Mohon tunggu...
Hendra Mahyudhy
Hendra Mahyudhy Mohon Tunggu... Penulis - Deliriumsunyi

"Hilangnya ilmu pengetahuan adalah tanda-tanda kehancuran". Pekerja Text Komersil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bertumbuh di Sela Bebatuan di Tengah Minimnya Atensi akan Literasi

4 November 2019   22:38 Diperbarui: 4 November 2019   22:46 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari pemikiran inilah proyek kepenulisan mereka berjalan menuju proses kreatif lanjutan, "Sekitar Januari 2019 proyek dimulai," ujar Kasyanto.

Proses Kreatif Menuju Hasil, Selalu Butuh Perjuangan.

Proses kreatif adalah hal yang indah dan juga bisa menjadi menyebalkan, banyak lekukan, turunan, dan lika-liku yang panjang menuju hasil dari proses itu sendiri. Karena saya dan teman-teman sesama penggiat literasi online *Lapau Bangsat* dahulunya pernah mengalami ini ketika hendak menerbitkan buku kumpulan cerpen pertama dan terakhir kami, "Dunia di Atas Meja".

Butuh ketekunan dan kesamaan persepsi di atas ubun-ubun kepala masing-masing, hal yang sama dengan apa yang dilalui teman saya ini. Kas mengatakan "Proses yang lumayan agak panjang", karena sulit mempertemukan banyaknya kepala dalam satu kesamaan, hingga tercetus empat tema besar yang menjadi benang merah tulisan mereka.

"1. Kepemudaan, 2. Ke-Islaman, 3. Sosial dan 4. Motivasi," terangnya. Tema yang wajar dan normatif bagi saya, khususnya melihat background dari circle mereka yang saya anggap lumayan agamais.

Benang merah telah ditentukan, setiap anggota bebas memilih 4 tema tersebut.
Kas mengatakan, beberapa orang memang ada yang baru pertama kali menulis. Sebagian ada yang udah pernah menulis, sehingga banyak hal turut mempengaruhi proses kreatif.

Ada yang mentok, ada yang butuh bantuan, ada yang tulisannya gak bisa dipakai, ada yang bisa dan perlu tambalan sana-sini di dalam tulisan itu. Banyak hal yang mengiringi proses berkreatifitas ini. Selagi paham akan tujuan atau goalsnya, saya pikir akan bisa dilalui.

Bertumbuh di Sela Bebatuan

Saya pernah bercerita dengan seorang pedagang buku bekas di bilangan Nagoya City, Batam. Kota ini udah sangat panas, orang-orangnya banyak yang gak doyan baca. Mang Anton juga menambahkan, tidak adanya pustaka daerah mencerminkan buruknya literasi suatu wilayah. Apa lagi pustaka yang ada seperti milik Pemerintah Kota Batam seumpama rumah hantu yang begitu angker. Perihal ini juga dibenarkan Bob Alam, teman sesama wartawan.

Mengingat ini saya, ingat Kasyanto dan teman-temannya, saya salut, salut yang sewajarnya. Toh mereka bagi saya masih tergolong baru, jika terlalu saya sanjung akan berakibat buruk bagi mereka juga.

Hal lainnya, sejauh pemikiran saya menelaah. Ketika kita ingin menghancurkan bobroknya tatanan sosial yang berlaku secara struktural, seperti misalnya minim tingkat literasi di kota ini. Arah dan pola perlawanan untuk mendobraknya tidak bisa instan seperti kebanyakan Slacktivisme atau aktivis online yang belakangan menjamur; artinya harus ada perlawan struktural yang berkesinambungan bukan musiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun