Mohon tunggu...
Deni Lorenza
Deni Lorenza Mohon Tunggu... penulis

Seorang penulis berdedikasi yang mengeksplorasi pengembangan diri dan perubahan hidup melalui tulisan yang inspiratif dan berbasis penelitian ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kesadaran Penuh: Cara Menyadari Kebiasaan Buruk dan Mengubahnya Dengan Penuh Penasaran

5 Februari 2025   12:37 Diperbarui: 5 Februari 2025   12:37 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat pertama kali mencoba meditasi, seseorang mungkin diberikan instruksi yang terdengar sangat sederhana: fokus pada pernapasan, dan ketika pikiran mulai mengembara, kembali fokus pada pernapasan. Terdengar mudah, bukan? Namun, kenyataannya, banyak yang merasa kesulitan. Di tengah musim dingin yang dingin, mereka duduk diam, berkeringat hingga tembus kaus. Setiap kali kelelahan datang, mereka hanya bisa tidur sebentar. Meski instruksinya sederhana, kenyataannya sangat sulit untuk dipraktikkan.

Mengapa fokus bisa begitu sulit? Mengapa, meskipun seseorang berusaha keras untuk fokus, sering kali pikiran mereka melayang ke tempat lain? Fenomena ini tidak hanya terjadi saat meditasi, tetapi juga dalam banyak situasi lain. Ketika seseorang berusaha untuk fokus pada suatu hal, seperti mendengarkan ceramah, tak jarang pikiran mereka mulai mengembara, dan mereka tergoda untuk mengecek ponsel atau media sosial. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi?

Jawaban atas pertanyaan ini berkaitan dengan cara kerja otak dalam proses belajar. Salah satu konsep dasar dalam cara manusia belajar adalah penguatan positif dan negatif. Pada dasarnya, konsep ini sederhana. Misalnya, ketika seseorang melihat makanan yang tampak enak, otak langsung memberikan sinyal bahwa itu adalah sesuatu yang baik untuk dikonsumsi, dan mereka merasa senang setelah memakannya. Proses ini adalah pola yang dipelajari dan diulang-ulang, karena otak mengaitkan rasa senang dengan perilaku tertentu. Begitu pula dengan kebiasaan buruk, seperti merokok atau makan berlebihan saat stres. Seseorang melihat orang lain merokok dan merasa mereka keren, kemudian mereka mencoba merokok, dan akhirnya merasa senang. Perasaan senang inilah yang memicu mereka untuk mengulangi perilaku tersebut, hingga kebiasaan ini terbentuk.

Namun, proses ini tidak selalu berjalan baik. Kebiasaan buruk, seperti merokok atau makan berlebihan, sering kali terbentuk dengan cara yang sama. Padahal, seseorang tahu bahwa kebiasaan ini bisa membahayakan tubuh. Tetapi ketika mereka merasa stres atau tertekan, otak kembali ke kebiasaan lama, seperti merokok atau makan cokelat, karena itu memberikan rasa lega sementara. Proses penguatan positif ini bisa menjadi masalah saat kebiasaan buruk terbentuk, dan seseorang merasa terjebak dalam lingkaran kebiasaan yang sulit untuk dihentikan.

Lalu, bagaimana seseorang bisa mengatasi kebiasaan buruk ini? Bagaimana mereka bisa belajar untuk berhenti merokok atau berhenti makan berlebihan tanpa harus memaksakan diri atau merasa tertekan? Salah satu pendekatan yang dapat dicoba adalah dengan menggunakan konsep mindfulness atau kesadaran penuh. Alih-alih berusaha keras untuk mengubah perilaku langsung, seseorang bisa mencoba untuk lebih penasaran dengan pengalaman yang sedang mereka alami. Ini adalah pendekatan yang sangat berbeda dari sekadar memaksakan diri untuk fokus pada pernapasan atau menghindari kebiasaan buruk dengan paksa.

Sebuah eksperimen yang dilakukan di sebuah laboratorium mencoba pendekatan ini. Peserta yang ingin berhenti merokok diminta untuk benar-benar merasakan dan menyadari bagaimana rasanya saat merokok. Mereka diminta untuk memperhatikan setiap sensasi yang muncul saat merokok, seperti bau rokok, rasa di mulut, dan perasaan tubuh mereka. Salah seorang peserta dalam eksperimen ini mengatakan bahwa setelah merokok dengan penuh kesadaran, dia merasa bahwa rokok itu sangat tidak enak. Dia bisa merasakan betapa buruknya rasa dan baunya, dan ini membuat dia sadar akan kebiasaan merokok yang selama ini dia lakukan tanpa berpikir. Inilah contoh bagaimana latihan kesadaran dapat membantu seseorang memutuskan kebiasaan buruk dengan cara yang lebih alami dan tidak memaksakan diri.

Kesadaran bukan hanya tentang menghindari kebiasaan buruk, tetapi lebih pada memahami dan menyadari setiap pengalaman dengan lebih jernih. Ketika seseorang terjebak dalam kebiasaan buruk, mereka sering kali melakukannya secara otomatis tanpa benar-benar menyadari dampaknya. Namun, dengan kesadaran penuh, mereka bisa lebih menyadari konsekuensi dari tindakan mereka, dan ini akan membantu mereka melepaskan kebiasaan buruk tersebut dengan lebih mudah. Kesadaran ini memberikan kesempatan untuk melihat hasil dari perilaku mereka dengan lebih jelas, dan ketika mereka benar-benar menyadari betapa tidak menyenangkannya kebiasaan buruk tersebut, mereka akan lebih mudah untuk melepaskannya.

Namun, proses ini tidak terjadi dalam semalam. Dibutuhkan waktu dan latihan untuk membangun kesadaran dan mengubah kebiasaan. Ini bukanlah solusi instan, tetapi lebih kepada pendekatan jangka panjang yang mengandalkan perubahan bertahap. Ketika seseorang belajar untuk lebih sadar dengan diri mereka sendiri, mereka bisa melihat kebiasaan buruk dari sudut pandang yang lebih objektif dan mulai membentuk kebiasaan baru yang lebih sehat.

Kesadaran juga membantu seseorang keluar dari pola kebiasaan yang berbasis pada rasa takut atau dorongan otomatis. Saat merasa terjebak dalam dorongan untuk merokok, makan berlebihan, atau melakukan perilaku lainnya, mereka bisa berlatih untuk berhenti sejenak dan menyadari apa yang terjadi dalam tubuh dan pikiran mereka. Perasaan yang mereka alami pada saat itu hanyalah sensasi tubuh yang datang dan pergi, dan mereka bisa memilih untuk tidak mengikuti dorongan tersebut.

Dalam berbagai penelitian, ditemukan bahwa latihan kesadaran bisa lebih efektif daripada terapi konvensional dalam membantu orang berhenti merokok. Melalui latihan kesadaran, seseorang bisa lebih menyadari bahwa dorongan untuk merokok atau makan berlebihan hanyalah sensasi sementara yang bisa dilepaskan dengan mudah. Hal ini membuka jalan bagi perubahan perilaku yang lebih sehat tanpa perlu merasa tertekan atau memaksakan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun