Mohon tunggu...
Dena Hidayat
Dena Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mahasiswa ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Masyarakat dan Laki-laki Feminin, Positif atau Negatif?

8 Februari 2024   16:48 Diperbarui: 8 Februari 2024   18:34 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun bermunculan di media sosial, lebih dari 25 dari 36 responden tidak setuju dalam mewajarkan konten tersebut. Mereka tidak menyukainya sehingga konten laki-laki feminine dapat dikatakan tidak wajar untuk dinormalisasikan.

Dalam hal kesetaraan gender dalam bentuk stereotip, 22 dari 36 responden tidak setuju mengatakan laki-laki feminin itu merupakan bentuk kesetaraan gender. 

Di sini dapat dikatakan bahwa masyarakat masih menganggap "tabu" jika melihat laki-laki feminin karena beranggapan laki-laki itu seharusnya maskulin dan gagah. 

Lebih dari setengah jawaban responden menganggap bahwa konten-konten laki-laki feminin tidak menghibur dan bukan merupakan sebuah cara mencari jati diri seseorang. Lebih dari setengah jawaban responden pun menganggap gender itu tidak dapat diubah, laki-laki tetap dengan maskulinitasnya serta perempuan dengan feminitasnya.

Karena pandangan masyarakat terhadap laki-laki feminin seringkali melibatkan stereotip gender yang membatasi ekspresi dan identitas individu. 

Laki-laki feminin mungkin mengalami tekanan sosial untuk sesuai dengan norma maskulinitas yang tradisional, sehingga mereka mungkin sulit untuk mengekspresikan sisi feminin mereka tanpa dihakimi. 

Hal ini dapat mempengaruhi mereka dan membuat mereka merasa tidak diterima di masyarakat. Penting untuk mendorong pendidikan gender yang lebih inklusif, di mana setiap individu diterima tanpa dipaksakan sesuai stereotipe gender yang sempit. 

Membiarkan laki-laki feminin dalam mengekspresikan diri dengan bebas dan aman selama tidak merusak moral adalah hal penting dalam membangun masyarakat adil dan memahami tentang keragaman gender.

Sumber:

Kosasih, E. (2019). Literasi Media Sosial dalam Pemasyarakatan Sikap Moderasi Beragama. Bimas Islam, 12 No. 1.

Nauly, M. (2003). Konflik gender & seksisme: studi banding laki-laki batak, minangkabau dan jawa. Yogyakarta: Arti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun