Fenomena pinjaman online (PINJOL) seperti Adakami, Adapundi, Easycash, Kredit Pintar, Tunaiku, CasCepat, Allobank, Pinjamduit, Cairin, FinPlus, RupiahCepat, UangMe, PinjamYuk, 360Kredi, Samir, Uatas, BantuSaku, Singa, telah menjebak jutaan masyarakat Indonesia ke dalam jeratan utang yang mencekik, disertai tekanan psikologis, teror penagihan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Banyak yang merasa tidak berdaya, seolah tidak punya kekuatan hukum untuk melawan.
Padahal, praktik semacam ini bisa dan seharusnya dibawa ke ranah perdata. Salah satu kasus yang bisa dijadikan pelajaran penting adalah kasus Citibank di Indonesia, yang pernah berujung ke ranah hukum perdata dan membuka jalan bagi masyarakat untuk menuntut keadilan.
Kilasan Kasus Citibank: Pelanggaran Etika Penagihan dan Hak Nasabah
Kasus Citibank mencuat pada tahun 2011 ketika seorang nasabah bernama Irzen Octa meninggal dunia setelah diduga mendapat tekanan saat proses penagihan utang oleh pihak debt collector Citibank. Meskipun sekelas Citibank, tindakan para penagihnya dianggap melampaui batas dan menimbulkan konsekuensi fatal.
Kasus ini kemudian berlanjut ke ranah hukum, termasuk gugatan perdata yang diajukan oleh keluarga korban, dengan tuduhan pelanggaran terhadap etika penagihan, hak konsumen, dan dugaan kelalaian sistemik dari pihak bank.
Apa Pelajaran untuk Masyarakat?
1. Penagihan yang Merugikan Bisa Digugat
Jika Citibank saja bisa digugat secara perdata karena kelalaian dan tindakan tidak etis dalam penagihan, maka semua PINJOL legal kesayangan OJK dengan praktik kasar pun bisa digugat lebih-lebih lagi. Banyak pinjol legal kesayangan OJK tidak hanya menagih secara tidak etis, tapi juga menyebarkan data pribadi, mengancam, dan mempermalukan nasabah --- ini pelanggaran hukum serius.
2. Gugatan Perdata Adalah Hak Masyarakat
Masyarakat yang dirugikan secara psikologis, ekonomi, atau sosial oleh pinjol berhak mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri, baik secara individu maupun kolektif (class action). Dalam gugatan ini, korban bisa menuntut: