Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Chicken Porridge for The Soul"

23 November 2017   22:41 Diperbarui: 24 November 2017   05:24 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chicken porridge (sumber: www.favim.com)

Jika kita dihadapkan pada situasi nasi sudah menjadi bubur, ya enakin aja. Nikmati setiap kesalahan itu dan cobalah untuk menambahkan senyum, tawa dan optimisme. Sama seperti bubur yang diberi topping bervariasi seperti kacang, cakwe, suwiran ayam, seledri, kerupuk, dll.

Btw, pernahkah Anda berpikir bagaimana jika semua condiment dan topping-topping tersebut ditambahkan pada sepiring nasi. Jadilah nasi ditaburi seledri, cakwe, ayam, bawang goreng dan dibumbui kecap asin dan kecap manis. Duh, membayangkannya saja sudah ilfeel duluan apalagi jika memakannya. Bahan pelengkap bubur jelas bukan lauk pauk nasi!

Bubur ayam (sumber: www.infokuliner.com)
Bubur ayam (sumber: www.infokuliner.com)
Itulah keistimewaan bubur dengan topping-nya yang khas. Sama seperti masa-masa terburuk dalam hidup kita. Mungkin ada beberapa kisah indah yang hanya terjadi untuk melengkapi sekaligus mengobati, pada saat kita sedang terjatuh atau mengalami kekeliruan dalam hidup. Tak perlu dijelaskan, cukup simpan dalam hati karena saya yakin setiap dari kita memiliki 'topping' masing-masing. Layaknya topping bubur yang menambah kelezatannya.

Polemik diaduk atau tidak diaduk

Beberapa waktu lalu ramai di media sosial mengenai bubur diaduk atau tidak diaduk. Sebenarnya mau diaduk atau tidak, bubur tetaplah bubur. Namun saya pribadi lebih suka mengaduknya. Alasannya sederhana. Sama seperti bahan tambahan dan topping bubur, cara menikmatinya adalah dengan mengaduk semuanya karena itulah membedakannya dengan nasi. Jujur deh, seberapa banyaknya lauk saya tidak pernah mengaduk-aduknya bersama nasi, bahkan saat makan di warteg atau rumah sekalipun.

Memang ada yang menikmati bubur dengan cara tidak mengaduknya dan mengambil lapisan paling dalam baru kemudian 'lauk'-nya. Namun disinilah saya kembali belajar pada semangkuk bubur. Rasa asin dari kaldu, manis dari kecap, pedas pada sambal atau pahit pada bahan pelengkap lainnya sama seperti momen-momen dalam hidup kita, baik saat senang, sedih, bahagia, kecewa, marah, suka, duka atau bersemangat.

Bukankah lebih nikmat jika menyatukan semuanya? Menyatukan setiap perasaan senang maupun sedih karena seperti itulah hidup. Kita tidak bisa memilih mau senang saja dan tidak mau berduka. Begitu juga dengan cara makan bubur. Bagi saya lebih nikmat jika menyatukan dan mengaduknya sebelum disantap. Karena saya tidak bisa memilih mau mencicipi yang asin-asin saja atau yang pedas saja. Segala sesuatu harus seimbang.

Semangkuk bubur untuk jiwa Anda (sumber: www.wikimedia.org)
Semangkuk bubur untuk jiwa Anda (sumber: www.wikimedia.org)
Cerita semangkuk bubur

Food tells everything. Dari makanan kita bisa mempelajari banyak hal. Mulai dari asal usulnya, komposisi atau bahan utamanya, kandungan gizinya, sampai yang bersifat filosofis seperti inspirasi yang bisa kita dapatkan dari makanan tersebut.

Anyway, saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada Anda yang sudi meluangkan waktunya untuk membaca cerpen gak penting milik saya. Ini hanyalah cerita random pengisi waktu luang, ditambah saya sudah jarang menulis artikel berdasarkan pemikiran pribadi (maklum, banyak setoran blog review dan ngebut ngerjain blog competition).

Sebagai penutup, saya sedikit bingung memberi judul yang pas untuk artikel ini. Dengan menyadur dan memelintir satu kata saja, semoga semangkuk bubur bisa menjadi inspirasi dan menyegarkan jiwa, hati dan pikiran Anda.

Salam hangat,

dari si penikmat bubur..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun