Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

ASN dan Dendam Politik

16 Oktober 2020   11:57 Diperbarui: 16 Oktober 2020   12:12 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hanya satu dari lima anak saya yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri.  Sekarang namanya Aparatur Sipil Negara Ketika lulus SMA ia sempat ikut testing AKABRI. Ketika saya tanya kenapa mau jadi tentara, dia menjawab sambil senyum senyum "supaya gampang jadi bupati".

Saya tidak tahu apa dia ngomong sungguhan atau sekedar canda doangan .

Tapi memang waktu tata politik kita memungkinkan tentara mudah menempati jabatan Sipil. Asal sudah Letnan Kolonel ia bisa menempati jabatan bupati atau wali kota.  Kalau sudah jendral bisa jadi gubernur. Untuk jabatan direktur   di BUMN atau  Sekda pangkat Mayor saja bisa.

Trend politik itu namanya Dwi Fungsi ABRI. Konon itu idenya Jendral Nasoetion, Panglima ABRI saat itu.

Kerena gagal testing AKABRI anak saya dan sekitar 15 teman se SMA rame2 menuju Jl Dago Bandung. Mereka daftar masuk APDN di situ.Dulu sering dijuluki secara tak resmi sebagai Sekolah Camat.

Alhamdulillah dia lulus dan masuk asrama APDN yang baru di Jatingor.

Sistim pendidikannya persis seperti pendidikan militer.

Dia dan angkatannya lulus dan dilantik oleh Presiden Soeharto tahun 1993.

Persoalan muncul setelah menjadi PNS.Ternyata para pegawai negara itu menjadi incaran partai2 politik atau orang2 yang butuh suara mereka dalam pemilu atau Pilkada.Soalnya jumlah PNS itu banyak , sekitar 4 juta.Belum termasuk keluarga. Jadi para politikus atau mereka yang berhasrat jadi Kepala Daerah sangat bernafsu mendapatkan suara atau dukungan  mereka. Golkar dalam pemilu 1982 mendapat 10 juta suara dari Korpri.  Itu suara berasal dari PNS dan keluarganya.

Bagi anak saya yang tidak mampu menjaga netralitas itu ternyata berbuah malapetaka.

Ia dalam pilkada itu ia mendukung seorang atasannya seorang PNS yang mencalonkan diri. Ternyata pertarungan itu dimenangkan calon lain. Seorang kader partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun