Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Catatan Diri: R.I.N.D.U.

18 Januari 2022   14:15 Diperbarui: 18 Januari 2022   14:24 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Catatan Diri: R.I.N.D.U.

Ku tatap birunya langit

Dihiasi putihnya awan: terasa indah

Bila kau tlah mencari terangnya mentari

Kau akan menemukan cahaya jiwaku

Bila kau tlah mendengar nyanyian burung


Kau akan mendengar pula suara hatiku

Bila kau tlah mandi dengan tetesan embun

Kau akan merasakan segarnya ketulusanku

Bila kau tlah mengerti maknanya pagi

Maka kau akan mengerti makna cintaku

Lalu ku tatap lagi birunya langit

Kutemukan senyumanmu di atasnya

Kau tlah menyaksikan janji cintaku terhadap pagi

Ditemani kebahagiaanku

Bila kau tlah tahu maknanya cintaku

Kau akan mensucikan cintaku itu

Sahabat dan keluarga. Kerinduanku untuk mereka. Sekarang atau esok. Aku mengalami krisis yang tak dapat diubah dalam demokratis kehidupan. Karena aku tahu sahabat dan keluarga begitu jauh dari sisiku. Mengapa perasaan ini harus mengunjungiku saat ini? Ketika aku telah menyimpan kenangan masa lalu di kertas biru yang ku selipkan di rak hatiku. Sahabat dan keluarga, tak dapat membuatku tersenyum tetapi sebaliknya sahabat dan keluarga selalu menarik air mataku dari hamparan mataku. Entahlah, aku begitu bodoh atau kegilaan. Sahabat yang selalu ada dalam setiap keadaanku. Keluarga adalah persemayaman kehidupanku. Dulu, makna itu memang benar ada sesuai kamusnya tetapi sekarang makna itu menjadi buyar dan dapat menjadikan diriku parno (paranoid). Aku membencinya. Aku memalingkannya, dan aku tak membutuhkannya.

Sahabat dan keluarga. Dua hal yang seharusnya menjadi dua sisi yang tak terpisahkan dalam hidupku. Jengah aku memikirkannya. Pilu aku merasakannya. Saat ini, yang kuinginkan hanya cinta keabadian, yang tidak akan meninggalkanku sendiri di tempat yang sepi. Ke mana harus mencari cinta seperti itu? Sahabat? Keluarga? Ataukah aku ditakdirkan untuk hidup sendiri? Pernahkah orang berpikir bahwa hidup itu adalah bersenang-senang, mempermainkan orang, dan menyimpan dosa di benak orang lain.

Hanya saja sahabat dan keluarga tak bisa aku matikan kedudukannya di hatiku. Meskipun mereka jauh dalam perasaan tetapi dekat dalam pandangan. Jadi mereka tidak akan pergi. Lantas apa aku harus menyakiti diriku sendiri? Dengan air mata yang terkuras dalam cinta yang keras?

"Biarkan cinta tumbuh dalam perasaan yang tandus, biarkan air mata mengalir dalam jiwa yang dzikir, dan biarkan kesuksesan datang dalam suasana yang lapang. Sahabat dan keluarga akan menjadi kayu bakar kehidupan sehingga akan tetap menyala di saat aku berdoa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun