Mohon tunggu...
Dennis Wara
Dennis Wara Mohon Tunggu... Konsultan - Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera

We Know More About Forest

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konstelasi Politik Menjelang Pilpres 2014

8 Oktober 2014   19:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:52 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14127468491695038587

Panasnya Suhu Politik

Entah kenapa, saat ini suhu politik di Indonesia melebihi panasnya suhu bumi akibat perubahan iklim (climate change). Pergolakan kawan lama, menjadi lawan baru saat ini lebih sering terlihat dimedia massa. Saat berkampanye “mereka” bergandengan mesra, namun ketika terjerat kasus korupsi bahkan kelingkingpun tak terlihat menyatu. Yah..ada yang bilang politik itu kejam. Bahkan Soe Hok Gie menekankan lagi bahwa “politik itu tai kucing”.

Tahun 2013 muncul sosok Joko Widodo, atau yang biasa dipanggil Jokowi. Sosok hangat, supel dan ramah asli Solo yang membawa angin segar perpolitikan di Indonesia. Jokowi bisa saja dianugerahi sebagai politikus muda sukses karena karir politiknya yang “bersih” dan tegas. Gaya komunikasi politik yang sangat aduhai, membuat masyarakat jatuh hati pada sosok yang satu ini. Yah..tahun 2013 telah melahirkan nama-nama dan sosok muda seperti Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Bima Arya (Walikota Bogor), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dan Gita Wiryawan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan) yang juga tengah naik daun.

Nama lama yang juga turut eksis di tahun 2013 pun kembali bermunculan seperti Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra), Megawati (Ketua Umum Partai PDI P), Wiranto (Ketua Dewan Pembina Partai Hanura). Sosok lama inilah yang juga tak mau kalah bersaing dengan para pesaing muda lainnya. Terkadang menjadi partai oposisi sedikit membosankan menurut mereka. Saat ini pun, banyak statment yang keluar dari “orang lama” ini mengenai “politik bersih”, adil, jujur, dan jargon-jargon postif lainnya.

Tancap Gas Partai Oposisi

Memang kesempatan mejadi partai oposisi ditengah carut marut dominasi partai berkuasa sangatlah menguntungkan. Topeng citra positif yang selama ini dibangun belum seluruhnya dilepas. Karena memang “topeng” inilah yang menjadi senjata pamungkas untuk menghadapi gejolak politik 2014. Nah,.setelah menjadi partai penguasa barulah, silahkan buka “topeng’ anda dan pasang kaca mata kuda sebagai gantinya. Artinya adalah sudah cukup kenyang kami melihat kanan kiri (baca: rakyat) sewaktu menjadi oposisi, saatnya kami mencari kekuasan yang hakiki di pemerintahan.


Beberapa iklan politikpun menjangkit disejumlah stasiun televisi. Maklum, beberapa bakal Capres dan Cawapres adalah pemilik stasiun televisi yang kondang mengudara. Entah ini peluang atau bumerang, biar masyarakat saja yang menilai. Tak ketinggalan partai penguasa (Demokrat) tengah mengadakan konvensi capres. Tak disadari bahwa beberapa calon tersebut diantara adalah aktivis intelektual pendidikan (rektor), mantan penegak hukum (MK), birokrat (BUMN), perwira tinggi TNI, dan masih banyak lagi.

Aksi Gandeng Politikus

Deklarasi Win-HT untuk menjadi Capres dan Cawapres dari partai Hanura mungkin terlalu prematur. Ditengah politik gerilya para kader politik dari partai lain untuk menghimpun massa, Partai ini secara blak-blakan muncul diberbagai media cetak dan elektronik untuk meraih simpati masyarakat. Tidak pula ketinggalan Surya Paloh, pria berkumis dan brewok tebal ini sering sekali menggaungkan nilai-nilai demokrasi ditengah . Dialektika politik yang bersahaja dan penuh tanda tanya, sebenarnya agenda politik apa yang akan diluncurkan menjelang pilpres 2014. Akan menggandeng tokoh politik atau partai apa di panggung politk tahun ini. Prabowo subianto, nampaknya sibuk bersilaturahmi dengan beberapa tokoh politik kawakan, bahkan Presiden SBY pun tak luput dari jangkauan silaturahmi mantan pimpinan tertinggi Kopassus ini.

Cerdas Memilih

Banyaknya pilihan calon pemimpin negeri kelak, nampaknya tidak membuat masyarakat canggung dalam menentukan pilihannya. Masyarakat saat ini melek teknologi, melek politik, tidak “tuna wicara” jika memang calon pemimpinnya melakukan hal negatif di masyarakat. Tidak sedikit yang menolak politik uang, walaupun masih kentalnya kultur politik uang di Indonesia. Jangan mudah termakan iklan-iklan politik yang menjebak. Menjual janji-janji politik, nampaknya masih menjadi agenda utama para calon dalam menyampaikan gagasan-gagasan kenegaraannya. Semakin cerdas para politikus dalam berkampanye, seharusnya semakin cerdas pula para pemilih menyikapinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun