Mohon tunggu...
Dennis Gavriel
Dennis Gavriel Mohon Tunggu... Pelajar

Seseorang yang sedang mencoba mengamati kejadian di sekitar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meneliti Kembali Kasus Dugaan Korupsi Nadiem Makarim

13 September 2025   13:26 Diperbarui: 13 September 2025   13:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolaborasi dengan Gemini

Indonesia kembali dikejutkan dengan kasus korupsi, namun bukan korupsinya yang mengejutkan melainkan subjek yang terlibat yang membuat Indonesia terkejut. NAM alias Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan periode 2019-2022 diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook pada tahun 2019-2022. Padahal NAM selalu dijadikan contoh sebagai generasi kreatif untuk Generasi Muda Indonesia menyongsong Generasi Emas 2045.

Sudah satu minggu sejak penetapan NAM sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi program digitalisasi Pendidikan terkait pengadaan laptop Chromebook pada tahun 2019-2022. NAM diduga sudah ikut terlibat sejak awal pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membahas program Google for Education yang menggunakan perangkat Chromebook. Peran NAM dalam kasus ini, menurut Kejagung adalah menyetujui produk Google yakni Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM). Dalam beberapa kali pertemuan NAM dan pihak Google Indonesia sudah menyepakati bahwa dua produk tersebut akan dijadikan dasar proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Maka NAM diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 11 Tahun 2021. Kedua peraturan ini, bersama dengan Perpres Nomor 123 Tahun 2020, menjadi landasan hukum yang diduga dilanggar dalam proyek pengadaan laptop chromebook tersebut. Lantas apa kaitannya dengan peraturan-peraturan itu, mari kita Analisa Bersama.

  • Perpres Nomor 12 Tahun 2021

Perpres ini merupakan perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perpres ini mengatur prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya. Dalam kasus NAM, dugaan pelanggarannya adalah adanya spesifikasi yang mengunci pada suatu sistem operasi yakni Chrome OS. Dugaan ini dilihat oleh Kejagung karena ada perintah NAM kepada SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis juklak yang spesifikasinya sudh mengunci yaitu Chrome OS.

Hal ini dianggap melanggar prinsip keterbukaan yang seharusnya bersifat terbuka, transparan, dan tidak diskriminatif. Peraturan ini diadakan agar semua penyedia barang dan penyedia jasa memiliki kesempatan yang sama.

  • Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021

Peraturan ini adalah pedoman teknis yang mengatur tentang perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Diduga dalam pengadaan laptop Chromebook proses perencanaannya tidak dilakukan sesuai pedoman. Hal ini terkait dengan dugaan adanya "pesanan" atau "perintah" dari pihak Kementerian untuk mengadakan Chrome OS. Sehingga proses perencanaan tidak didasarkan pada kebutuhan rill di lapangan, melainkan diarahkan untuk memberi keuntungan pada suatu produk tertentu. Hal ini kemudian diduga melanggar pedoman perencanaan yang seharusnya berorientasi pada output atau hasil yang mengacu pada kinerja dan kebutuhan nyata dari instansi yang bersangkutan.

Secara singkat, ketiga peraturan ini (Perpres 123/2020, Perpres 12/2021, dan Peraturan LKPP 11/2021) menjadi landasan hukum yang mengatur bagaimana dana pemerintah, khususnya DAK, harus digunakan untuk pengadaan barang dan jasa. Dugaan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan ini menjadi senjata utama bagi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut kasus ini, dengan fokus pada ketidaksesuaian prosedur, penyusunan spesifikasi yang mengunci, dan dugaan kerugian negara yang ditimbulkan.

Alhasil negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp 1, 98 triliun, namun jumlah pastinya masih dalam perhitungan. Atas dugaan ini NAM disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Nadiem ketika Digiring untuk DItahan (Kompas.com)
Nadiem ketika Digiring untuk DItahan (Kompas.com)

"Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar. Allah akan mengetahui kebenaran," ucap NAM sambil berteriak ketika dibawa dengan menggunakan jas merah Kejagung.

"Bagi saya seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran adalah nomor satu. Allah akan melindungi saya. Insyaallah," lanjutnya.

"Nadiem Makarim tidak menerima uang 1 sen pun, tidak ada mark-up, dan tidak ada yang diperkaya. Saya hanya butuh 10 menit untuk membuktikan itu di depan Presiden Prabowo," kata Hotman, dikutip dari akun Instagram pribadinya, Jumat (5/9/2025). 

Kompas.com
Kompas.com

NAM dan pengacaranya memang telah menyatakan bahwa klienya tidak menerima keuntungan pribadi dari proyek tersebut. Namun penanganan kasus korupsi tidak hanya dilihat karena dengan menerima keuntungan untuk memperkaya diri sendiri. Mari kita analisa bersama terkait dugaan pelanggaran NAM. Sebab dengan memihak atau mengunci dan dugaan memperkaya instansi lain juga bisa dikatakan korupsi. Niat jahat atau Mens Rea bisa saja disambungkan dengan memperkaya orang lain atau instansi lain.

  • Penerapan Pasal yang dikenakan

Syarat seseorang bisa dibilang korupsi dalam pasal 3 UU Tipikor adalah adanya penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang dimiliki karena jabatan. Sementara dalam pasal 2 lebih umum menjerat dengan syarat setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Kata kuncinya adalah memperkaya dan menyalahgunakan wewenang. Jika dilihat dari penjabaran kedua pasal ini, sepertinya pasal 3 tampaknya lebih relevan dengan peran NAM sebagai Menteri. Peran NAM kala itu adalah menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. Dalam lampiran peraturan itu, spesifikasi teknis sudah dipatok menggunakan Chrome OS dan dinilai menyalahi peraturan perundang-undangan.

  • Pertemuan Awal dengan Pihak google Indonesia

Menurut Kejaksaan Agung, dugaan niat jahat NAM dimulai pada Februari 2020. Pada saat itu, NAM yang menjabat sebagai Mendikbud, melakukan pertemuan dengan perwakilan Google Indonesia untuk membahas produk Google for Education. Dari pertemuan tersebut, disepakati bahwa proyek pengadaan alat TIK akan menggunakan ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM). Hal ini dianggap sebagai tindakan awal yang mengunci spesifikasi produk sebelum proses pengadaan dimulai secara resmi.

Kemudian tuduhan berlanjut saat NAM menerbitkan peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 5 Tahun 2021. Dalam Lampiran peraturan tersebut, spesifikasi teknis untuk pengadaan alat TIK diduga sudah mengarah dan mengunci pada sistem operasi Chrome OS. Padahal pengadaan barang dan jasa seharusnya bersifat terbuka dan kompetitif. Tindakan ini yang kemudian dianggap oleh Kejagung sudah sebagai penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

  • Pengabaian kajian Awal dan kebutuhan Sekolah

Sebelumnya Google telah mengirimkan surat kepada Kemendikbudristek untuk menawarkan partisipasi dalam pengadaan alat TIK. Surat tersebut diabaikan oleh menteri sebelumnya karena uji coba pengadaan Chromebook pada 2019 dinilai gagal, terutama untuk sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Namun NAM justru merespons dan mendorong agar Chromebook diloloskan dalam pengadaan TIK tahun 2020. Meskipun ada temuan ini, proyek tetap dilanjutkan sehingga mengindikasikan adanya unsur kesengajaan untuk mengabaikan suatu prosedur yang benar demi meloloskan suatu produk tertentu.

Sebenarnya kasus yang menjerat NAM merupakan kasus yang menarik. Penetapan NAM sebagai tersangka adalah berakar dari penyalahgunaan wewenang dan bukan pada unsur menerima aliran dana pribadi. Maka inilah yang justru menjadi poin krusial. Fokus Kejaksaan Agung tampaknya adalah pada bagaimana NAM diduga menggunakan jabatannya sebagai Mendikbudristek untuk mengarahkan dan mengunci proyek pengadaan laptop senilai Rp 1,89 triliun secara spesifik kepada produk google yaitu Chromebook.

Aspek menarik dari kasus ini juga terkait Mens Rea (Niat Jahat). Sebagaimana yang telah kita lihat bersama tentang dugaan niat jahat NAM untuk mengunci satu produk tertentu. Maka Kejagung perlu membuktikan bahwa tersangka NAM memang sengaja bukan karena kelalaian melakukan perbuatan yang menguntungkan pihak lain, sebagaimana yang diungkapkan dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor. Justu ini menjadi tantangan karena jika NAM memang terbukti bersalah, maka harus ada bukti yang jelas bahwa ia menyalahgunakan wewenangnya dengan sengaja untuk menguntungkan pihak lain dan bukan karena kelalaian. Perlu diingat NAM sendiri mengklain bahwa pemilihan ChromeBook didasarkan pada kajian tim yang menunjukkan efiensi anggaran dan manfaat bagi sekolah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun