Mohon tunggu...
Dede Supriatna
Dede Supriatna Mohon Tunggu... PERANGKAT DESA -

seperti manusia lain pada umumnya.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu Tiri

13 April 2012   11:35 Diperbarui: 4 April 2017   17:37 7473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul diatas terasa agak janggal dan tidak seperti peribahasa yang umumnya menyatakan bahwa Surga ada dibawah telapak kaki ibu, tanpa ada embel-embel "tiri" dibelakangnya.

Manusia , yang terlahir ke dalam dunia ini tentunya sangat mempercayai bahkan merasakan betapa besar kasih sayang seorang ibu dalam kehidupan ini. Betapa tidak, dari mulai mengandung selama (rata-rata) 9 bulan, melahirkan yang (kata ibu saya) sakitnya luar biasa setengah mati, serta membesarkan dengan penuh kesabaran dan semua dijalani tanpa ada beban.

Namun apa yang terjadi tatkala sebuah rumahtangga yang mempunyai konflik dengan jalan terakhir (yang katanya) satu-satunya jalan terbaik yakni bercerai. Sedangkan dalam peristiwa tersebut terdapat paling sedikitnya 3 pihak yang terlibat sekaligus jadi korban : suami, istri dan tentu saja anak. Sebuah perceraian pastinya akan berujung pada nasib anak yang sekaligus menjadi sebuah perjalanan yang mau tidak mau harus dijalani. Seorang anak korban dari perceraian orangtuanya jarang sekali mendapatkan kasih sayang yang utuh baik dari ibu kandungnya maupum dari bapaknya sendiri. Ini diakibatkan oleh (rata-rata) sikap saling dendam yang melekat pada orangtuanya. Sehingga tak jarang kehidupannya terlantar, kalapun ada anak yang bernasib baik paling tidak dia akan merasakan kasih sayang dari saudara, orangtua angkat atau dari bapak/ibu tirinya yang semua itu tak akan dapat menggantikan kasih sayang dari orangtuanya.

Ibu tiri??? Ya itulah salahsatu jalan kehidupan dari seorang anak yang orangtuanya bercerai. Kata "tiri" memang dalam telinga kita rasanya "kurang enak" untuk didengar, tapi memang begitulah istilah dan keadaannya.

Seorang Ibu tiri memang tak akan bisa menggantikan posisi ibu kandung secara utuh sampai kapan pun, bahkan "nada-nada sumbang" tentang sosok ini yang konon "kurang baik" sangat akrab ditelinga kita, itu semua (mungkin) benar terjadi atau mungkin hanya sebuah peribahasa saja.

Terlepas dari apakah benar tidaknya perlakuan seorang ibu pada anak tirinya, sebagai manusia utuh yang mempunyai akal dan pikiran, seorang ibu tentunya berpikir seribu kali untuk berbuat sesuatu pada anak tirinya. Sehingga rasa "kemanusiaan" haruslah menjadi benteng terdepan dalam bertindak apapun.

Sebagian besar ibu (yang mempunyai anak tiri) berpendapat bahwa ketika mereka menyayangi anak tiri mereka sebagaimana mestinya sebagai seorang ibu tiri yang baik maka dia pasti akan mendapatkan sebuah penghargaan yang tak ternilai dari suaminya. Karena Berbagai kemungkinan sudah dibayangkan sebelumnya ketika kita bersedia menikah dengan pria yang sudah memiliki anak. Walaupun memang sebagian besar wanita tak akan menghendaki kehadiran seorang anak tiri dalam kehidupan rumahtangga mereka, namun karena sesuatu dan berbagai hal, kemungkinan menjadi seorang ibu tiri dapat menimpa siapapun. Tapi kalau sebaliknya apabila seorang ibu yang membenci dan menelantarkan anak tirinya maka dengan sendirinya suami yang notabene bapak asli dari anak tersebut akan merasakan kekecewaan yang sangat dalam bahkan tak jarang keharmonisan rumahtangga pun menjadi terganggu.

Akhirnya komunikasi dan kesadaranlah yang harus dimiliki oleh seorang ibu tiri. Gunakanlah akal, hati dan pikiran sehat untuk menyayangi dan memperlakukan seorang anak manusia, walaupun bukan terlahir dari rahim sendiri. Menjadi ibu tiri yang baik, rumahtangga pun menjadi harmonis, "nada-nada sumbang" tentang ibu tiri pun akan hilang dengan sendirinya, bahkan tak mustahil Surga pun Berada Dibawah Telapak Kaki Ibu Tiri...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun