunikasi dengan pihak luar," ungkapnya.
Sri menyatakan pihaknya sudah menegaskan seluruh jajaran untuk melarang alat komunikasi ke dalam lingkungan lapas.
"Kita melarang membawa ponsel ataupun meminjamkan ke dalam lapas. Di 522 lapas atau rutan ada box menyimpan HP, baik yang dibawa petugas dan tamu. Namun konsistensi penerapan ini harus diperbaiki di setiap jajaran. Dimulai dari kepala lapas jangan membawa ponsel ke dalam," sambungnya.
"Kita dorong P4GN bersama-sama. Tidak bisa sendiri. Kami terbuka untuk ini. Kita harus jalin hubungan yang baik dengan BNN, BNNP, BNNK. Karena apa? Karena banyak informasi yang tidak bisa kita kuasai dengan baik," jelas Sri
"Butuh kerja sama seluruh pihak dalam menyukseskan program nasional ini, namun yang paling penting dari kita sendiri yang melakukan perubahan," tutupnya.
Dengan adanya program P4GN untuk memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya, hal ini akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap Lapas dan Rutan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.
Stop Narkoba!