Tantangan dan Ketakutan yang Tak Perlu Ditutupi
Memang tidak mudah. Ada tantangan infrastruktur yang belum memadai, regulasi yang seringkali tumpang tindih, hingga isu klasik keterbatasan anggaran. Tapi justru di situlah letak urgensinya: RDTR akan menjadi kompas yang memandu pemerintah pusat dan daerah, serta memberi sinyal jelas kepada investor dan mitra bilateral bahwa TTU siap tumbuh.
Ketiadaan RDTR hanya akan memperkuat ketakutan lama: perbatasan sebagai wilayah tertinggal, sumber penyelundupan, dan rawan konflik lahan. Sebaliknya, kehadiran RDTR dan payung hukum Perpres adalah deklarasi bahwa TTU ingin dan mampu menjadi poros kemajuan timur Indonesia.
Penutup: Waktu Tidak Bisa Menunggu
Mendorong percepatan pengesahan Perpres RDTR bukanlah soal ambisi politik lokal semata, tapi tentang masa depan generasi muda di perbatasan. Apakah mereka akan terus melihat daerahnya sebagai tempat yang harus ditinggalkan untuk sukses, atau sebagai tanah harapan yang bisa dibangun bersama?
Pemerintah pusat harus mendengar, dan bertindak. Perpres tentang RDTR WP Napan dan Kefamenanu bukan hanya tentang legalitas tata ruang, tapi tentang martabat perbatasan Indonesia.
Catatan:
Uraian ini berdasarkan kajian empiris dari informasi berita resmi:
- Zonanusantara.com – Dorongan Pengesahan Perpres RDTR oleh Bupati TTU
- LPPL RSPD TTU – RDTR Sebagai Kunci Kemajuan Kawasan Perbatasan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI