Mohon tunggu...
Dela RinandaPutri
Dela RinandaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada

Sebagai mahasiswa hukum, saya selalu tertarik dengan isu-isu terkini di bidang hukum. Dengan pengalaman saya sebagai legal researcher membuat saya memiliki kemampuan analitis dan ketelitian dalam melakukan riset hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memahami dampak pemberian HPL di atas Tanah Ulayat terhadap Masyarakat Hukum Adat

24 April 2025   16:13 Diperbarui: 24 April 2025   16:25 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat hukum adat memandang tanah ulayat memiliki peranan yang sangat penting, bukan hanya sebagai tempat tinggal dan sumber penghidupan tetapi juga sebagai lambang jati diri dan perekat sosial. Tanah ini merupakan pusat dari nilai-nilai budaya, pengetahuan tradisional, dan warisan nenek moyang yang tak ternilai harganya. 

Namun, seiring dengan maraknya investasi dan pembangunan di Indonesia, keberadaan tanah ulayat seringkali menjadi sumber konflik baik horizontal dan vertikal. Konflik ini umumnya disebabkan oleh upaya pihak-pihak tertentu untuk mengambil alih tanah ulayat masyarakat adat secara tidak paksa. Sehingga memberikan pengakuan atas tanah ulayat masyarakat adat sangat diperlukan agar masyarakat hukum adat mempunyai hak secara berkelanjutan atas tanah tersebut dan memanfaatkannya mengingat kehidupan masyarakat adat sangat erat kaitannya secara budaya dan religius.

Undang-Undang Pokok Agraria menjadi dasar pengaturan Hak Pengelolaan yang kemudian juga diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja serta PP Nomor 18 Tahun 2021. Hak pengelolaan ini khusus diberikan kepada badan hukum yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan tanah. Setelah disahkannya UU Cipta Kerja dan berlakunya PP 18/2021 tentang Hak Pengelolaan dan hak atas tanah lainnya, muncul regulasi baru terkait hak atas tanah di Indonesia, termasuk Hak Pengelolaan atas tanah ulayat.

Penguatan Hak Pengelolaan diatur secara eksplisit dalam UU Cipta Kerja (Pasal 136-142) dan kemudian dijabarkan dalam PP 18 Tahun 2021. Sebuah perbedaan konsep terlihat dalam PP 18/2021 Pasal 4, yang memperluas sumber tanah untuk Hak Pengelolaan, tidak hanya dari tanah negara tetapi juga dari tanah ulayat. Lebih lanjut, Pasal 5 secara khusus mengamanatkan pemberian Hak Pengelolaan atas tanah ulayat kepada Masyarakat Hukum Adat. Proses penetapan Hak Pengelolaan, baik yang berasal dari tanah negara maupun tanah ulayat, ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) PP 18/2021 sebagai wewenang Menteri. Selain itu mengenai pengaturan pemanfaatan tanah hak pengelolaan oleh pihak ketiga diatur pula pasal 132 ayat (2) UU Cipta Kerja menyatakan bahwa:

"Di atas tanah hak pengelolaan yang pemanfaatannya diserahkan kepada pihak ketiga baik sebagian atau seluruhnya, dapat diberikan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan."

Perkembangan regulasi menunjukkan ketidaksesuaian antara hak pengelolaan atas tanah ulayat dengan prinsip dasar hak pengelolaan itu sendiri. Hal ini terlihat setelah pemberlakuan UU Cipta Kerja. Sebelumnya, hak pengelolaan dipahami sebagai bagian dari Hak Menguasai Negara atas tanah dan hanya berlaku untuk tanah negara. Namun, PP Nomor 18 Tahun 2021 kini memperluas cakupan hak pengelolaan hingga tanah ulayat.

Tanah ulayat merupakan bidang tanah yang diatasnya ada hak ulayat masyarakat hukum adat, sehingga apabila hak pengelolaan dapat diberikan atas tanah ulayat maka bertentangan dengan konsep hak pengelolaan itu sendiri.

Konsep Hak Pengelolaan yang merupakan pelimpahan "sebagian" dari kewenangan negara, pada dasarnya hanya dapat diterapkan pada tanah negara. Ratio legis dari prinsip ini adalah bahwa Hak Pengelolaan merupakan kewenangan dari Hak Menguasai Negara. Oleh karena itu, batasan yang melekat pada Hak Menguasai Negara adalah bahwa tanah yang dapat dialihkan melalui Hak Pengelolaan adalah tanah negara dan diberikan kepada subjek hukum tertentu. 

Oleh karena itu, agar hak pengelolaan diatas tanah ulayat tidak bertentangan dengan konsep hak pengelolaan maka diperlukan adanya pelepasan hak dari masyarakat hukum adat karena status tanah tersebut telah berubah menjadi tanah negara bebas yang dapat diberikan hak pengelolaan atas tanah negara. Adapun Pemberian HPL atas Tanah Ulayat berpotensi membawa dampak positif, antara lain:

  • Optimalisasi Pemanfaatan Tanah: HPL memberikan kewenangan pengelolaan yang jelas, mendorong Masyarakat Hukum Adat untuk memanfaatkan tanah ulayat secara lebih optimal sesuai dengan potensi dan tujuannya.
  • Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Adat: Pemanfaatan tanah yang optimal dapat meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat melalui berbagai manfaat ekonomi yang dihasilkan.
  • Stimulasi Pertumbuhan Ekonomi: Pemanfaatan Tanah Ulayat untuk berbagai kegiatan ekonomi seperti pertanian, perkebunan, dan pertambangan melalui HPL dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Disamping memberikan manfaat, Pemberian HPL atas Tanah Ulayat juga memberikan dampak negatif, seperti:

  • Munculnya Sengketa dengan Masyarakat Hukum Adat: Apabila pemegang HPL tidak mengakui dan menghormati hak-hak tradisional Masyarakat Hukum Adat terkait tanah ulayat, potensi terjadinya konflik horizontal menjadi lebih besar.
  • Ancaman Kehilangan Hak Ulayat: Kegagalan pemegang HPL dalam melaksanakan kewajibannya dapat mengakibatkan pencabutan hak pengelolaan. Situasi ini berisiko menghilangkan klaim dan hak ulayat Masyarakat Hukum Adat atas tanah yang bersangkutan.
  • Kerusakan Ekosistem Akibat Pengelolaan yang Tidak Bertanggung Jawab: Praktik pengelolaan tanah ulayat yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan oleh pemegang HPL dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, yang berdampak negatif bagi kehidupan Masyarakat Hukum Adat dan ekosistem secara luas. 

Dapat disimpulkan pemberian Hak Pengelolaan atas tanah ulayat tidak sejalan dengan definisi Hak Pengelolaan yang sebenarnya, yang berujung pada ketidakpastian hukum dalam implementasinya. Konflik ini muncul karena Tanah Ulayat secara inheren terikat oleh Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, sehingga terjadi tumpang tindih antara kewenangan negara melalui Hak Pengelolaan dan hak ulayat Masyarakat Hukum Adat. Kompleksitas konseptual ini mendorong perlunya kajian mendalam, dan menjadi latar belakang untuk menganalisis pemberian Hak Pengelolaan yang bersumber dari Tanah Ulayat setelah adanya Undang-Undang Cipta Kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun