Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Gita Cinta dari Old Trafford: Mourinho dan MU

19 Mei 2017   07:04 Diperbarui: 19 Mei 2017   09:34 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Manchester United || (sumber: skysports.com)"][/caption]

Jika satu musim yang hampir usai ini menjadi tolok ukur, saya melihat apa yang dilakukan Jose Mourinho pada Manchester United (MU) sama seperti apa yang Lucky Kuswandi lakukan terhadap Gita Cinta dari SMA (1979). Lucky, dengan pede-nya berani me-remake, atau mungkin mengadaptasi, sebuah mahakarya kisah cinta dua insan muda dengan nuansa lebih modern. Sebuah proyek daur ulang yang bisa berakhir kesuksesan atau kegagalan.

Lewat film bernuansa nostalgia ini, ia bukan hanya menjual artis muda berbakat nan rupawan saja, tetapi turut menampilkan Rano Karno dan Yessy Gusman 'si pemeran asli' sebagai cameo, juga beberapa pernik di film lawasnya seperti kaset, walkman, gitar dan angkot. Lucky juga menggandeng grup vokal yang sedang naik daun, GAC, untuk mengcover original soundtracknya yang pernah dilantunkan oleh mendiang Chrisye. Tak tanggung-tanggung, entah demi promosi atau memang ingin menjual, ia memberi judul yang sama dengan nama pemeran utama, Galih dan Ratna (2017).

Hasilnya? Galih dan Ratna jauh dari kata sukses. Jumlah penontonnya saja tak lebih dari 150.000. Hasil penjualannya? Tanya saja sendiri pada mas Lucky apakah bisa menutupi biaya produksi. Syukur-syukur kalau masih ada untung sedikit.

Kegagalan film ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, isi cerita tidak 100% sama dengan versi orisinilnya karena Lucky menegaskan bahwa ia mengadaptasi kisah Galih dan Ratna dengan versi berbeda, meski tidak melenceng jauh. Kedua, pemilihan Refal Hady dan Sheryl Sheinafia sebagai pemeran utama bisa dikatakan tepat atau tidak tergantung persepsi masing-masing penonton. Refal dan Sheryl memang sanggup membawakan Galih dan Ratna versi kekinian, namun tetap tak mampu menggantikan aura Rano Karno dan Yessy Gusman yang melegenda itu. Ketiga, promosi yang kurang. Mungkin Lucky dan 360 Synergy Production sebagai rumah produksi berpikir bahwa menghidupkan kembali sosok Galih dan Ratna sudah menjadi promosi besar. Mereka lupa bahwa penonton Gita Cinta dari SMA sudah jadi ibu-ibu dan bapak-bapak atau mungkin kakek-nenek yang sudah malas nonton ke bioskop. Penonton muda? Mereka malah harus gugling dulu siapa Galih dan Ratna, dan belum tentu tertarik menontonnya. Seharusnya mereka mencontek strategi promosi gila-gilaan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (2016) atau Critical Eleven (2017).

[caption caption="Galih dan Ratna || (sumber: imdb.com)"]

[/caption]

Galih dan Ratna memang fenomenal. Publik menyebutnya sebagai sosok Romeo dan Juliet versi Indonesia. Mereka juga menjadi role model dan representasi dari insan muda yang dimabuk cinta, sebelum akhirnya posisinya berhasil digantikan (atau disejajarkan) oleh Rangga dan Cinta dalam Ada Apa Dengan Cinta? (2002).

***

Sama seperti Gita Cinta dari SMA yang legendaris itu. Kisah Sir Alex Ferguson dan Manchester United juga menjadi masterpiece dalam kancah pesepakbolaan Inggris dan juga dunia. 26 tahun dengan gelar bergelimang dan prestasi mengilap membuat sosok Ferguson dan MU layaknya Galih dan Ratna. Sayang, pada 2013 silam kisah ini harus diakhiri. Fans tentu menginginkan sebuah sekuel yang lebih baik atau setidaknya menyamai pencapaian Galih dan Ratna tersebut.

Sayangnya, sekuel pertama jauh dari harapan. Bahkan melenceng sangat jauh dari trek menuju kesuksesan. David Moyes atau 'The Chosen One' lebih mirip KK Dheeraj yang hobi bikin film horor esek-esek. Alih-alih menampilkan permainan indah, Moyes malah menampilkan lelucon di atas lapangan. Moyes dan MU layaknya sebuah film horor gajebo berjudul Mr. Bean Kesurupan Depe (2012) yang membuat penonton dibohongi oleh sosok Rowan Atkinson si Mr. Bean sungguhan atau 'Mister Bean' si versi KW.

Polemik dan perdebatan pun terjadi. Publik berpikir apakah mereka dibohongi The Chosen One? Atau dibohongi 'pakai' The Chosen One? Yang jelas intinya kita jangan mau dibohongilah, begitu pikir para fans yang akhirnya melakukan protes keras dan demo berjilid-jilid di tiap pertandingan (tentunya tanpa menunggu tanggal cantik). Moyes si Mister Bean pun akhirnya dipecat, dan MU kembali harus menemukan aktor yang tepat demi sekuel yang sudah ditunggu-tunggu ini.

[caption caption="David Moyes 'The Chosen One' || (sumber: dailymail.co.uk)"]

[/caption]

Siapa penggantinya? Louis Van Gagal. Ya, bukan Van Gaal tetapi Van Gagal karena ia juga tak sanggup memenuhi ekspektasi dan harapan publik Old Trafford. Van Gagal dan MU tak lebih baik dari horor esek-esek Moyes. Bedanya Van Gaal menambahkan sedikit bumbu artis-artis JAV seperti dalam Menculik Miyabi (2010) atau Suster Keramas (2011) yang sedikit menarik minat fans fanatik Maria Ozawa dan Sora Aoi.

Seperti sudah disebutkan, nama besar dan prestasi Meneer sedikit menarik kembali harapan fans yang ingin melihat MU berjaya. Kenyataannya, lagi-lagi kisah Gita Cinta itu harus pupus. Meski memberikan sedikit prestasi, fans sudah kadung benci pada Van Gaal karena permainan membosankannya, ditambah kegagalan untuk finis empat besar di musim terakhirnya.

Setelah Mister Bean 'The Chosen One' dan Van Gagal, munculah nama Jose Mourinho 'The Special One'. Sebenarnya menjelang musim 2015/2016 berakhir, isu Mou akan mengisi kursi pelatih santer terdengar. Apalagi jika MU kalah, gosip itu makin kencang berhembus meski berkali-kali ditepis oleh Van Gaal. Mou disebut-sebut sudah menandatangani perjanjian pra-kontrak untuk melatih musim depan, atau jika pelatih saat ini (Van Gagal) dipecat di tengah musim. Walhasil, saya melihat cerita ini seperti kisah poligami. Manchester United yang sudah beristrikan Louis Van Gaal masih mencoba membujuk atau mungkin sudah menikah siri dengan Jose Mourinho, seperti kisah Fahri, Aisha dan Maria dalam Ayat-ayat Cinta (2008).

[caption caption="LVG || (sumber: permiereleague.com)"]

[/caption]

Penunjukkan Mou sebagai pelatih baru menimbulkan pro-kontra. Pertama, Mou dinilai bukan solusi jangka panjang untuk prestasi berkesinambungan, ia hanyalah solusi jangka pendek untuk mempersembahkan trofi. Mou bukanlah jenderal yang siap memimpin peperangan, ia hanyalah serdadu bayaran yang tangguh dalam berperang. Kedua, filosofi Mou jauh berbeda dengan permainan MU yang memiliki visi. Mou adalah pelatih pragmatis yang berpikir bahwa kemenangan adalah mencetak gol lebih banyak dari lawan, tak peduli sebagus atau seburuk apa permainan yang ditampilkan di atas lapangan. Ketiga, Mou lebih suka mengandalkan pemain jadi yang dibeli dengan harga mahal. Sangat kontras dengan MU yang konsisten mengorbitkan pemain muda yang bermetamorfosis menjadi pemain andalannya di masa depan.

Meski demikian, publik Old Trafford dan para fans menaruh harapan besar pada Mou untuk mengulang kisah Gita Cinta dari SMA. Padahal Mou sadar yang ia lakukan adalah mencoba me-remake kisah tersebut menjadi Galih dan Ratna. Namun para penonton tak peduli dan terus memaksa. Maka jadilah sebuah film, menurut versi keduanya, berjudul Gita Cinta dari Old Trafford: Mourinho dan MU (2016-?).

***

Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, Galih dan Ratna memang fenomenal, namun di era milenial saat ini sosok dua sejoli itu sudah tergantikan oleh Rangga dan Cinta. Mungkin kita dibuat berpikir bahwa Mourinho sedang mengerjakan proyek Galih dan Ratna, namun sebenarnya ia ingin membuat kisah Rangga dan Cinta. Ya, bagi Mou biarlah Ferguson dan MU menjadi Galih dan Ratna dengan kisahnya yang kekal dan abadi. Ia ingin merajut kisah yang lebih modern dan kekinian.

Sayang seribu sayang, meski ingin menjadikan kisah dirinya dan klubnya saat ini seperti kisah Rangga dan Cinta, saya melihatnya bukan seperti film pertamanya, melainkan sekuelnya, Ada Apa Dengan Cinta? 2 (2016). Lalu apa bedanya? Jujur saja, bagi saya pribadi kisah Rangga dan Cinta sudah diakhiri dengan sempurna kala Rangga meninggalkan Cinta yang menangis sesenggukan di bandara. Sekian. Tak perlu ada lanjutan. Akan tetapi, animo masyarakat yang cukup besar dan fans setia yang terus mendesak akhirnya meluluhkan hati Mira Lesmana dan Riri Riza untuk melanjutkan kisah Rangga dan Cinta setelah terluntang-lantung selama 14 tahun! (Bayangkan 14 tahun! Yang kamu lakukan kepada saya itu jahat!)

[caption caption="Rangga dan Cinta || (sumber: bintang.com)"]

[/caption]

Ya, sebenarnya Ada Apa Dengan Cinta? 2 hanyalah sebuah fan service. Kisah Rangga dan Cinta dalam sekuel tersebut tidak se-epic film pertamanya, namun cerita yang dituangkan juga tidaklah buruk. Dan film AADC2 memang hanya sekedar pelepas dahaga untuk para fans.  Seluruh kru baik produser, sutradara, aktor dan aktris bekerja keras dalam merampungkan proyek ini dengan sepenuh hati. Dan seperti itulah yang saya lihat pada Mourinho dan MU. Mou juga bekerja keras untuk memenuhi ekspektasi publik Old Trafford. Buktinya ia sudah memberikan fan service berupa trofi Community Shield dan Piala Liga, ditambah potensi meraih trofi Liga Eropa. Anggap saja trofi kelas dua menjadi fan service dari awal kisah Rangga dan Cinta ini.

Musim ini, Mourinho dan MU memang tidak buruk-buruk amat kalau tidak disebut mengecewakan. Di liga mereka selalu menempati posisi favorit, posisi enam. Mencatat rekor 25 laga tak terkalahkan tetapi sering mencatat hasil imbang yang membuat Mou mendapat julukan baru, 'The Special One, One Point'. Pola permainan MU juga monoton. Sesekali mereka tampil menyerang, tetapi kadang mereka bertahan dan menunggu serangan balik. Seperti bukan Manchester United yang saya kenal.

Anyway, setiap kali menonton pertandingan MU yang berakhir kalah, imbang atau menang dengan kurang meyakinkan, membuat saya yang bukan fans MU selalu bertanya-tanya. "Ada apa dengan MU?", itu yang terbesit setelah laga usai. Lalu kala menonton pertandingan mereka berikutnya, pikiran itu kembali muncul, "Ada apa dengan MU? 2", lalu usai laga ketiga, saya kembali menggumam, "Ada apa dengan MU? 3", dan begitu seterusnya. Tak salah jika Ada Apa Dengan Cinta? memang cocok untuk menggambarkan MU saat ini.

[caption caption="Jose Mourinho di Old Trafford || (sumber: dailystar.co.uk)"]

[/caption]

Sebuah lagu terdengar. Saat menulis artikel ini saya memang sedang memutar tembang lawas yang dinyanyikan oleh penyanyi favorit saya, Gamaliel, Audrey dan Cantika (GAC). Gita Cinta dari Old Trafford, sebuah kisah yang ingin diulang Mourinho dan MU. Entahlah, saya sendiri tidak tahu bagaimana ending dari 'film'  tersebut. Dan sedetik kemudian, lantunan reff dari lagu Galih dan Ratna berkumandang...

Oh Galih oh Ratna..
Cintamu abadi..
Wahai Galih duhai Ratna..
Tiada petaka merenggut kasihmu..

Oh Mourinho oh MU..
Malangmu abadi..
Wahai Mourinho duhai MU..
Banyak petaka merenggut kisahmu..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun