Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

TikTok dan Kegenitan Pejabat Publik

17 Juni 2020   18:41 Diperbarui: 17 Juni 2020   18:50 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketika sedang asyik membaca-baca status Facebook, Sabtu, 12 Juni 2020, mata saya tertuju kepada status seorang kawan yang mengunggah gambar yang disertai caption tentang seorang kepala dinas di Bondowoso sedang main TikTok bersama seorang perempuan di ruang dinasnya. 

Saya pun langsung mencari kebenaran berita tersebut di media online. Maka, dari Kompas.com saya mendapatkan judul, "Fakta Viral Video TikTok Tarian Pejabat Bondowoso Bersama Perempuan di Atas Meja, Dibuat di Kantor dan Mengaku Khilaf" (kompas.com). 

Kasus ini memang tidak seheboh kasus video mesum anggota DPR, YZ bersama E, yang sempat heboh tahun 2006. Juga tidak setenar video-video syur lain yang melibatkan pejabat atau ASN di tempat lain. Namun, apa yang menarik dari kasus ini adalah beberapa objek yang bisa dibaca secara asyik, tetapi tetap kritis. 

Kasus ini menjadi cepat menyebar karena si kepala dinas dan perempuan yang dikatakan sebagai rekanan terkait fashion itu menggunakan aplikasi TikTok dan menyebarluas melalui apikasi WhatsApp. 

Apa yang membuat saya bertanya-tanya adalah apakah si kepala dinas dan teman perempuannya itu tidak paham bahwa video TikTok bisa diakses banyak orang. Atau, apakah si kepala dinas tidak mengetahui video itu disebarkan? Lalu, siapa yang menyebarkan? Untuk mengetahui siapa yang menyebarkan, tentu akan menjadi wewenang Inspektorat dan BKD, atau kalau perlu dinaikkan ke Komisi ASN di Jakarta. 

Apa yang menarik adalah kenyataan bahwa si kepala dinas dengan sadar merekam video tersebut bersama teman perempuannya. Dia mengatakan untuk kepentingan hiburan. Berarti, dia memang sadar bahwa rekaman itu bisa disebarluaskan karena makna hiburan itu bukan hanya berkaitan dengan diri sendiri, tetapi juga khalayak kebanyakan. 

Sangat mungkin dia berasumsi bahwa apa yang dilakukannya tidak akan berdampak apa-apa, apalagi TikTok memang dikenal luas sekedar just for fun. Seandainya yang membuat video itu adalah warga biasa, tentu tidak akan ramai di media sosial, apalagi adegannya cuma menari ala India. Sangat umum. 

Kedua, tempat mereka membuat video tarian India adalah kantor dinas. Berbicara mengenai kantor dinas, tentu pemahaman kita akan tertuju kepada aturan dan etika yang mengikat para pejabat. 

Meskipun kantor adalah benda mati, tetapi keberadaannya menyatu dengan aturan yang harus dipatuhi oleh pejabat. Misalnya, mereka boleh melakukan ini, tetapi tidak boleh melakukan itu. 

Selain itu, mereka juga terikat dengan etika, khususnya terkait kepatutan atas apa-apa yang bisa dilakukan oleh pejabat di kantor. Meskipun tidak tertulis, etika sejatinya menjadi penuntun dalam laku manusia di manapun mereka berada. Apalagi pejabat publik. ASN pula. 

Maka, kalaupun tidak ada larangan pejabat membuat video TikTok tarian India, tetapi ia sejatinya terikat oleh etika, pantas atau tidak seorang pejabat menari bersama seorang perempuan di atas meja. Apalagi si perempuan dalam posisi berdiri di belakangnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun