Lalu ku tatap lagi birunya langit
Kutemukan senyumanmu di atasnya
Kau tlah menyaksikan janji cintaku terhadap pagi
Ditemani kebahagiaanku
Bila kau tlah tahu maknanya cintaku
Kau akan mensucikan cintaku itu
Sahabat dan keluarga. Kerinduanku untuk mereka. Sekarang atau esok. Aku mengalami krisis yang tak dapat diubah dalam demokratis kehidupan. Karena aku tahu sahabat dan keluarga begitu jauh dari sisiku. Mengapa perasaan ini harus mengunjungiku saat ini? Ketika aku telah menyimpan kenangan masa lalu di kertas biru yang ku selipkan di rak hatiku. Sahabat dan keluarga, tak dapat membuatku tersenyum tetapi sebaliknya sahabat dan keluarga selalu menarik air mataku dari hamparan mataku. Entahlah, aku begitu bodoh atau kegilaan. Sahabat yang selalu ada dalam setiap keadaanku. Keluarga adalah persemayaman kehidupanku. Dulu, makna itu memang benar ada sesuai kamusnya tetapi sekarang makna itu menjadi buyar dan dapat menjadikan diriku parno (paranoid). Aku membencinya. Aku memalingkannya, dan aku tak membutuhkannya.
Sahabat dan keluarga. Dua hal yang seharusnya menjadi dua sisi yang tak terpisahkan dalam hidupku. Jengah aku memikirkannya. Pilu aku merasakannya. Saat ini, yang kuinginkan hanya cinta keabadian, yang tidak akan meninggalkanku sendiri di tempat yang sepi. Ke mana harus mencari cinta seperti itu? Sahabat? Keluarga? Ataukah aku ditakdirkan untuk hidup sendiri? Pernahkah orang berpikir bahwa hidup itu adalah bersenang-senang, mempermainkan orang, dan menyimpan dosa di benak orang lain.
Hanya saja sahabat dan keluarga tak bisa aku matikan kedudukannya di hatiku. Meskipun mereka jauh dalam perasaan tetapi dekat dalam pandangan. Jadi mereka tidak akan pergi. Lantas apa aku harus menyakiti diriku sendiri? Dengan air mata yang terkuras dalam cinta yang keras?
"Biarkan cinta tumbuh dalam perasaan yang tandus, biarkan air mata mengalir dalam jiwa yang dzikir, dan biarkan kesuksesan datang dalam suasana yang lapang. Sahabat dan keluarga akan menjadi kayu bakar kehidupan sehingga akan tetap menyala di saat aku berdoa."