Mohon tunggu...
Sulaeman
Sulaeman Mohon Tunggu... Seniman - Natural

Pengelana, lahir di desa. Menetap di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Daeng Dokel “Dongeng di Tengah Himpitan Jejaring Sosial”

7 Februari 2014   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:03 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi – pagi lonceng sekolah dasar negeri di pinggir kota Makassar berdentang tiga kali, mengisyaratkan anak-anak untuk bergegas menuju kelas masing-masing. Pelajaran hari ini agak istimewa terutama untuk kelas satu hingga kelas tiga mereka akan belajar “Mulok” istilah untuk muatan lokal apresiasi budaya secara bersama-sama. Tamu hari ini yang akan diundang oleh sekolah adalah Daeng Alle, seorang pendongeng berdarah Bugis Makassar.

Meskipun mereka sekolah di pinggir kota Makassar, namun jangan heran kalau disaat istirahat sudah terbiasa dengan kesibukan jajan sambil pencet-pencet hape. Beberapa anak kelihatan sibuk dengan kotak kecil yang seakan-akan bernyawa, dapat menemani keseharian mereka disekolah sekedar bermain, bercanda hingga berdendang. Peralatan kotak kecil itu yang mereka istilahkan hape, kadang ada yang langsung menyebut kepunyawaan kawannya dengan bebe.

Kring-kring, bel sepeda kumbang Daeng Ngalle terdengar di halaman sekolah yang berarti Daeng Dokel sapaan khas Daeng Ngalle yang sudah siap dengan ceritanya, sekaligus pertanda pertunjukan akan dimulai pagi ini. Anak-anak yang telah diberi arahan oleh guru kelasnya, duduk beriringan membentuk setengah lingkaran digelaran tikar yang sudah ada. Daeng Dokel begitu menyatu dengan anak-anak, apalagi ketika daeng Dokel membawakan ceritanya. Kebanyakan anak-anak sangat senang dan bahagia sekali,  tertawa dengan lepas hingga terpingkal-pingkal manakala cerita yang dibawakan begitu lucu ditelinga anak-anak. Di waktu lain begitu hening ketika Daeng Dokel menceritakan tentang keheningan hutan belantara yang dihuni oleh binatang buas dan menyeramkan tapi hatinya baik. Rupanya pesan yang ingin disampaikan hari itu adalah janganlah kita menilai seseorang dari buruk rupanya seseorang, tetapi nilailah dari budi pekertinya, nilailah dari apa yang telah dia ajarkan mengenai hal-hal baik kepada anak-anak misalnya untuk sabar dan tabah meskipun mendapat cercaan.

Pada kondisi sekarang, anak-anak sudah sangat sulit mendapatkan kebersamaan dalam dekapan keluarga apalagi mendengarkan dongeng dari keluarga, sekalipun karena kesibukan para orang tua. Sudah menjadi hal yang lumrah banyak anak-anak hanya bisa mengenal dongeng dengan kunjungan seperti yang dilakukan oleh Daeng Dokel. Walaupun tidak menutup kemungkinan di sekolah-sekolah masih ada beberapa guru yang mampu membawakan cerita dongeng dengan baik, itupun dapat dihitung jari. Selain itu anak-anak juga butuh suasana lain dalam menerima proses pembelajaran, misalnya seperti apa yang dilakukan oleh Daeng Dokel. Mengajak anak-anak lesehan dengan santai di depan kelas di tengah lapangan sekolah yang rindang, dimana tempat ini memang wilayah kekuasaan anak-anak dalam kesehariannya bermain kejar-kejaran atau apapun tentang permainan yang mereka lakukan dan sudah begitu menyatu.

Anak-anak disekitar kita, terutama di kota-kota sudah lebih betah berlama-lama dengan gadged pemberian orang tua tentu, dengan maksud untuk menyenangkan sang anak. Hingga tidak mengherankan jika jejaring sosial adalah teman terdekat mereka, dikala membutuhkan teman. Namun jauh dari kontrol dan peran keluarga didalamnya terutama nilai akan pentingnya rasa kebersamaan, rasa aman bagi anak-anak. Semoga impian anak-anak untuk selalu bersama dalam dekapan kasih sayang orang tua bukanlah dongeng semata, tetapi harapan yang nyata sebagaimana yang kita harapkan.

Tulisan sekedar penyambung rasa... bersama anak-anak di sekitar kita... safe the childrens, safe IT for childrens, care for childrens.*

dedeleman@gmail.com

Makassar, 8 Februari 2014


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun