Dalam konteks kerja sama investasi yang melibatkan Amerika Serikat dan China, Indonesia perlu menghindari pendekatan yang mengabaikan sensitivitas geopolitik kedua negara. Proyek-proyek infrastruktur strategis, terutama yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, energi, atau mineral kritis, perlu dikelola dengan mempertimbangkan implikasi strategisnya. Indonesia sebaiknya menghindari keterlibatan dalam inisiatif-inisiatif yang dapat secara langsung berkontribusi pada teknologi dual-use (sipil dan militer) atau yang secara eksplisit dikembangkan dalam konteks persaingan AS-China. Pendekatan pragmatis yang memprioritaskan transfer teknologi, pembangunan kapasitas lokal, dan keberlanjutan lingkungan dapat membantu Indonesia menjaga keseimbangan antara menarik investasi asing dan melindungi otonomi strategisnya.
Indonesia juga harus berhati-hati untuk tidak terjebak dalam narasi "Cold War 2.0" yang semakin mengemuka dalam hubungan AS-China. Polarisasi ideologis antara demokrasi versus otoritarianisme, atau ekonomi pasar versus kapitalisme negara, dapat membatasi ruang manuver Indonesia dalam politik luar negeri dan diplomasi ekonominya. Indonesia perlu terus menegaskan posisinya sebagai negara non-blok yang memperjuangkan multilateralisme inklusif dan kerja sama internasional berbasis aturan, terlepas dari tekanan untuk mengambil posisi dalam persaingan ideologis.
Dampak langsung dari perang dagang ini terhadap ekonomi Indonesia perlu dicermati secara seksama. China telah mengumumkan tarif 15% pada impor batubara dan produk gas alam cair (LNG) dari Amerika Serikat, serta tarif tambahan 10% pada minyak mentah, mesin pertanian, dan mobil bermesin besar. Mengingat Indonesia merupakan eksportir utama batubara ke China, dan juga memiliki kepentingan dalam ekspor LNG, dinamika baru ini dapat mengubah pola perdagangan energi regional. Pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh China juga berimplikasi pada harga dan ketersediaan komponen elektronik yang pada gilirannya dapat mempengaruhi industri manufaktur Indonesia.
Sektor pertanian Indonesia juga berpotensi terdampak, baik positif maupun negatif. Di satu sisi, pembatasan impor produk pertanian Amerika Serikat oleh China dapat membuka peluang bagi produsen Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar. Di sisi lain, jika China mengalihkan surplus produk pertanian Amerika Serikat ke pasar-pasar alternatif, termasuk Indonesia, petani lokal dapat menghadapi tekanan kompetitif yang lebih besar. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu mengembangkan mekanisme antisipasi dan mitigasi yang komprehensif untuk melindungi sektor-sektor rentan sambil memanfaatkan peluang yang muncul dari reconfiguration rantai pasok global.
Dalam jangka menengah hingga panjang, Indonesia perlu mengembangkan strategi yang lebih sistematis untuk mengelola risiko geopolitik akibat persaingan AS-China. Ini mencakup pengembangan kapasitas analitis untuk memahami dan mengantisipasi dinamika persaingan strategis keduanya, peningkatan koordinasi antar-kementerian dalam manajemen isu-isu yang berdimensi geopolitik, serta penguatan mekanisme konsultasi dan kerja sama dengan negara-negara yang memiliki kepentingan serupa di kawasan. Indonesia juga perlu secara aktif terlibat dalam memperkuat arsitektur regional seperti ASEAN dan RCEP sebagai mekanisme penyeimbang terhadap dinamika persaingan kekuatan besar.
Secara keseluruhan, eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China merepresentasikan tantangan sekaligus peluang transformatif bagi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara secara umum. Dengan pendekatan yang cermat, strategis, dan berjangka panjang, Indonesia dapat meminimalkan risiko terpinggirkan dalam persaingan kekuatan besar, sekaligus memposisikan diri untuk memanfaatkan peluang ekonomi yang muncul dari reorganisasi tatanan ekonomi global. Yang terpenting, Indonesia perlu tetap berpegang pada prinsip-prinsip fundamental politik luar negerinya, bebas dan aktif sambil mengadaptasikan implementasinya untuk merespons lanskap geopolitik yang semakin kompleks dan dinamis.
Referensi:
Euronews (2025, April 4). "China imposes retaliatory 34% tariff on imports of all US goods." https://www.euronews.com/business/2025/04/04/china-imposes-retaliatory-34-tariff-on-imports-of-all-us-goods
World Trade Organization (2024). "Dispute Settlement: The Disputes." Diakses dari situs resmi WTO.
ASEAN Secretariat (2024). "ASEAN Economic Integration Brief." Jakarta: ASEAN Secretariat.
International Monetary Fund (2024). "Regional Economic Outlook: Asia and Pacific." Washington, DC: IMF.