Apa yang lahir di jalanan adalah satu bentuk kultural baru yang harus dibaca sebagai partikularitas dan tidak selamanya yang hadir di jalanan adalah atribut dan praktik yang tidak berbudaya, tetapi sangat berbudaya karena di situlah lahir kreativitas-kreativitas dalam semangat keberbedaan yang produktif. Lebih jauh lagi, jalanan telah menjadi arena kultural baru yang mampu menciptakan solidaritas kolektif demi mencapai orientasi kultural yang dinamis dan kreatif.Â
Terus Kritis Membaca Subkultur: Simpulan
Kehadiran subkultur klub motor dengan beragam komunitasnya, telah melahirkan satu kajian baru dalam disiplin ilmu-ilmu humaniora, seperti antropologi, sosiologi, maupun cultural studies. Dengan memberikan perhatian kepada ragam subkultur yang ada dalam masyarakat saat ini, para pengkaji humaniora akan mendapatkan kajian yang bergerak dinamis serta tidak semata- mata menganggap konsep dan praktik kebudayaan sebagai sesuatu yang mapan.
Kebudayaan masyarakat adalah mozaik yang dipenuhi beragam warna, corak, pola, dan makna simbolis yang diyakini oleh para pendukungnya. Kebudayaan adalah wujud keberagaman yang eksis dan saling mengisi dalam sebuah masyarakat besar. Dengan mengambil posisi tersebut pengkaji akan lebih bisa memberikan penekanan kritis yang berlandaskan pada pendalaman akan partikularitas, tanpa terburu-buru mengasumsikan generalisasi yang seringkali memunculkan stereotipisasi negatif terhadap praktik yang terkesan menyimpang.
Ke depan, kajian subkultur bisa semakin diperluas dengan perspektif-perspektif kritis, selain aspek konsumsi kreatif, kolektivitas, serta semangat oposisional yang ada di dalamnya. Subkultur pengendara motor, misalnya, bisa dibaca tidak hanya dari modifikasi, freestyle, dan pemaknaan kreatif lainnya, tetapi juga pada relasi-relasi kuasa yang ada di dalamnya. Dalam klub, misalnya, bagaimana posisi pengurus dalam mengarahkan dan menggiring penciptaan atribut dan praktik 'ritual' yang diikuti para anggotanya, apakah mewujud dalam bentuk hegemoni atau terdapat praktik dialogis di antara mereka.Â
Dan labih jauh lagi, relasi kuasa bisa diterapkan untuk melihat pilihan-pilihan politis terkait dengan agenda-agenda politik praktis, semisal pemilihan bupati/walikota, gubernur, anggota DPR/DPRD, maupun presiden sehingga bisa dilihat bagaimana kebijakan yang diambil pengurus serta implikasinya terhadap para anggota. Kajian tersebut penting karena klub-klub motor sangat mungkin dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan politik untuk mensukeskan kepentingan dan agenda mereka.Â
Di samping itu, kajian juga bisa diarahkan pada (1) usaha-usaha hegemonik penguasa untuk menertibkan keberadaan klub-klub motor melalui peraturan-peraturan yang seakan-akan memberikan kelonggaran tetapi sebenarnya tetap mengekang mereka; (2) usaha- usaha produsen untuk memanfaatkan keberadaan klub motor serta praktik-praktik kreatif yang ada sebagai medium untuk terus mempromosikan produk-produk mereka; dan, (3) respons masing-masing klub terhadap kuasa hegemonik kelas penguasa dan produsen tersebut.
Ketika subkultur selalu dibaca dalam paradigma kritis yang mendasarkan pada keterlibatan pengkaji dalam praktik yang terjadi di dalamnya, maka sangat mungkin akan ditemukan informasi-informasi faktual dan kontekstual yang terkadang tidak terbayangkan sebelumnya. Dengan demikian, keberadaan subkultur dalam masyarakat akan menjadi sebuah ruang kajian yang menarik dan mampu memberikan kontribusi pada cara pandang masyarakat tentang keliaran-keliaran yang terjadi di dalamnya. Bahwa selalu ada kemungkinan-kemungkinan partikular, baik berupa konsumsi kreatif, sikap oposisional dan resistensi, maupun relasi-relasi kuasa yang muncul dari internal maupun eksternal subkultur.
Gejayan, Yogyakarta, Medio Juni 2007
(Tulisan ini merupakan tugas Matakuliah "Gaya Hidup dan Budaya Konsumen" yang diampuh Prof. Dr. Irwan Abdullah, sewaktu saya menempuh S-2 di Program Studi Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)
Daftar BacaanÂ