Mohon tunggu...
Deffy susanti
Deffy susanti Mohon Tunggu... Majalengka University

Menulis artikel yang populer

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Peran Vital Data Mining dalam Ekosistem Gizi Nasional

11 Oktober 2025   05:28 Diperbarui: 11 Oktober 2025   05:28 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Di era digital, data adalah aset paling berharga. Namun, data mentah berupa jutaan angka tinggi dan berat badan siswa yang tersebar di seluruh nusantara, ibarat minyak mentah yang belum diolah; potensinya besar, namun belum bisa dimanfaatkan. Untuk mengubah data ini menjadi "bahan bakar" yang menggerakkan kebijakan gizi yang efektif dan tepat sasaran, diperlukan sebuah mesin pengolah yang canggih. Mesin inilah yang kita kenal sebagai Data Mining dan Mesin Pembelajar (Machine Learning).

Pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 memberikan mandat yang kuat untuk menyelenggarakan pemantauan dan pengawasan gizi secara terencana dan sistematis. Untuk menjalankan amanat ini, BGN tidak bisa lagi bergantung pada metode manual. Dibutuhkan sebuah arsitektur data yang cerdas, di mana Data Mining menjadi jantung dari keseluruhan sistem.

Proses transformasi data ini tidak terjadi secara ajaib. Ia mengikuti sebuah alur kerja yang terstruktur dan terencana, sebagaimana tertuang dalam Fase 3: Pengolahan, Pemodelan & Analisis Data dari "Roadmap Implementasi Sistem Pemetaan Gizi Presisi Real-Time. 

  • Pipa Data: Mengalirkan Informasi dari Sumbernya

Semuanya dimulai di satuan pendidikan. Perangkat Internet of Things (IoT), seperti timbangan dan stadiometer digital, menangkap data tinggi dan berat badan secara akurat. Data ini kemudian dikirim melalui aplikasi mobile via Bluetooth ke server pusat. Inilah tahap awal di mana data mentah mulai dikumpulkan secara masif dan seketika.

Data yang baru masuk ini masih "kotor" dan belum seragam. Di sinilah peran pertama Data Mining melalui proses ETL (Extract, Transform, Load) dimulai :

  • Pembersihan Data (Data Cleaning): Sistem secara otomatis akan mendeteksi dan menangani data anomali. Misalnya, jika ada input tinggi badan siswa SD setinggi 20 cm atau berat badan 200 kg, sistem akan menandainya sebagai data yang perlu diverifikasi. Ini krusial untuk memastikan integritas dan keakuratan data yang akan dianalisis lebih lanjut.
  • Transformasi & Standardisasi: Inilah inti dari pengolahan. Angka tinggi dan berat badan mentah akan diolah menggunakan skrip Data Mining untuk secara otomatis menghitung Indeks Antropometri (Z-score untuk Berat Badan/Usia, Tinggi Badan/Usia, dan Berat Badan/Tinggi Badan).
  • Klasifikasi Status Gizi: Berdasarkan hasil Z-score, setiap anak akan secara otomatis diberi label status gizi: Stunting, Gizi Kurang, Gizi Buruk, Normal, atau Obesitas. Proses yang tadinya memakan waktu berhari-hari jika dilakukan manual, kini selesai dalam hitungan detik.

Sebuah angka status gizi menjadi jauh lebih bermakna ketika kita tahu di mana lokasinya. Sistem akan melakukan geocoding, yaitu memberikan titik koordinat Lintang dan Bujur untuk setiap sekolah. Dengan ini, setiap kasus stunting atau gizi kurang dapat dipetakan, mengubah tumpukan data menjadi sebuah peta visual yang hidup.

Jika Data Mining berfokus pada pengolahan data masa kini, maka Mesin Pembelajar (Machine Learning) membawa kita selangkah lebih maju ke masa depan, seperti yang direncanakan dalam Fase 6 roadmap.

Dengan memanfaatkan data historis yang terkumpul dari waktu ke waktu, kita dapat membangun model prediktif. Sistem tidak hanya akan melaporkan sekolah mana yang saat ini berada di "zona merah", tetapi juga dapat memprediksi wilayah atau kelompok siswa yang berisiko tinggi mengalami masalah gizi di bulan-bulan mendatang. Bayangkan dampaknya:

  • Intervensi Proaktif: Pemerintah daerah dapat mengalokasikan sumber daya dan program penyuluhan sebelum masalah gizi merebak di suatu kecamatan.
  • Efisiensi Anggaran: Anggaran dapat difokuskan pada upaya pencegahan di area berisiko tinggi, yang biayanya jauh lebih efektif daripada penanganan kasus yang sudah terjadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun