Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PKH Kemensos Kembalikan Martabat Mak Pita

2 Maret 2019   14:54 Diperbarui: 2 Maret 2019   15:05 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mak Pita menunjukkan kartu kepesertaan Program Keluarga Harapan dari Kemensos yang tercatat atas namanya. Credit Foto oleh Dedy Hutajulu

Oleh Dedy Hutajulu

Gara-gara suaminya terlibat narkotika dan kasus pembunuhan sekeluarga, martabat Mak Rospita, buruh cuci dari Sumut, benar-benar runtuh. Ia turut dicap sebagai pengedar narkotika sekaligus keluarga pembunuh. Beruntung, #ProgramKeluargaHarapan berhasil mengembalikan martabatnya.

TANGAN Mak Pita cekatan membolak-balikkan pakaian. Setiap helai kain keriput mendadak klimis diterpa panas setrika listrik. Agar wangi dan mudah digosok, pengharum pakaian pun disemprotkan ke tiap helai kain. Dalam dua jam tuntas sudah segerobak pakaian tersetrika rapi.

Sebagai tulang punggung keluarga, Penginapen Hatijah Beru Sinuhaji (38 tahun) atau akrab disapa Mak Pita harus bekerja keras agar anaknya bisa sekolah. Setiap hari ia bekerja sebagai buruh cuci di sejumlah rumah di Kompleks Perumahan Griya Milala Rumah Tengah, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang, Sumut, tak jauh dari tempat tinggalnya. Dari tiap helai kain yang dicuci dan disetrikanya itulah ia mendulang rupiah. Dan setiap rupiah yang dihasilkannya, ia gunakan untuk menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan empat anaknya.

Disapa sebagai Mak Pita, karena anak sulungnya bernama Rospita Siallagan. Dalam tradisi Batak Toba maupun Karo, orangtua akan dipanggil dengan embel-embel nama anak sulung, sebagai bentuk kebanggaan atas anugerah Tuhan. Maka, nama Penginapen Hatijah otomatis berubah menjadi Mak Rospita atau Mak Pita.

Selain miskin, keluarga ini juga menumpang tinggal di rumah Pendeta (alm) Jonpiter Aritonang. Berhubung Pak Pendeta memiliki rumah dinas Gereja yang bisa dihuninya. Sudah delapan tahun mereka tinggal di situ berkat kemurahan hati pak Pendeta.


Selain Rospita, Mak Pita masih punya tiga anak lagi antara lain Delastri Siallagan yang kini duduk di bangku kelas 7 SMP, Wannadio Siallagan kelas 4 SD, dan si bungsu Distra Siallagan kelas 2 SD. Rospita sendiri sekarang setingkat SMA kelas X. Keempat anaknya ini menjadi langganan juara kelas di sekolah masing-masing.

Mak Pita sosok pekerja yang tangguh dan cekatan. Ia juga seorang yang tak mempedulikan gengsi. Ia mau bekerja apa saja asal halal, termasuk menjadi pembantu rumah tangga dan menyambi tukang urut. "Puji Tuhan, dari menggosok, mengusuk, dan menyuci bisa dapat dua juta sebulan. Cuma inilah, kerjanya nonstop, macam kuda, dari pagi sampai sore," bebernya.

Dokpri
Dokpri
Menurut perempuan berdarah asli Karo itu, setahun terakhir ini ia merasa batinnya mulai tenang. Sejak penerimaan keluarga besarnya dan masyarakat semakin baik padanya. Ia bercerita sisi kelam keluarganya yang dimulai dari bangkrutnya bisnis transportasi milik suaminya, usaha membungakan uang (rente) yang dikerjakan suaminya juga kolaps. 

Celakanya, akibat kebangkrutan itu, suaminya, Maju Siallagan menjadikan narkotika sebagai pelarian. Dan April 2017, Maju Suranta dijebloskan polisi ke penjara karena terbukti terlibat dalam kasus pembakaran rumah yang mengakibatkan sekeluarga, berjumlah empat orang meregang nyawa, termasuk seorang anak kecil. Maju Suranta berperan membeli bensin dan menyiramkannya ke rumah korban. Akibat perbuatannya, ia diganjar 20 tahun kurungan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 1 Tanjung Gusta.

Sejak kejatuhan suaminya itu, Mak Pita benar-benar jatuh miskin. Ia juga harus merelakan suaminya di Lapas. Mau atau tidak, Mak Pita harus mengambil alih peran ibu sekaligus ayah bagi keempat anaknya.

"Tapi saya senang dia di Lapas sana. Sekarang hari-harinya membersihkan gereja, nyapu ngepel, nyiram taman lalu pendalaman Alkitab. Perilakunya sudah berubah. Mudah-mudahan ia bisa benar-benar lepas dari candu narkoba," harap Mak Pita.

Sejak suaminya ditangkap polisi, keempat anaknya begitu membenci ayah mereka. Berbulan-bulan keempat buah hatinya itu berubah menjadi sosok pendiam. Mereka bertanya-tanya kenapa ayahnya ditangkap polisi. Mak Pita berjuang seorang diri merangkul dan memulihkan psikologis anak-anaknya.

Celakanya, penangkapan terhadap suaminya itu juga membawa dampak buruk bagi Mak Pita dan anak-anaknya. Mak Pita dan anak-anaknya. Oleh warga setempat, ia dituding sebagai pengedar narkoba. Mereka dikucilkan.

Lebih tragisnya lagi, segerombolan warga pernah menggeruduk ke rumahnya. Ia diusir dengan tuduhan sebagai keluarga pembunuh. Ia dianggap sebagai seorang kriminal. Meskipun putusan pengadilan sudah final bahwa suaminya bersalah dan sedang menjalani hukuman di Lapas. "Usir itu Pak Pendeta. Keluarga pembunuh itu," begitu, teriak warga waktu itu.

Jika Pendeta Aritonang tidak membelanya, entah bagaimana kehidupan Mak Pita kala itu. "Yang bersalahkan Pak Siallagan. Istrinya dan anaknya tidak tau apa-apa. Saya ini pendeta, bukan hakim yang bisa menghakimi. Hakimlah yang bisa mengadili dan memutuskan kasus suaminya. Tapi ibu ini dan anaknya tetap di rumah saya. Tak ada yang boleh mengusirnya," begitu Pak Pendeta memasang badan, membela Mak Pita dari upaya ratusan massa yang hendak mengusirnya.

Tak sampai di situ, Mak Pita beberapa kali dirundung kuatir. Sejak Pendeta Aritonang menghadap sang Khalik pada 8 Januari 2018, ia dilanda kekuatiran akan tinggal dimana bila rumah yang dihuninya selama ini diambil kembali oleh keluarga pendeta.

Namun kekuatiran ibu empat anak ini tidak terjadi. Di sebuah partangiangan (acara doa) di rumahnya, Rosliana Ginting, istri dari Pendeta Jonpiter menanyakan status rumah yang dihuni Mak Pita. Rosliana justru mengingatkan agar Mak Pita tetap berkenan menempati rumahnya. "Kita saling berbagi berkat. Enggak bisa uang atau materi, ya apa saja," kata Mak Pita menirukan kata-kata istri Pendeta, kala itu.

Rosliana bahkan tak pernah menyinggung uang kontrakan rumahnya. Justru dia menanyakan kondisi kehidupan Mak Pita dan anak-anaknya. "Masih layak rumah kita itu kan, Bu? Kalau ada yang bisa kami bantu, jangan sungkan ya sama kami. Kami kan bukan orang lain," tegur Bu Pendeta.

Pas rumahnya digerebek polisi, Mak Pita seharian bingung mencari uang membeli seragam pramuka anaknya.  Saat itu, Mak Pita benar-benar linglung. Shock. Tak dinyana, Pendeta Jonpiter langsung membelikan seragam pramuka untuk anak-anaknya. "Saat itu kami lagi krisis. Jadi saya senang sekali anak saya bisa dapat seragam. Itu berkat bantuan Pak Pendeta," katanya sambil mengelap air matanya.

Dulu, sambung Mak Pita berkisah, keluarganya punya satu mobil angkutan umum dengan trayek Pusat Kota Medan ke Marelan. Jam 4 pagi sopir duanya yang membawa angkot untuk cari sewa. Selain angkot, mereka juga memilili 10 unit becak. Empat sudah lunas, enam masih kredit. Tetapi, itu tak bertahan lama. Ekonomi keluarga Mak Pita hancur sejak mereka memulai bisnis rentenir. Becak dilarikan orang, setoran macet, duit pinjaman dibawa kabur peminjam sampai Rp 150 juta dan suaminya tak terima atas kebangkrutannya itu. Sialnya, Maju jatuh menjadi pecandu berat narkotika dan akhirnya tersandung kasus pidana yang menjeratnya ke penjara.

"Saya akui, duit rentenir itu enggak berkat. Makanya sekarang saya rajin ibadah. Anak-anak saya tumbuh sehat dan pintar. Mereka mau jadi guru, jadi saya dukung dengan kerja keras. Saya enggak malu memulainya dari nol," ujarnya.

Mak Pita mengakui, semua keluarga besarnya baik dari pihak Siallagan maupun Ginting berlomba-lomba meminta anak-anaknya untuk diasuh. Tapi ia menolak tegas. "Mereka alasan mau mengasuh. Tapi tak satupun dari mereka mau membantu biaya pendidikan anak-anakku," ujarnya.

Bagi Mak Pita, yang lalu biarlah berlalu. Ia ingin menata masa depannya lebih baik. Ia sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Ia menyadari, ketika persoalan beruntun mendera keluarganya, justru saat itulah ia semakin dekat dengan anaknya. Ketika suaminya terpuruk, saat itu pula ia semakin gigih merangkulnya. "Saya rasakan Tuhan mempedulikan keluarga saya. Tuhan juga kirimkan pemerintah untuk menolong keluarga saya melalui program PKH," jelasnya.

Kehidupan Mak Pita pun berubah lebih baik seiring berjalannya waktu. Di tengah banyaknya kebutuhan yang harus dicukupkan, PKH begitu membantu. Program ini menanggung keempat anak Mak Pita. Ia mengaku, dana PKH sangat berdampak dalam pengembangan perekonomian keluarganya sekaligus memastikan anak-anaknya bisa terus bersekolah. "Anak saya si Rospita mendapat Rp 2 juta pertahun, Delastri Rp 1,5 juta, Wannadio dan Distra Rp 900 ribu. Itu semua saya pergunakan untuk kebutuhan sekolah mereka. Supaya mereka kelak menjadi orang sukses," tuturnya.

Selain dana bagi pendidikan untuk anaknya, PKH memberikan bantuan pokok berupa uang senilai Rp 550ribu. Uang itu bisa dicairkan melalui ATM.

Mak Pita mengaku telah mendaftar untuk PKH sejak 2014 silam. Awalnya ia mendapat informasi dari Kepala Dusun (Kadus), Pak Bambang. Kadus mendatangi warganya ke rumah masing-masing. Bambang menyampaikan rencana pengadaan #PKHKemensos dan meminta foto copy kartu keluarga warganya. Namun tahun 2015, baru namanya lolos. Sejak itu, kini di 2019 terdaftar 90 KK penerima #PKHKemensos. "Setiap bulan kami ada pertemuan. Membahas anggarannya," imbuhnya.

Setiap tahunnya berbeda anggaran untuk setiap keluarga. Tahun 2018 mereka hanya mendapat dana bantuan sebesar Rp 1.890.000 per keluarga. Berbeda dengan tahun 2019 ini, setiap keluarga mendapat kucuran dana lebih besar.

Selain dibantu dana, #ProgramKeluargaHarapan juga melatih Mak Pita keterampilan berwira-usaha, seperti membikin berbagai produk rumah tangga. Tahun 2018 lalu, ia dilatih cara membuat detergen, sabun cuci piring dan tas dari botol air mineral bekas. "Tujuannya, supaya saya mendapat penghasilan tambahan. Lumayanlah untuk biaya belanja sehari-hari," pungkasnya.

Sejak terlibat dalam #PKHKemensos, kehidupan keluarga Mak Pita semakin layak. Pendidikan anak-anaknya juga tidak terganggu. Orang tak lagi memandangnya rendah. Orang tak lagi menganggapnya kriminal atau pengedar narkoba. Warga akhirnya melihat betapa luar biasa perjuangan Mak Pita bagi keluarganya. Berkat #PKHKemensos, upaya Mak Pita memulihkan martabat keluarganya berjalan di luar dugaan.

Jonroi, salah satu pendamping #PKHKemensos menerangkan, PKH adalah bantuan komplementari yang diberikan pemerintah. Komplementari artinya mereka yang memiliki komponen. Salah satu komponennya adalah pendidikan. #PKHKemensos merupakan program prioritas dalam penuntasan kemiskinan di Indonesia.

Menurut Jonroi, Mak Pita sangat layak mendapatkan #PKHKemensos. Empat orang anak sekolah adalah beban berat yang harus ditanggung Mak Pita. Karena itulah, bantuan sosial #PKHKemensos tepat sasaran bagi Mak Pita. Utamanya, untuk menyelesaikan masalah pelayanan dasar kepada masyarakat berupa pendidikan dan kesehatan anak-anaknya.

"Jadi bantuan itu harus bermanfaat dan tepat sasaran. Maka menjadi penting peran pendamping #PKHKemensos. Dengan melakukan pertemuan peningkatan kemampuan keluarga, penerima manfaat terus dibina untuk meraih keluarga sejahtera," pungkas Alumnus S2 UGM itu. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun