Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Percumbuan Budaya di Balik Kabut Bromo

30 Oktober 2021   21:39 Diperbarui: 1 November 2021   07:17 1635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terjadi dengan kehidupan wong Tengger hari ini tentu tidak bisa dilepaskan dari proses dan transformasi historis yang berlangsung dari masa awal perkembangan, kolonial, hingga pascakolonial.

Sebagai sebuah proses historis yang melampaui bermacam zaman dan pandangan dunianya, tradisi kultural yang direpresentasikan dalam religi dan praktik kehidupan sehari-hari bisa diasumsikan menjadi ruang silang-pertemuan bermacam wacana dan praktik sosio-kultural, baik yang berasal dari warisan nenek moyang maupun dari jagat luar. Pilihan untuk menjalani kerja ekonomi-produktif pertanian menandakan kontekstualisasi dari asumsi tersebut. 

Ekonomi pertanian komersial yang diperkenalkan oleh pihak kolonial sejak abad ke-19, bagaimanapun juga, merupakan bukti bahwa wong Tengger sejak dulu mampu melakukan proses kolaborasi dan adaptasi dalam sebuah ruang sosio-kultural yang diwarnai dengan peniruan dan hibridasi.

Dalam konteks masyarakat pascakolonial, apa yang dilakoni wong Tengger memang menunjukkan bagaimana pengaruh wacana dan praktik dari subjek penjajah (the colonizer) terhadap praktik hidup subjek terjajah (the colonized). 

Praktik pertanian komersial yang menjadi trend pada masyarakat di dataran rendah dianggap mampu memberikan keuntungan secara ekonomis yang lebih besar dibandingkan pola pertanian subsisten jagung. 

Pihak kolonial sendiri, semisal dalam kasus di wilayah Tosari Pasuruan (Hefner, 1999: 105), menetapkan kebijakan untuk memaksimalkan potensi pertanian dengan memperkenal tanaman sayur-mayur seperti kentang, wortel, maupun kubis di lereng pegunungan atas guna memenuhi kebutuhan warga Eropa dan Tionghoa. 

Kebijakan tersebut ditopang dengan pembuatan jalan-jalan baru untuk semakin mempermudah akses menuju wilayah Tengger. Keberhasilan secara ekonomis dari praktik pertanian yang semakin mengintensifkan relasi wong Tengger dengan pihak penjajah dan masyarakat di dataran rendah tidak berhenti hanya pada kepuasan materi. 

Praktik kultural ikut terkena implikasi dari proses ekonomi tersebut. Rumah-rumah kayu khas Tengger mulai digantikan dengan rumah tembok yang pada awalnya diperkenalkan oleh pihak kolonial dan berlangsung hingga saat ini. Namun, di balik proses mimikri tersebut, wong Tengger masih menyimpan satu kekuatan tradisi yang dimainkan dalam ruang persilangan.

Ruang persilangan ini oleh Bhabha (1994) disebut "ruang ketiga" (the third space) atau "ruang antara" (in-between space). Dalam pandangan Bhabha, ruang antara menyediakan (1) medan untuk mengelaborasi strategi kedirian baik tunggal maupun komunal yang memunculkan tanda-tanda baru identitas dan (2) situs inovatif untuk kolaborasi dan kontestasi dalam usaha untuk mendefinisikan ide kemasyarakatan itu sendiri. 

Pihak terjajah melakukan artikulasi dan negosiasi budaya yang dimiliki oleh pihak penjajah dari perspektif mereka sehingga terjadi keterikatan kultural (cultural engagement) yang dikerangkai melalui perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka. 

Kondisi negosiasi dan artikulasi ini memungkinkan terjadinya hibriditas (hibridity) yang ditandai dengan munculnya mimikri oleh pihak terjajah sehingga mereka seolah-olah masuk ke dalam lingkaran kuasa kolonial sehingga batas antara tradisi lokal dan tradisi modern menjadi kabur dalam keterikatan hibrid tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun