Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Money

Berkesah-kesah Mengolah Dana Jemaah

20 Juni 2021   09:40 Diperbarui: 20 Juni 2021   09:42 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ada yang unik dan menarik dalam  UU 34 tahun 2014. Undang undang itu mengatur tentang Badan Pengelola Keuangan  Haji (BPKH).

Semua dana haji awalnya berasal dari sisa-sisa biaya penyelengaraan haji dari tahun ke tahun. Setelah sekian lama, dana itu menumpuk dalam jumlah cukup besar.  Kita mengenalnya kemudian dengan nama   Dana Abadi Ummat (DAU)

Hal unik dalam UU 34 / 2014 itu antara lain ada pasal yang menyebutkan  badan itu berprinsip syariah dan nirlaba. Secara umum, pemahaman tentang nirlaba adalah keuntungan tidak  menjadi tujuan utama. Tetapi anehnya ada pasal yang lain menyebutkan dana yang dikelolanya harus berkembang. Yang menarik lagi ada ancaman semua usaha yang dilakukan jangan sampai rugi. Kalau rugi maka 14 orang Badan Pengurus dan Dewan Pengurus harus bertanggung jawab secara tanggung renteng. Bahkan mereka terancam pidana.

Bukankah yang demikian itu unik dan menarik ? Bukankah  itu kurang lazim karena dapat dirasakan  memberatkan mereka yang mengemban otoritas itu ?

Ketika Badan Pengurus dan Dewas dilantik Presiden Jokowi tahun 2017, banyak orang pesimis. Tidak begitu yaqin bahwa mereka akan berhasil mengembangkan dana milik jemaah haji itu.

Mari kita renungi bingkai bingkai yang tampak sangat mengikat kebebasan interpreneurship BPKH itu. Mereka itu ibarat orang  disuruh lari kencang tapi kedua kakinya diikat.

Sistim syariah harus kita pahami masih terbilang asing ditengah tengah dominasi ekonomi konvensional. Bahkan sampai sekarang realitas syariah itu masih banyak diragukan.

Dr. Budi Santoso, pakar syariah Salam anggota Dewan Sariah Nasional, menuding praktek syariah itu masih "boong boongan". Jika bank bank syariah benar benar melaksanakan sesuai dengan syariah yang sesungguhnya mereka tidak akan bisa bersaing dengan bank konvensional. Sistim Nirlaba, secara umum itu dipahami   sebagai sebuah  usaha yang  tidak  berorientasi pada keuntungan.

Belakangan khusus berkait dengan BPKH disepakati     bahwa yang dimkasud nirlaba itu keuntungan usaha bukan milik atau hak BPKH sebagai badan yang mengelola.  Semua hasil pengusahaan atau manfaat yang diterima adalah milik dan hak para calon jemaah haji.

Badan hanya memperoleh semacam upah pungut sekitar 5 persen dari nilai keuntungan dan manfaat yang diterima.  Bolehlah itu dianalogikan dengan amilin pada pengumpulan zakat.

Tenyata skeptisme, keraguan banyak pihak tidak terbukti kebenaranya. Dalam tiga tahun saja dana itu telah berkembang dari Rp.93 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp.144 triliun pada tahun 2020.

Menurut anggota Dewas Abdul Hamid Paddu penambahan aset itu diperoleh dari hasil defosit pada bank syariah, nilai manfaat dari Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN).  Uang setoran awal para jemaah,  serta sisa lebih penyelenggaraan ibadah.

Masih menurut Abdul Hamid, BPKH juga mengembangkan usaha langsung seperti pembangunan hotel di Saudi, angkutan darat, katering bahkan mungkin maskapai penerbangan.

Mulai tahun ini, sebesar 5 persen dari dana yang ada akan disimpan dakam bentuk emas.

Menurut Abdul Hamid, setiap tahun nilai manfaat itu masuk sekitar Rp.8,4 trilyun. Semua nilai tambah itu diberikan langsung kepada para jemaah dalam bentuk pengurangan beban jemaah dari biaya rill ibadah haji. Ia menjelaskan bahwa biaya rill ibadah haji mencapai Rp.70 juta per orang. Tapi kepada jemaah hanya dibebankan Rp. 34 juta saja.

Sisanya ditutupi dari dana hasil manfaat itu Rp.36 juta setiap jemaah. Setiap tahun BPKH menaggung biaya ibadah sekitar Rp.7,3 trilyun.

Dengan terjadinya pembatalan ibadah tahun 2020 dan 2021 baik Abdul Hamid maupun ketua BPKH Anggito Abimanyu menjamin  semua dana haji yang ada dalam pengelolaannya aman.

Setiap tahun dilakukan audit oleh BPK dan diunggah dalam website BPKH.

Soal rame rame wacana adanya dana yang dipergunakan infrastruktur Paddu mengatakan secara langsung tidak ada.  SBSN itu kan masuk APBN sebagai penerimaan.  Kalau  ada yang digunakan biaya  infrastruktur, itu bukan urusan BPKH lagi.

"Selanjutnya terserah anda", begitu mungkin yang ingin disampaikan Abdul Hamid Paddu atas nama lembaga BPKH.- ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun