Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah TOP di Pulau Nias (Bagian 1)

20 Oktober 2020   15:12 Diperbarui: 20 Oktober 2020   15:26 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pelabuhan gunungsitoli (dok.pri)

Sesuai Dengan yang Diharapkan

Semangat yang penuh menjadi rasa yang ada dalam diriku saat saya bersama dengan ke-empat teman saya tiba di keuskupan. Untuk sementara waktu, kami tinggal di rumah tamu keuskupan sambil menunggu surat keputusan penempatan Tahun Orientasi Pastoral (TOP). 

Sebagaimana kebiasaan dari orang beriman, kami menunggu sambil berharap. Isi harapan kami sama, yaitu jangan TOP di Seminari Menengah. Alasan kami pun sama, yaitu TOP di Seminari tidak seru karena sudah mengenal ritme hidup di sana. Kami ingin suasana baru.

Kami semakin cemas dan meningkatkan pengharapan ketika mendengar informasi bahwa salah seorang dari kami akan ditempatkan di Seminari. 

Mulailah kami saling memberi prediksi tentang siapa yang layak mendapat "tempat terhormat" tersebut. Iya, kami sebut Seminari itu sebagai tempat terhormat karena dikhususkan bagi orang tertentu saja seperti yang berkepribadian alim, disiplin dan berjiwa kepemimpinan. Saya langsung merasa tidak layak karena tidak memiliki sifat-sifat tersebut. 

Lagi pula saya pun merasa bahwa saya tidak akan TOP di seminari karena ada informasi yang mengatakan bahwa frater yang belum mengetahui bahasa Nias akan ditempatkan di Nias. Itu artinya peluang saya untuk lepas dari TOP di seminari besar karena saya orang Batak dan belum tahu bahasa Nias.

Setelah dua hari mengira-ngira siapa gerangan ke Seminari, akhirnya kami menemukan jawaban yang pasti. Orangnya itu bukan saya, tetapi teman saya yang berasal dari kepulauan Nias dan bersuku Nias. 

Seperti kriteria yang telah kami buat, dia adalah pribadi yang sangat cocok untuk menjalani masa TOP di Seminari. Kami bahagia dan dia pasrah. Kami tidak bisa menghiburnya karena hiburan yang kami berikan serasa ejekan bagi dirinya.

Keesokan harinya, sebagai bentuk dukungan terhadapnya, kami mengantarkannya ke seminari. Kami juga menemaninya jalan-jalan melihat pekarangan seminari sambil menerka-nerka tentang karya pastoral yang akan dia kerjakan di tempat tersebut. 

Lalu kami pun berpura-pura khawatir tentang tugas pastoral yang akan kami terima di paroki sebagai bentuk simpati kami terhadapnya, namun dia tidak peduli dengan itu. Memang benar, TOP di seminari enggan diterima, tetapi semuanya telah ditentukan dan bagi saya itu adalah penentuan yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun