Mohon tunggu...
dellaiswanaa
dellaiswanaa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menyukai hal baru .

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Di Balik Kata-Kata yang Menyakitkan, Aku Masih Bertahan

26 Juni 2025   07:35 Diperbarui: 26 Juni 2025   07:34 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku tidak terlahir dalam pelukan hangat kasih sayang. Sejak kecil, aku hidup dalam tekanan dan tuntutan dari orang tua. Setiap hal yang aku lakukan seakan tidak pernah cukup. Aku sudah mengerjakan semuanya di rumah---membersihkan, membantu, menahan lelah dan sakit---tapi tetap saja, yang aku dapat hanya sumpah serapah, hinaan, dan cap bahwa aku tidak berguna.

Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya didengar. Ketika aku bicara, aku dipotong. Ketika aku mengeluh, aku disalahkan. Ketika aku sakit, aku harus sembuh sendiri. Tidak ada pelukan, tidak ada perhatian, bahkan sekadar "kamu kenapa?" pun terlalu mahal untuk aku dapatkan.

Hidup seperti ini tidak hanya melelahkan secara fisik, tapi menghancurkan mental dan batin. Aku harus terlihat kuat setiap saat. Tidak boleh menangis, tidak boleh mengeluh, tidak boleh rapuh. Seolah-olah aku bukan anak, tapi manusia dewasa yang harus mengerti segalanya tanpa pernah dimengerti.

Sumpah dari orang tua yang katanya keluar karena marah atau lelah, bagiku bukan hal sepele. Kata-kata itu membekas. Menghancurkan kepercayaan diriku sedikit demi sedikit. Membuatku bertanya, "Apakah aku benar-benar tidak berguna?" Tapi di balik semua luka itu, aku tetap hidup. Aku tetap bangun setiap pagi, mengerjakan semua hal yang harus aku lakukan, meskipun hatiku nyaris hancur.

Mungkin orang lain tidak melihat, tapi aku tahu---aku sedang bertahan. Aku berjuang bukan karena aku tidak punya pilihan, tapi karena aku tahu satu hal: kalau bukan aku yang menyelamatkan diriku sendiri, siapa lagi?

Aku ingin mengatakan pada mereka---pada dunia---bahwa anak bukan robot. Kami butuh kasih, bukan cacian. Kami butuh pengertian, bukan tuntutan. Tapi kalau mereka tidak mau mendengar, aku akan tetap berjalan. Biar luka ini menjadi pelajaran, bahwa dalam sunyi dan tekanan, aku sedang tumbuh menjadi seseorang yang kuat.

Dan untuk kamu yang juga sedang hidup dalam situasi seperti ini---jangan menyerah. Luka kita mungkin sama, tapi kekuatan kita juga nyata. Kita tidak hidup untuk jadi sempurna bagi orang lain. Kita hidup untuk menemukan arti bagi diri sendiri.

Aku tau, aku gak sendirian tapi aku bukan lah orang yg suka cerita hal kehidupan, terkadang sya melihat temen kepada keluarga nya begitu penuh cinta ,dalam diri kita pengen seperti itu ,tapi tidak bisa Karan setiap orang itu berbeda ,saya iri terhadap siapa pun ,saya berusaha kuat tapi saya lemah ,kadang berfikir apakah harus mati dulu baru di kasih syg apa itu benar atau juga salah .

Bahkan saya berfikir untuk keluar dari rumah karna rumah yg kata nya tempat pulang bagi saya bukan tempat pulang tapi tempat yg sangat la seram bagi saya ,sya punya kakak kandungnya tapi saya dan dia tidak pernah suatu atau baik kami selelu konflik dari hal kecil hingga besar ,saya pengen sekali rasa nya di sayang tapi dia seakan akan tidak menganggap saya ,tapi saya tetap biasa saja ,dan saya memilih jika ada yg bertanya dia siapa sya bilng tidak tau ,saya udah semarah dan semuak itu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun