Mohon tunggu...
Dedy
Dedy Mohon Tunggu... Administrasi - Always Hungry

Selalu Berusaha Menjadi berguna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Permasalahan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan di Majene Sulawesi Barat

11 Januari 2017   16:21 Diperbarui: 11 Januari 2017   16:33 2586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Mandarnews.com

Pada hari selasa 27 Desember 2016 bertempat di Ruang Pola Kantor Bupati mamuju  di adakan Uji Publik Standar Pendidikan Minimal (SPM) di  Kabupaten Majene. Saya pikir yang menghadiri acara tersebut adalah para Pegawai, baik itu guru maupun pengawas serta Media dan LSM yang perduli pada pendidikan. Saya sendiri tidak hadir dalam acara tersebut dan hanya membaca berita yang ada di internet.

belumnya, konsultan bersama Pemkab Majene telah membentuk tim tekhnis untuk program yang menargetkan membenahi mutu pendidikan di Majene lima tahun ke depan. Sebelumnya, konsultan bersama tim tekhnis mengidentifikasi sejak 2014 data Dikdas yang dinaungi Dinas Pendidikan (Disdik) dan Kementerian Agama (Kemenag) Majene .

Adapun beberapa poin belum memenuhi SPM yang menjadi kekurangan/yang harus diperbaiki yang dipaparkan dalam uji publik tersebut adalah

  1. Guru belum S1 sebanyak 25 persen di Sekolah Dasar
  2. Masih ada guru mengajar hanya 24 jam dalam seminggu dan seharusnya sesuai SPM sebanyak 37,5 jam
  3. Kepala sekolah belum S1, ada dua di Madrasah Tsanawiah (MTs) dan 10 persen di Sekolah Dasar
  4. Masih ada pengawas sekolah yang tidak berkunjung ke sekolah dalam sebulan. Harus tiga jam berada di sekolah sekali kunjungan
  5. Komite sekolah yang tidak berfungsi maksimal mencapai 20 an persen
  6. Ketersediaan buku hanya 26 persen dan kekurangan alat laboratorium sekolah

Sumber : Majene Dapat Bantuan Rp 25 Miliar dari Uni Eropa

Enam hal tersebut yang menjadi kekurangan sehingga SPM Pendidikan di majene tidak terpenuhi. Jika saya bisa memberikan masukan  ada beberapa hal di atas yang menurut saya yang membuat SPM tidak berjalan di Kota pendidikan di Sulawesi barat tersebut adalah kurang tepat.

Misalnya Nomor 2, sangat ganjil jika dikatakan guru harus mengajar sebanyak 37,5 jam di sekolah. Bagaimana tidak ? seorang guru harus mengajar selama 37,5 jam dalam seminggu belum lagi mereka harus membuat RPP, Media Pembelajaran, Laporan dan berbagai macam tetek bengek sebagai PNS. Selain itu guru juga harus mempunyai waktu meneliti (PTK) belajar sebelum masuk dalam kelas. Hal tersebut tentu saja membuat kuantitas mengajar guru meningkat namun bagaimana dengan Kualitas ? 

Jika kita mengacu pada indikator SPM Pendidikan nomor 23 tahun 2013  tentang jam bekerja guru yang bunyinya “Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan;”. Maaf saja, jika saya harus mengatakan bahwa Tim Teknis yang telah bekerja dari tahumn 2014 telah keliru memahami hal tersebut karena jam bekerja bukan hanya mengajar saja. Kecuali penulis berita tersebut telah salah mengutip sehingga sayapun salah tetapi saya telah melihat di portal berita yang lain isinya semua sama.

Point Selanjutnya adalah Kepala sekolah belum S1, ada dua di Madrasah Tsanawiah (MTs) dan 10 persen di Sekolah Dasar, Sebenarnya permasalahan seorang kepala sekolah Harus memenuhi standar pendidikan Minimal Sarjana ini sangat lucu jika terjadi di kota pendidikan ini, dengan melihat 75 % persen guru Sarjana mengacu pada poin Pertama. Menurut hemat saya, Semua itu bisa terjadi karena pemangku kebijakan sendiri yang tidak tunduk dengan SPM yang sudah ada. Jika saya bisa mengusulkan cara yang paling tepat dan cepat adalah dilakukanya Mutasi.

Point selajutnya  adalah Masih ada pengawas sekolah yang tidak berkunjung ke sekolah dalam sebulan. Harus tiga jam berada di sekolah sekali kunjungan. Untuk point ini saya saya berpikir akar masalahnya adalah umur pengawas yang mungkin sudah tidak terlalu muda lagi walaupun masih dalam kategori produktif , sehingga untuk beraktifitas mengawasi sekolah di Majene yang tersebar di segala penjuru kota Majene yang memiliki luas kabupaten Majene 947, KM persegi dengan panjang kurang lebih 125 km tentu saja menjadi agak sulit. Apalagi jika kita berbicara seorang pengawas yang harus berkantor di kota Majene dan Mengawas di daerah yang gunung yang susah untuk di jangkau. 

Salah satu Solusinya yang saya ingin berikan adalah sebaiknya dilakukan peremajaan para pengawas. Saya mempuyai pengalam saat kuliah dulu bersama Dosen saya saat memberikan pembekalan kepada pengawas/calon pengawas di satu daerah Dimana para pesertanya tidak hanya dari umur yang medekati pensiun namun juga yang masih muda.

Komite sekolah tidak berfungsi maksimal, Sebenarnya  penunjang kemajuan sebuah sekolah ada tiga komponen, Kepala Sekolah, Guru dan Masyarakat ( Masyarakat sekitar sekolah dan Orang Tua Siswa). Mereka adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi ketiga pihak tersebut.  Namun Kenyataanya...??? komite sekolah hanya mengekor pada kepala sekolahnya karena mungkin mereka/komite sekolah sendiri tidak mengetahui apa fungsi dan peranya, mungkin juga kerena mereka yang terpilih menjadi komite sekolah adalah seorang Pejabat atau orang yang sibuk sehingg tidak mempuyai waktu untuk bekerja.

Saran saya untuk komite sekolah agar diberikan pelatihan atau sosialisi tentang Komita sekolah sendiri dan yang menjadi jajaran komite mempuyai waktu untuk memajukan sekolah bukan dipilih karena peling terkenal atau mempuayai jabatan. Untuk sistem Menajemen Berbasi Sekolah (MBS) sendiri saya sarankan untuk belajar ke SD IKIP Makassar depan UNM di Jl.Pettarani.

Ketersedian buku dan fasilitas lainya memang sudah menjadi masalah klasik yang dialami tempat kelahiranku ini. Saya pikir mungkin keterbatasan dana dari pemerintah dan pemerintah tidak bisa kita harapkan sepenuhnya untuk masalah ini. Orang Tua saya yang juga seorang guru mengatakan kalau Pendidikan itu mahal, walaupun selama ini dikatakan gratis karena gratis bisa saja tidak maksimal kerena keterbatasan dana dari pemerintah. Maka hal yang tidak di cover pemerintah mungkin bisa kita sediakan sendiri misalnya buku pelajaran. Selain itu ada beberapa hal yang bisa dilkukan melalui ikatan alumni diamana alumni bisa memberikan sumbangan 1 buku 1 alumni tapi kalau bisa bukunya di tetapkan jika tidak bisa dalam bentuk buku bisa dalam bentuk uamng ke Ikatana Alumni lalu Ikatan alumni memberikan hal itu kapada sekolah.

Point yang terakhir namun menjadi masalah nomor 1 yang saya tulis di atas adalah guru SD belum S 1 sebanyak 25% , saya agak bingun dengan point ini karena menurut standar pendidikan minimal yang saya lihat dan ketahui berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 bahwa guru SD yang wajib S1 atau D IV hanya 2.  Maka dari itu saya tidak mengerti jika ini menjadi sebuah masalah kerena S1 memang bukan kewajiban. Namun jika Majene memang menhendaki hal tersebut akan lebih bagus. Salah satu caranya adalah dengan memberikan tugas belajar kepada guru-guru untuk sekolah. Seharusnya Masalah SPM Pendidikan ini menjadi juga dapat dilihat oleh UNISULBAR sebagai sebuah Kesempatan untuk membuka Prodi baru yang mendorong untuk .  

Sekian Pandangan Saya sebgai Seorang yang pernah menimbah ilmu selama 12 tahun di kabupaten ini dan sebagai seorang sarjana Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Tulisan ini hanya berupa masukan bagi TIM Ahli yang di tunjuk daan Pemerintah Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun