Mohon tunggu...
Deflit Lilo
Deflit Lilo Mohon Tunggu... -

I am who I am

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Revolusi Mental Melalui Penyelenggaraan MOS dan Ospek, Bukan Ajang Balas Dendam

28 Juli 2014   07:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:00 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14064854821537983477

Beberapa hari terakhir ini, saya berada di salah satu kampus di daerah Tengerang. Keberadaan saya di tempat itu bukan tanpa maksud. Saya menemani beberapa remaja lulusan sebuah sekolah di kota Purbalingga yang hendak melanjutkan studi di kampus tersebut. Tidak sekadar menemani mereka tetapi juga mendaftarkan dan menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pendaftaran mahasiswa baru.

Mereka hanya sebagian kecil dari jumlah pendaftar yang ratusan itu. Ada yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, dan tentu saja Papua. Beragam suku tergabung dalam sebuah kelompok besar calon mahasiswa-mahasiswi. Dalam keragaman suku dan budaya itu, pergaulan dengan latar belakang yang berbeda, sangat kental sebagai penghiasnya.

Sebelum sah menjadi mahasiswa atau mahasiswi, tentu saja, mereka harus diuji, dipersiapkan, dan dilatih. Di kampus ini, kegiatan Pekan Orientasi dan Pengenalan Kampus atau yang sering disingkat POSPEK, masih menjadi favorit. Ada banyak hal yang dilakukan pada kegiatan POSPEK ini. Hal-hal itu tentu punya tujuan dan maksud. Selama seminggu atau beberapa hari, para calon mahasiswa-mahasiswi diberikan pemahaman tentang seluk-beluk kampus dan seminar-seminar, ceramah-ceramah atau kegiatan-kegiatan lain yang dianggap berguna bagi si calon mahasiswa atau mahasiswi itu.

Serupa tapi tidak sama. Hal ini juga biasanya saya temukan pada penerimaan calon pelajar baru di SMP atau sederajat dan calon siswa di SMA atau sederajat. Hanya, penyebutannya sedikit berbeda yaitu Masa Orientasi Siswa (MOS). Di beberapa media sosial, beberapa lembaga dan atau oknum-oknum tertentu mengunggap foto-foto yang menampilkan kegiatan-kegiatan MOS atau POSPEK tersebut.

Meskipun begitu, tidak sedikit lembaga pendidikan yang telah meninggalkan penyelenggaran POSPEK atau MOS tersebut. Kegiatan MOS atau POSPEKtelah sejak lama dikenal sebagai kegiatan bercorak militeristik. Corak yang dipandang hanya akan berujung pada sakit hati, dendam, kebencian, sakit, dan kematian. Beberapa universitas di Jawa Tengah tidak lagi memberlakukan kegiatan POSPEK yang seperti itu. Misalnya UKSW. Kegiatan penerimaan mahasiswa baru pada tiga tahun belakang ini lebih memilih ajang pengembangan bakat dan aksi sosial ketimbang melakukan aksi ala militer dan plonco-ploncoan. Kegiatan mereka tidak hanya berisi kegiatan klasikal seperti pengenalan kegiatan akademik dan turunannya. Namun terdapat 3 kegiatan yaitu penanaman pohon, kostum kostum karnival dan membersihkan sampah di wilayah kota Salatiga (2009 dan 2010), kemudian pada tahun 2011 penanaman pohon. Sedikit melenceng, ada pula yang sering kali membingungkan saya. Beberapa kampus memahami akronim PPMB sebagai Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru. Padahal, sepengetahuan saya PPMB adalah akronim dari Program Pengenalan Mahasiswa Baru. Sungguh membingungkan. Mudah-mudahan hal sepele seperti ini bisa dimengerti oleh pelaku-pelaku dunia pendidikan yang menyelenggarakan ospek.

Lalu sejauh mana kegiatan MOS atau POSPEK itu berguna? Apa sebenarnya tujuan Ospek itu? Apakah sekadar ajang balas dendam dan plonco-ploncoan? Jauh dari cara bagaimana dan seperti apa, kegiatan Ospek dilaksanakan, tentu kegiatan ini punya tujuan yang positif. Saya yakin bahwa setiap kampus atau pun jenjang pendidikan mana pun yang menyelenggarakan kegiatan serupa, menghendaki agar calon mahasiswanya memiliki pengetahuan yang memadai dan sikap mental yang positif sebelum menyandang status sebagai mahasiswa. Para pelaku dunia pendidikan pada institusi yang bersangkutan, sadar perlunya pembinaan dan penggemblengan sedini mungkin terhadap calon mahasiswa-mahasiswi yang beragam paradigma, karakter, suku, budaya, dan agama.

Beberapa remaja yang saya daftarkan ke kampus yang saya kunjungi beberapa hari ini, juga termasuk dalam proses ini. Mereka dan seluruh remaja dan pemuda-pemudi adalah kekayaan bangsa yang perlu dididik dan digembleng agar kelak menjadi mahasiswa-mahasiswi yang berbudi luhur, kooperatif, teguh, dan kreatif. Saya teringat perkataan Anies Baswedan,


Cara berpikir yang mengatakan kekayaan bangsa adalah minyak, gas, tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial. Kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusiannya.”

Oleh karena para remaja, pemuda-pemudi yang entah mengikuti Ospek yang klasikal maupun Ospek yang modern adalah kekayan terbesar bangsa ini yang perlu merevolusi mental, maka harapan bahwa tindakan-tindakan militeristik dan plonco-ploncoan yang tidak mendidik dan merusak moral, tidak menjadi pilihan utama atau pun yang kesekian. Bahan-bahan yang dijadikan ploncoan yang tidak mendidik dan membangun hanya akan membekas dan menularkan 'bibit penyakit' baru untuk generasi selanjutnya. Kegiatan dan pola penyelenggaraan OSPEK dan MOS yang mengedepankan REVOLUSI MENTAL lebih bermanfaat dan memiliki nilai lebih. Seirama dengan semangat kebangsaan dan kenegaraan yang saat ini sedang bergaung dan bergema di seantero bumi pertiwi ini.

Mari, wujudkan Revolusi Mental melalui penerimaan siswa-mahasiswa baru dan penyelenggaraan MOS-OSPEK. Tanamkanlah spirit Revolusi Mental dalam keragaman pikiran dan sanubari generasi muda bangsa ini, baik penyelenggara MOS dan Ospek atau pun calon siswa dan mahasiswa yang mengikuti MOS dan Ospek.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun