Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

D'a Belajar: Dikotomi Ilmu, Faham dan Orang Baik

22 November 2021   13:07 Diperbarui: 22 November 2021   13:56 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Do'a Belajar : Dikotomi Ilmu, Faham dan Orang Baik

Bagi kaum muslimin, ada banyak bentuk Do'a Belajar yang disarankan. Mulai dari Do'a yang menekankan penyebutan akan keagungan Yang Maha Kuasa dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad, Do'a yang menekankan supaya dimudahkan proses belajar nya, sampai Do'a yang menekankan dimudahkan dalam proses belajar dan efek positif belajar. 

Mungkin dari sekian Do'a belajar yang sempat saya baca sekilas beberapa waktu lalu adalah Do'a Belajar yang berbunyi "Allahuma zidna ilman, warzuqna fahman waj'alna minashalihin"

Bila di Indonesiakan, maka arti dari Do'a ini kira-kira; "Ya Allah, tambahkanlah ilmu untukku, berilah aku rizki pemahaman dan jadikanlah aku termasuk diantara orang-orang baik (shalihin)"

Hal yang menarik perhatian saya atas teks diatas adalah ketika Do'a Belajar diatas memisahkan antara Ilmu, Pemahaman dan Orang baik. Karena jujur saja, sebelumnya kerap berkesimpulan bahwa ketiganya adalah satu kesatuan. Saya menganggap bahwa Ilmu itu sama dengan Faham dan orang Berilmu itu otomatis adalah orang baik. 

Tetapi menurut Do'a diatas, ketiganya berbeda. Ilmu tidak berarti faham dan orang berilmu tidak serta merta orang baik. Karenanya dalam Do'a diatas, meski kita sudah memohon ditambahkan Ilmu, kita tetap harus memohon dijadikan dalam golongan orang-orang baik.

Saya sendiri belum menelusuri secara akademis perbedaan antara Ilmu dan Faham. Hanya saja bila kembali pada makna secara bahasa, maka perbedaan signifikan antara keduanya ada pada kedalaman. Bila Ilmu adalah pengetahuan akan sesuatu secara permukaan saja, maka Faham adalah pemahaman akan sesuatu secara lebih mendalam.

Dalam Matematika, mungkin Ilmu itu adalah seseorang  yang mengetahui bahwa 5 pangkat 2 adalah 25. Karena sebatas Ilmu, orang tersebut akan kesulitan menemukan nilai akhir ketika angka-angkanya berubah. Berbeda dengan Faham. Orang Faham bukan hanya tahu nilai dari 5 pangkat 2, tetapi juga tahu prosesnya. Karenanya dia tidak akan kebingungan mencari nilai akhir lainnya ketika angka-angkanya berubah.

Dalam Ilmu Sosial orang berilmu mungkin adalah orang yang setelah membaca teori jarum hippodermik akan mengetahui bahwa terpaan media yang sangat kuat akan mempengaruhi perilaku orang. 

Namun orang yang Faham, adalah orang yang tidak kaget dan gagap kenapa banyak orang mendapatkan terpaan media yang sangat kuat, tapi perilakunya tidak berubah. Karena orang tersebut Faham asumsi-asumsi yang dibangun dibalik teori itu. Karenanya dia faham kenapa teori tersebut tidak terbukti pada suatu tempat atau situasi yang lain.

Hal menarik lainnya dari Do'a diatas bukan hanya pemisahan antara Ilmu dan Faham tapi juga perbedaan permintaan antara Ilmu dan Faham. 

Bila terhadap Ilmu kita minta ditambah, maka terhadap Pemahaman kita minta diberi rizki. Kita meminta Ilmu ditambah dan diberi rizki akan pemahaman. Jadi kalau Ilmu berkaitan dengan penambahan dan pengurangan, maka Pemahaman itu kaitannya dengan rizki. Bukan penambahan pengurangan.

Bila Rizki kita posisikan sebagai hak perogratif Tuhan yang diberikan kepada makhluknya secara berbeda-beda, mungkin dari sini juga kita bisa memahami posisi Pemahaman. Faham adalah rizki dari Tuhan yang diberikan kepada manusia. Karena itu adalah rizki, kadang pemahaman datang bukan hasil eksplorasi manusia. Tapi kerap datang tiba-tiba entah darimana.

Bahwa pemahaman itu adalah sebuah rizki, mungkin bisa kita lihat pada proses Archimedes menemukan hubungan antara berat benda dan air yang melimpah karena berat benda tersebut. 

Menurut Hukum Archimedes, sebuah benda yang dimasukan seluruhnya atau sebagian kedalam air, maka dia akan mengalami gaya ke atas yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut. Karena temuan Archimedes inilah orang bisa mengkalkulasi secara detail cara membuat kapal laut, membuat jembatan ponton atau membuat balon udara.

Archimedes sendiri memang mencari hukum diatas karena permintaan Raja nya. Sang Raja baru saja mendapat hadiah yang menurut pemberinya terbuat emas. 

Karena ragu, sang Raja meminta Archimedes untuk membuktikan apakah betul hadiah itu terbuat dari Emas. Sebagaimana yang sudah menjadi cerita legendaris, Archimedes menemukan jawaban atas pertanyaan Raja bukan karena berkutat di Laboratorium atau di Perpustakaan. 

Tetapi ketika Archimedes sedang mandi. Melihat air yang melimpah keluar bak setelah dia memasukan badannya, tiba-tiba datang pemahaman bagaimana cara mendeteksi hadiah buat sang Raja apakah terbuat dari Emas atau bukan.

Kita juga mungkin bisa memahami bahwa Pemahaman adalah sebuah Rizki bila kita menonton Biografi Abdus Salam dalam dokumenter berjudul "Salam, the First Muslim Nobel Laureata".

Dalam dokumenter yang menceritakan Abdus Salam berjudul "Salam, The First Muslim Nobel Laureata". Abdus Salam sendiri adalah orang Pakistan yang dikenal sebagai jenius Matematikawan dan juga Fisikawan. Dalam film dokumenter yang dirilis netflix tersebut, kata  "Muslim" mencoba disamarkan. 

Namun tetap terbaca karena disamarkan dengan tinta putih. Hal ini dilakukan bukan hanya karena kata "Muslim" di nisan kuburan Abdus Salam juga dicoret, juga karena banyak orang Islam yang tidak mengakui Abdus Salam sebagai Muslim. Karena Salam dikenal sebagai pengikut Ahmadiyyah.,  

Namun diluar kontroversi diatas, hal yang menarik adalah ketika netflix menceritakan proses Salam dalam merumuskan berbagai pemikiran-pemikirannya. Disebutkan bahwa dalam banyak kesempatan, Abdus Salam kerap tiba-tiba saja mengeluarkan pensil dan kertas nya untuk menuliskan apa yang ada di benaknya. 

Coretan-coretan tiba-tiba nya itulah yang kemudian dirumuskan lebih lanjut sehingga menjadikan Salam sebagai salah satu Fisikawan terkemuka yang diakui dunia. Ketika Abdus Salam ditanya darimana dia tahu pengetahuan yang dia tuliskan tiba-tiba itu, Salam hanya menunjukan jari nya ke atas. Dari Tuhan. Begitu mungkin kata Salam.

Dalam riwayat saintis Muslim sendiri, melihat Pemahaman sebagai sebuah Rizki mungkin bisa dilihat dari riwayat hidup Ibnu Sina yang sedang berkutat mempelajari pemikirannya Aristoteles.

Sebagaimana diketahui, selain dikenal sebagai Dokter, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang filosof. Diantara filsafat yang menjadi perhatiannya adalah pemikirannya Aristoteles.

Namun pada masanyaa, mencerna pemikiran Aristoteles bukanlah sebuah hal yang mudah. Meski oleh orang sejenius Ibnu Sina. Selain karena masih sedikit orang yang mengurainya, Aristoteles menguraikan pemikirannya dalam bentuk-bentuk kategorikal yang sulit difahami. Berbeda dengan Plato yang tulisannya lebih naratif sehingga lebih mudah dimengerti.

Meski sulit, Ibnu Sina sendiri disebutkan tanpa lelah terus mempelajari pemikiran Aristoteles. Konon Ibnu Sina butuh puluhan kali membaca buku Aristoteles untuk bisa memahaminya.

Namun yang menarik itu bukan puluhan kali membaca bukunya, tapi ritual yang dilakukan Ibnu Sina setelah mengerti pemikiran Aristoteles. Disebutkan bahwa setelah memahami pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina lalu memberikan infak dan shadaqah terhadap fakir miskin sebagai bentuk ungkapan syukur karena sudah memahami filsafatnya Aristoteles.

Dalam pemahaman saya, Ibnu Sina tidak akan pernah melakukan tindakan ini bila dia memahami bahwa keberhasilannya memahami pemikiran Aristoteles semata hasil kerja kerasnya saja. Bukan merupakan rizki dari Tuhan.

Mungkin hal menarik lain dari Do'a Belajar adalah ketika di akhir kita juga disuruh meminta untuk menjadi golongan orang-orang baik (shalihin). Seperti yang diungkapkan sebelumnya, Do'a ini seolah mengingatkan kita bahwa orang berilmu, tidak otomatis akan menjadi orang baik. Karena itu kita bisa memahami temuan KPK beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa orang yang korupsi adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi.

Bila logika diatas dibalik, maka orang Berilmu bukan hanya tidak otomatis adalah orang Baik, tapi orang Baik juga bukan berarti orang yang mempunyai Ilmu.

"Waallahu'alam bishawab"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun