Globalisasi telah mengintegrasikan seluruh negara ke dalam ekonomi dunia, termasuk negara Indonesia. Negara yang mampu mengolah dan menghasilkan energi siap pakai untuk keperluan industri akan memenangkan persaingan ekonomi global.Â
Berkenaan dengan ekonomi normatif ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, nilai ekspor Indonesia pada bulan Maret naik 0,23% menjadi US$ 14,09 miliar jika dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini akibat ditopang oleh ekspor non migas pada bulan maret mengalami kenaikan sebesar 16,29% dari US$ 805 juta menjadi US$ 673,9 juta di Maret 2020.
Menurut Kementrian ESDM harga rata-rata minyak mentah Indonesia dinilai lebih menguntungkan kontraktor migas dibandingkan negara. Harga minyak mentah Indonesia pada bulan April 2020 sebesar US$ 20,66 per barel, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan ICP pada bulan Maret 2020 sebesar US$ 34,23 per barel. Hal ini akan mengakibatkan perekonomian negara Indonesia mengalami penurunan walaupun tidak terlalu signifikan.
Negara Indonesia sebenarnya sudah masuk kedalam kategori negara miskin energi, hal ini berdasarkan cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia sudah sangat minim hanya tinggal dalam hitungan dekade. Namun pemerintah saat ini masih tetap memaksakan untuk melakukan ekspor guna memenuhi kubutuhan nasional yang semakin membengkak.Â
Oleh karenanya pemerintah harus berani dan tanpa ragu untuk menghentikan ekspor komoditas energi. Jika tidak ada upaya dan solusi jitu maka Indonesia akan kehilangan daya saing ekonomi. Hal ini akan berbuntut panjang pada industri tanah air yang sedang mengalami perang dagang dengan negara lain.
Terlebih adanya pandemi COVID-19 akan berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi salah satunya adalah anjloknya permintaan minyak Internasional.Â
Dalam situasi seperti ini, pasar internasional berpotensi terjadinya kelebihan pasokan akibat peningkatan pasokan minyak yang dilakukan oleh perusahaan Arab Saudi. Hal ini akan mengakibatkan harga minyak akan semakin turun dan tidak terkendali.Â
Amerika Serikat sebagai negara besar mengambil langkah dalam mengatasi krisis ini dengan cara menjembatani persaingan harga minyak mentah antara Rusia dengan Arab Saudi. Hal ini juga mengakibatkan kenaikan harga minyak mentah milik AS yang didukung oleh rencana AS untuk membeli hingga 30 juta barel minyak mentah pada akhir bulan Juni ini.
Strategi ini diambil oleh Departemen Energi AS guna menyelamatkan beberapa produsen mereka yang sedang mengalami persaingan harga Internasional. Ditengah keadaan yang tidak menentu inilah Indonesia berpeluang untuk melakukan pengalihan dari ekspor minyak mentah menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT). Salah satu negara yang membutuhkan banyak energi terbarukan adalah Belanda yang menargetkan pada 2025 tidak lagi menggunakan BBM, mereka mulai mengembangkan penggunaan transportasi berteknologi energi terbarukan. Â
Langkah negara yang paling tepat saat ini adalah bukan dengan menguras habis kandungan minyak bumi di Tanah Pertiwi dan dijual dengan harga yang murah. Namun dengan cara melakukan riset dan produksi untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam yang melimpah menjadi energi terbarukan.Â