Mohon tunggu...
Indah Pertiwi
Indah Pertiwi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketidakadilan Pengelolaan APBN Era Jokowi, Benarkah?

22 November 2018   09:29 Diperbarui: 22 November 2018   09:54 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Memasuki tahun kelima pemerintahan Presiden Joko Widodo, banyak pihak yang mulai membanding-bandingkan dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Upaya membanding-bandingkan itu, sekaligus diikuti dengan munculnya pernyataan tidak benar yang menyebut bahwa ada ketidakadilan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di era Presiden Jokowi.

Tentu saja, kita tahu arah propaganda negatif tersebut. Yaitu, mendiskreditkan pemerintahan Presiden Jokowi agar tak terpilih kembali di periode kedua. Diduga kuat ini merupakan salah satu taktik pihak oposisi untuk membiaskan informasi di masyarakat.

Namun, agar kita tak mudah tergiring dengan narasi sesat tersebut, kita bisa periksa data yang tersedia. Dari sana akan terlihat banyak fakta yang membantah bahwa terdapat ketidakadilan APBN di era Jokowi.

Hal tersebut, misalnya, dapat ditunjukkan dari proporsi anggaran kesehatan era Presiden Jokowi yang mencapai 5% sejak 2016. Dibandingkan dengan era SBY yang hanya memberikan 3% dari APBN. Bahkan, dalam sepuluh tahun terakhir, anggaran kesehatan meningkat sebesar 296,4% dari Rp 28 triliun pada 2009 menjadi Rp 111 triliun pada 2018.

Kemudian, keberpihakan APBN terhadap pembangunan daerah di era SBY dan Jokowi juga berbeda. Pada Era SBY rata-rata alokasi transfer daerah sebesar 32% dari total belanja Negara. Sedangkan, di era Jokowi ini, rata-rata alokasi transfer daerah mampu ditingkatkan mencapai 36% dari total belanja Negara.


Transfer daerah juga difokuskan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi pembangunan infrastruktur fisik yang dapat menambah daya saing daerah. Komitmen untuk mendukung pembangunan dari daerah dan pinggiran Indonesia itu juga ditunaikan melalui implementasi Dana Desa sejak tahun 2015. Anggaran Dana Desa terus bertambah dari Rp 20,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 73 triliun.

Selain itu, bila diperhatikan dengan seksama, pengelolaan defisit APBN di era Jokowi lebih kecil dibandingkan masa SBY. Pada periode Jokowi, defisit anggaran hanya tumbuh sebesar 9,18%, dari Rp 298,5 triliun di 2015 menjadi Rp 325,9 triliun pada target APBN 2018.

Sedangkan, pada periode SBY lalu defisit anggaran melonjak tajam. Di tahun 2004, defisit anggaran tercatat Rp 14,4 triliun. Angka itu kemudian melonjak tajam hingga 515% pada 2009. terbukti dengan adanya defisit yang melesat hingga menjadi Rp 88,6 triliun.

Pada pemerintahan SBY periode kedua, defisit anggaran juga masih melonjak tajam hingga sebesar 383,9%, dimana dari Rp 46,8 triliun di 2010 menjadi 226,7 triliun di 2014.

Sejauh ini, kebijakan fiskal rezim Jokowi telah dilaksanakan secara konstitusional. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya beberapa bukti, diantaranya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun