Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bergoyang, Digoyang, dan Menggoyang: Estetika Subversif Dangdut Koplo

11 Januari 2022   10:08 Diperbarui: 12 Januari 2022   07:01 7277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyanyi dangdut Nella Kharisma menghibur ratusan penonton dalam perayaan HUT Ke-55 SMKN 2 Malang di Lapangan SMKN 2, Kota Malang, pada 31 Januari 2018. (SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO via KOMPAS.com)

Di sisi lain, ia ingin menggoyang kekangankekangan moralitas dan agama yang banyak menimbulkan ketimpangan atas nama takdir. Penonton bergoyang tidak hanya demi melihat liukan dan lekukan tubuh para penyanyi yang semakin 'liar' ketika musik koplo semakin rancak.

Mereka bergoyang untuk kebutuhan batin, untuk membebaskan ekspresi dan menikmati hiburan, di tengah-tengah kesuntukan dan ketidakadilan hidup yang mereka alami. Dengan berteriak, bersorai, sembari bergoyang, mereka ingin menggoyang ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang mereka alami selama ini. 

Mereka ingin menggoyang segala tatanan normatif yang hanya membuat kehidupan mereka menderita. Dan kalaupun mereka tidak mampu melakukan subversi melalui gerakan sosial, melalui gerakan tubuh dalam pagelaran dangdut koplo-lah mereka bisa mengeskpresikan semua ketertindasan yang mereka rasakan.

Memang, dalam praktik bergoyang dan menggoyang itu, sebagian (tidak semua) penonton seringkali menenggak minuman beralkohol. Dalam setiap pagelaran dangdut koplo atau pagelaran musik yang lain aroma alkohol menjadi 'semacam pelengkap' bagi perayaan akan kebebasan ekspresif. Namun yang harus dicatat adalah tidak semua penonton dangdut koplo mengkonsumsi alkohol. 

Dan, mereka yang mengkonsumsi alkohol biasanya lebih digunakan untuk lebih menikmati goyangan, untuk bisa melayang-layang. Salah seorang teman dari Lamongan mengatakan bahwa ketika menenggak anggur lokal atau bir, ketika bergoyang bisa terasa entheng dan rileks, sehingga mereka bisa merasakan kenikmatan. 

Sama seperti para pengibing tayub menenggak bir untuk membuang rasa malu dan rileks ketika menari bersama tandak, penari. Terlepas dari bermacam motivasi yang ada, konsumsi alkohol, tidak harus menjadi justifikasi untuk mengatakan penonton tidak bermoral. Meskipun terkadang karena pengaruh alkohol bisa menimbulkan tawuran antarpenonton. 

Yang harus diperhatikan adalah banyak kompleksitas masalah yang menjadikan peristiwa-peristiwa negatif tersebut hadir di tengah-tengah pagelaran. Mereka adalah korban segala kebobrokan sistem yang dibangun di negeri ini dengan beragam kecurangan dan ketidakadilannya. Mereka yang selama ini dicekoki dengan ajaran moralitas dan agama, tetapi di sisi lain, mereka melihat ketidakmampuan tokoh-tokoh agama dalam memberikan contoh-contoh bijak. Apakah mereka patut disalahkan?

Para musisi, penyanyi, dan penonton, dalam pagelaran dangdut koplo memang sampai saat ini belum menggunakan kekuatan estetik mereka untuk menciptakan gerakan massif demi merubah ketimpangan masyarakat. Mereka selama ini lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan ekspresif untuk membebaskan diri dari kekangan dan tekanan sosial. 

Sampai saat ini belum ada kekuatan politik yang benar-benar mampu menggerakkan 'keliaran' musik dan penonton yang jumlahnya dalam satu kali pagelaran bisa mencapai ratusan bahkan ribuan. Memang mereka banyak dimanfaatkan parpol, calon bupati/gubernur/presiden untuk menggaet suara. 

Namun, kehadiran mereka di tengah-tengah kampanye tidak bisa dijadikan penanda bagi pilihan politik mereka. Seandainya muncul kekuatan politik alternatif yang secara sistematis mampu mengorganisir penonton, sangat mungkin, dangdut koplo bisa menjadi senjata bagi gerakan sosio-politik yang ampuh, asal semua itu ditujukan untuk kepentingan perbaikan sistem sosio-politik di negeri yang carut-marut ini. 

Namun, kalau semua ditujukan untuk kepentingan politik sesaat dan untuk semata-mata untuk kekuasaan elit tertentu, niscaya semua itu tidak akan berhasil karena para penonton saat ini sudah mempunyai pilihan-pilihan logis dalam memberikan aspirasi politiknya.

Memosisikan Dangdut Koplo dalam Kajian Budaya: Simpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun