Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Biola Tak Berdawai", Perempuan yang Terus Memperjuangkan Kehidupan

17 Januari 2022   16:19 Diperbarui: 18 Januari 2022   17:51 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Kalyana Shira Film via Kompas.com

Pernyataan Renjani sekaligus menjadi kritik keras terhadap keluarga yang membuang atau menitipkan anak-anaknya karena lahir dalam kondisi fisik tidak normal atau tidak sehat. Anak-anak itu dianggap sebagai aib yang bisa membuat malu dan turunnya harga diri orang tua. 

Di samping itu, kelahiran mereka seringkali diasumsikan sebagai hilangnya bentuk perhatian orang tua, terutama siibu, ketika si anak masih berada dalam kandungan, lagi-lagi perempuan dipersalahkan. 

Terlepas dari anggapan-anggapan general tersebut, mereka merupakan amanah Tuhan yang seburuk apapun harus tetap disyukuri dan dibahagiakan melalui usaha-usaha untuk menyembuhkannya, meskipun dalam kehidupan tetap tidak bisa sesempurna kawan-kawan lainnya. 

Kesediaan Renjani untuk merawat mereka sekaligus menjadi kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak banyak berpihak kepada anak-anak cacat atau yang menderita sakit parah, terutama yang berasal dari keluarga miskin. 

Kalau Renjani dan Mbak Wid saja bisa melakukannya, sudah semestinya pemerintah bisa membuat kebijakan strategis untuk menyelamatkan, atau, minimal, menumbuhkan harapan hidup bagi mereka yang sebenarnya berhak hidup dan merasakan kebahagiaan di “secuil tanah surga ini”.

Renjani dengan masa lalunya yang begitu menyakitkan ternyata memilih tidak berhenti pada proses dan pengalaman meratapi dosa. Ia mampu melakukan satu tindakan untuk ‘memberikan harapan hidup’ bagi mereka yang secara medis divonis tidak bisa bertahan lama dan secara sosial diasingkan oleh keluarga yang seharunya bertanggung jawab. 

“Kemungkinan hidup mereka memang tipis, tapi selama jantung mereka masih berdetak dan mereka masih bernafas harus ada yang memikirkan mereka sampai ajal mereka tiba,” tutur Renjani.

Keyakinan dan pilihannya untuk ‘memberikan kehidupan’, minimal sebelum ajal menjemput anak-anak tersebut, menegaskan kemauan dan keoptimisan dalam memperlakukan mereka, sehingga tidak harus menyerah kepada mekanisme medis ataupun takdir. 

Pertimbangan untuk berbagi dalam konteks kemanusiaan, selama mereka masih bernafas, lebih menjadi pertimbangan utamanya. Mereka yang punya keterbatasan secara medis juga harus diperhatikan, sehingga, mungkin, akan muncul keajaiban karena mereka ada yang memperhatikan secara manusiawi.

Keyakinan Renjani untuk ‘memberikan kehidupan’, pada dasarnya menghadirkan kembali pengetahuan klasik tentang peran seorang perempuan dalam melahirkan dan melangsungkan kehidupan di bumi, tidak semata-mata sebagai ibu secara biologis, tetapi sebagai ibu transendental yang menghadirkan kehidupan awal di muka bumi, sebagaimana diceritakan dalam legenda-legenda penciptaan manusia. 

Konsep tersebut dalam legenda maupun dongeng biasa disebut sebagai Tellus Mater/ Terra Mater atau Mother of Earth,Ibu Bumi yang bisa ditemukan di seluruh dunia dalam bentuk serta varian yang beragam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun