Max Verstappen berhasil mengamankan Gelar Juara Dunia keduanya dengan 4 Race tersisa di Gp Jepang  minggu kemarin. Dibandingkan dengan Gelar pertamanya, pertarungan sengit dengan Lewis Hamilton sampai detik akhir di lap terakhir, musim ini Max menang dengan mudah dan mendominasi grid f1.Â
Max mengawali musim dengan 2 dnf di 3 race pertama, menjerumuskannyake posisi 6 kelasemen. Walaupun memenangkan race ke 2 di Arab saudi, Max tertinggal 46 poin dari pemimpin klasemen Charles Leclerc. Melihat pembuka musim yang tidak meyakinkan dan Ferrari yang jauh memimpin barisan, RedBull dan Max butuh keajaiban untuk mengejar ketertinggalan. Setelah habis-habisan lawan Hamilton musim lalu, max vs Leclerc diharap akan jadi tontonan sengit musim ini.Â
Tapi Musim 2022 malah menjadi musim dominasi Max. Walaupun Ferrari dinilai lebih unggul di awal musim, Redbull dengan cepat membayar ketertinggalannya. Selain DNF dan strategy blunder Ferarri, mobil rancangan Adrian Newy ini semakin sini semakin cepat mengejar kekalahan poin Redbull. Â Setelah GP Australia Max memenangi 11 dari 15 Race dan hanya 2 kali finnish di luar podium sebab kerusakan mobil di inggris dan masalah bahan bakar di kualifikasi GP singapura.
Menuju Perfection
Tahun ini Max terlihat lebih relax dan dapat menyempurnakan Race Craft. Tidak seperti musim sebelumnya, Max sudah tidak lagi memaksakan overtake dan bersabar menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. Dibuktikan dari 3 kemenangnya di sebelum dan setelah libur musim panas, Max bisa menang dari posisi 10 di Hungaria, 14 di Belgia dan 7 di Italia.
Kemenangan ini cukup mengagumkan, Mengingat dari 1075 race yang F1 gelar, hanya 82 race dimenangi pembalap yang memulai dari posisi 7 kebawah. Max dengan mudah melakukannya 3 kali berturut-turut di musim ini.Â
Dominasi ini tentu bisa diraih karena mobil Redbull yang jauh unggul dari mobil lainnya. Hal ini membuat max bisa meng overpower mobil lain di lintasan lurus dengan DRS. Paket mobil yang cepat tentu menjadi alasan, tapi melihat max hanya menang 4 kali dari posisi pole dan rekan timnya sulit mengejar di mobil yang sama, membuat performa yang dihasilkan max jauh dari kata normal.Â
Walau demikian Perez sempat menyeimbangi max di awal musim, tapi seiring familiarnya tim dengan mobil 2022 dan upgrade yang dibawa, mobil Redbull jadi lebih cocok dengan gaya balap Max.
Max yang lebih menyukai mobil yang lebih oversteer, membuat ban belakang lebih licin dari ban depan. Karakteristik mobil ini mampu masuk belokan lebih cepat tapi butuh kontrol lebih saat keluar dari tikungan sebab sedikit grip di ban belakang membuat mobil gampang spin saat akselerasi di tikungan. Karakteristik mobil seperti ini sulit diadaptasi pembalap lainnya. lihat saja Pierre Gasly dan Alex Albon berkilau di Toro Rosso/Alpha tauri tapi terkubur di Redbull.Â
Namun begitu, berkat pengalamannya Perez bisa sedikit menjinakkan mobil banteng merah ini. Apa ini berarti Redbull tidak peduli pembalap no.2 nya? Well secara umumnya karakteristik mobil seperti ini lebih cepat dari gaya mobil lainnya, dengan effek samping agak sulit dikendalikan. sehingga jadi plus-plus bagi Redbull mobil cepat dan sesuai dengan pembalap utamanya.Â
Apalagi adanya peraturan pembatasan anggaran menjadikan Redbull harus pilih-pilih aspek mobil mana yang harus dikembangkan dan memaksimalkan kecepatan.Â
The Best and The Rest
Adaptasi ujung-ujungnya jadi pembeda pembalap papan atas dan biasa. Saat yang lain kesulitan mereka atas mampu bersinar. Max bisa beradaptasi dan memaksimalkan kemampuan mobilnya, tidak hanya kecepatan 1 lap tapi selama 50-70 lap balapan berlangsung. Cepat, agresif, tanpa boros ban.Â
Bukan hanya pandai menjinakkan banteng merahnya, Max juga pandai beradaptasi di sirkuit dan kondisi-kondisi unik setiap lintasannya. Bahkan di awal karir F1nya Max seperti sudah menjadi master kondisi hujan, seperti di GP Malaysia 2015 race keduanya max berhasil kualifikasi di posisi 6 bersama Toro rosso, walau ditengah hujan badai, Â Dan akhirnya berhasil mencetak point pertamanya di posisi 7.Â
Selain itu GP Brazil 2016 di cuaca hujan deras bisa melakukan overtake dan manufer yang mengagumkan, saat yang lain kesusahan di lintasan Max bisa sat sit set menyalip mobil seenaknya.
Semua pembalap F1 pastinya bisa nyeimbangi performa max di saat-saat tertentu jika mobil mereka memumpuni. Tapi konsistensi mengendarai di ujung performa di setiap race yang membedakan pembalap seperti Hamilton, Schumacher dan Max dari pembalap lainnya.
Dengan 2 gelar juara dan 32 Race win di umur 25 tahun, sudah tidak diragukan lagi karir Max bisa dipenuhi lebih banyak piala dan podium kedepannya, tentunya bila Redbull bisa menyajikan mobil yang setara dengan talentanya. Mengamankan kejuaraan di tengah musim akan membantu Max lebih santai, keluar dari tekanan dan mempersiapkan diri untuk musim 2023 tutur MIka Hikenen juara dunia f1 98 & 99 di F1 podcast beberapa minggu silam.Â
Tapi santai versi Verstappen sepertinya akan meraih lebih banyak lagi Race win dan podium. Sifat ambisi menuju kesuksesan yang menjadi kunci mendominasinya Verstappen di musim 2022. Termasuk hilangnya penghalang Lewis Hamilton akibat keterbatasan mobil Mercedes membuat alur dominasi Verstappen semakin deras.Â
Ujung ujungnya pembalap papan atas sering menjadikan performa luar biasa terlihat biasa saja. Seakan menyembunyikan kemampuan sebenarnya. Karena pada akhirnya kalau jadi juara itu gampang dengan mobil yang tokcer semua pembalap bakal jadi juara tapi kenyataannya kebanyakan akan tertinggal di belakang dan hanya sedikit yang mampu maju ke depan.
RA94
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI