Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid-19 di Indonesia: Perbaikan Pengelolaan Mandeg di Etik

26 Agustus 2021   07:34 Diperbarui: 26 Agustus 2021   07:36 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempo 23 Agustus (Dok. Pribadi)

Keempat, kekebelan komunitas atau herd immunity sudah tidak lagi menjadi target pemerintah. Karena vaksin yang ada saat ini lebih untuk mencegah terjadinya Covid-19 yang berimbas kepada sakit berat dan kematian. Bukan mencegah penularan. Selain itu efektivitas vaksin berubah begitu ada varian baru virus. Karenanya herd immunity yang tujuannya untuk menormalkan kehidupan masyarakat seperti sebelumnya, tidak bisa terwujud.

Saat ini pemerintah tidak lagi mengejar terbentuknya herd immunity, namun yang menjadi target adalah pengendalian wabah. Dalam pengendalian wabah, kita harus tetap memakai masker sampai beberapa tahun ke depan dan banyak melakukan pengetesan. Tapi aktivitas sosial-ekonomi sudah bisa berjalan kalau wabahnya sudah terkendali.

Setidaknya empat hal itu yang mengendap di kepala saya usai membaca wawancara khusus Tempo. Terbaca ada perubahan dalam penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Meski tidak sedrastis yang diharapkan banyak orang.

Karena waktu itu adalah hari pertama saya keluar jauh dari Rumah dan pertama ke Jakarta sejak pandemi memuncak di awal Juni, maka saya coba untuk turun ke lapangan. Ingin merasakan langsung perubahan yang terjadi.

Seperti yang disampaiakan di berita dan penjelasan Gubernur DKI, Bus Transjakarta tidak bisa lagi diakses hanya bila kita sudah memakai masker dan membayar, tapi juga mesti menunjukan sertifikat vaksin. Begitu juga ketika masuk Mall. Kita tidak bisa melenggang masuk seperti biasanya. Kita mesti membuka aplikasi pedulilindungi dan scan barcode. Baik untuk masuk maupun keluar Mall.

Mungkin yang menjengkelkan adalah ketika kita mencoba mengakses Kereta Api. Sertifikat vaksin dan scan barcode melalui aplikasi pedulilindungi tidak lagi berlaku. Calon penumpang harus menunjukan surat tugas perusahaan, baru bisa naik Kereta Api. Itupun sepertinya hanya bagi karyawan perusahaan-perusahaan tertentu saja. Karena aturan ini, saya sendiri tidak bisa mengakses Kereta Api.

Aturan baru yang rumit dan menjengkelkan. Tapi bagaimana pun harus diterima. Karena kita semua ingin selamat.

Jadi memang semenjak pemberlakuan PPKM, ada perubahan dalam cara pemerintah menangani Covid-19. Tidak meremehkan seperti awal mula wabah ini datang dan tidak serampangan ketika wabah ini sudah menyebar.

Hanya saja kita mempunyai problem pelik dalam sisi etik. Pejabat publik atau politisi yang bertanggung jawab dalam pengaturan menghadapi wabah ini, tidak menunjukan adanya etika dalam menghadapi pandemi.

Beberapa waktu lalu misalnya. Ketika Rumah Sakit dan para Nakes dituding kerap meng Covid kan pasien untuk keuntungan mereka, pejabat publik bukannya mengklarifikasi tudingan yang tidak berdasar itu, tapi malah bekerjasama dengan produsen obat. Meminta koleganya sesama pejabat publik menjadikan obat tersebut sebagai obat terapi Covid.

Beberapa saat lalu juga kita tidak lupa munculnya ide penghapusan data kematian. Ide yang absurd baik secara tekhnis maupun etis.  Secara tekhnis, seperti yang disampaikan epidemiolog, tindakan itu hanya akan membuat penanganan Covid-19 tidak mempunyai pegangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun