Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sastra Klasik: Contoh Gurindam, Peribahasa, dan Syair

27 Januari 2022   07:29 Diperbarui: 27 Januari 2022   07:36 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hidup yang tiada berguna. Dalam hikayat Kalilah dan Daminah; barang siapa yang menyembunyikan dirinya, seorang tiada mengenal dia dan iapun tidak mengenal orang, jika lama sekalipun usinya sis-sia juga. Umpama; seperti daun delima dengan bunganya, sungguhpun lama daunnya itu daripada bungnya, tiada berguna kepada orang, hanyalah bunganya jua.

3. Syair Ken Tambuhan "Raden Inu Membela Kekasihnya"

Masalah yang datang silih berganti, membuat Ratu bingung bukan kepalang. Alam mulai menampakkan fenomenanya. Matahari meredup seakan enggan menampakkan keperkasaannya. Gemuruh dan angin mulai berdatangan, sehingga hujan pun tak terelakan. Tak lama kemudian hujan pun berhenti. Pelangi pun mulai muncul menghiasi langit yang sunyi.

Di hutan Raden mengalami kesialan. Tak ada seekor binatang pun yang muncul di hadapan. Bahkan seekor belalang pun serasa enggan untuk bermunculan. Dengan nada kesal Raden berkata, "Lelah rasanya aku mencari, seluruh hutan telah tertelusuri, namun hewan buruan tak satupun kutemui". Hari telah siang, Raden pun beristirahat di sebuah pohon. Para prajurit diperintahnya untuk mencari buruan. Lalu ia duduk di sebuah batu di tepian sungai. Hatinya terkenang-kenang akan wajah Ken Tambuhan. Dalam hatinya seakan ia berkata "Engkau bak emas sekati yang selalu kurindu sampai mati. Di tengah lamunanya itu, datanglah Raden Menteri mengajaknya untuk mandi di sungai. Tak lama kemudian, datanglah Wirarandani menyampaikan perasaannya, bahwa ia memiliki firasat buruk. Ia pun mengajak Tuannya untuk pulang.

Raden mandi dengan berpakaian sehingga ia bersalin dengan kain basah, ketika ia mandi ia melihat sebuah rakit yang indah. Rakit yang berhiaskan bunga itu, membuat tertarik hati Raden. Raden Menteripun memerintahkan Wiradandani untuk mengambil rakit tersebut dengan segala keberanian dan semangat juang, Wiradandani mengejar rakit tersebut, namun apalah jua rakit itu tak dapat tercapai. Raden yang penasaran turut serta dalam pengejaran itu. Keajaibanpun datang, rakit yang di kejar banyak orang justru datang dengan sendirinya kehadapan kakanda Raden. Beruntungnya raden bunga yang susah di cari malah datang menyerahkan diri.

Dihampirinya kumpulan bunga itu, ternyata terdapat sesosok tubuh. Ia terkejut bukan main, tubuh yang terdapat di atas rakit itu ternyata adalah mayat Ken Tambuhan. Diangkatnya tubuh itu, dicumbu dan dipeluk. Tangispun semarak merebak di tempat itu. Raden tak menyangka, siapa yang begitu tega membunuh istrinya. Radenpun jatuh pingsan sambil memeluk istrinya itu. Wiradandani datang menghampiri, memberikan air ke muka tuannya. Radenpun tersadar dari pingsannya dan ia pun berkata 'hati Rden resah dan gundah menahan kesedihan yang membara ia pun masih tak dapat menerima hal yang terjadi pada istrinya itu.   

Raden masih bertanya-tanya, siapakah gerangan yang membunuh istrinya. Baru saja ia tinggal sebentar, bencana sudah datang menghampiri. Luka yang terdapat pada tubuh Ken Tambuhan menebus hingga kebelakang. Raden pernah berjanji untuk sehidup semati dengan istrinya. Melihat luka didada Ken Tambuhan, Raden kehilangan  akal sehatnya. Segera ia ambil sebilah keris dan dihempaskannya ke tuuhnya sendiri. Wirarandani ingin menceganya, namun terlambat. Raden pun rebah di dekat mayat istri tercintanya.

Segenap manusia yang berada di tempat itu pun tak dapat menahan kesedihan. Tuan yang diagung-agungkannya telah hilang nyawanya. Diambil keris dari tangan Raden. Darah sebar berhamburan kemana-mana. Pemandangan yang menyedihkan, mereka semua tidak pernah menyangka bahwa kekuatan citra dapat menyebabkan hal seperti ini terjadi. Segera Wiradandana memerintahkan kepada Wirakerta untuk menyampaikan berita duka ini kepada raja. Wirakerta bergegas berjalan, menangislah ia sambil berlarian. Setiap orang yang melihatnya terheran-heran. Mengapa wajah Wirakerta bercucuran air mata, namun tak satu pun dari orang itu ia tanggapai. Ia terus berlari sambil menitikan air mata yang tak henti-henti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun