Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tidak Perlu Jadi Orang yang Pintar, Tapi Jadilah Orang yang Tekun

28 Juli 2018   10:26 Diperbarui: 28 Juli 2018   11:09 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk berhasil dalam kehidupan, anda tidak perlu menjadi orang pintar, cukuplah jadi orang yang tekun.

Inilah intisari kalimat yang saya dapatkan dari pertemuan dengan sosok yang menginspirasi saya sejak lama, yaitu Bapak Suman Situmeang.

Dikalangan perbankan, khususnya di BCA nama beliau sudah tidak asing, beliau adalah figur seseorang yang memiliki determinasi yang kuat, kisah beliau yang merangkak dari bawah, dari Office Boy di BCA hingga menjadi Kepala Biro Export Import BCA Surabaya membuat banyak orang terinspirasi. Beliau membuktikan bahwa nasib bisa berubah, bahwa bukan dari mana kita memulai tapi bagaimana kita sampai digaris finish adalah yang terpenting.

Ada banyak pertanyaan yang hadir dikepala ini ketika mendapat kesempatan bertemu langsung dengan beliau. Saya merasa latar belakang masa lalu beliau tidak jauh berbeda dengan saya. Lahir dari keluarga yang sederhana, dibesarkan dilingkungan yang serba kekurangan. Tetapi beliau mampu mendobrak semua batasan diri itu, beliau mampu menapaki kesuksesan dan merubah derajat kehidupan. Apa sih yang dilakukan..

"Saya sudah bosan jadi orang miskin, tidak enak rasanya hidup serba susah, karena dilingkungan sosial jika terjadi sesuatu, semua mata memandang ke kami" ucap Pak Suman ketika saya tanya apa yang membuat bapak memiliki determinasi yang kuat.

Upaya untuk keluar dari lingkaran kesulitan hidup tidak mudah, tidak se-instan kisah yang kita dengar ketika beliau sharing di kelas. Jatuh bangun dilalui, sindiran teman-teman, dan bahkan dianggap "aneh" beliau nikmati semua.

Damnn..  Saya merasa tertampar, ucapan beliau seperti mencubit dan menyadarkan saya bahwa kondisi saya jauh lebih baik dari beliau ketika beliau bergelut dengan keterbatasan.

Dorongan ingin merubah nasib ini membuat Pak Suman terlatih berpikir sistematis. Cara berpikir yang unik untuk ukuran anak kampung. 

Ketika kesempatan datang untuk bekerja di BCA sebagai Office Boy, tanpa pikir panjang beliau ambil. Konsep sistematis ini beliau terapkan, ketika melakukan pekerjaan 'A', beliau sudah memikirkan pekerjaan 'B', 'C', 'D', apa dampaknya dan seterusnya, sehingga beliau mampu melakukan pekerjaan dengan efektif.

"Ketika harus mengirimkan dokumen ke lantai-lantai, kami (Office Boy) tidak boleh pakai lift, jadi saya berpikir bagaimana bisa menjaga energi saya. Saya usahakan selesaikan dulu lantai tertinggi, karena setelah dilantai atas energi yang dibutuhkan untuk turun tangga ke lantai bawah lebih sedikit" - Sebuah konsep pemikiran yang sederhana tetapi sangat jenius.

"Anak kampung dari Tapanuli" ini memiliki pola pikir yang berbeda, ketika ditanya apa yang membuat bapak memilih Export Import, padahal pekerjaan itu bukan pekerjaan favorit para bankers saat itu? Mengapa tidak memilih sebagai staff bank yang diback office saja?

"Justru karena tidak ada yang minat maka saya niatkan nyemplung disitu, dengan sedikitnya orang di export import maka kesempatan untuk naik semakin besar".

Whattt.. sekali lagi kalimat ini mencubit saya, pemikiran yang simple, beliau melihat hambatan sebagai peluang.

Setelah beliau tetapkan tujuan ke Export Import, beliau mulai mendesign Grandmaster Strategy, apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Beliau mempersiapkan diri, ditengah keterbatasan sebagai OB, beliau mengambil kursus Bahasa inggris, mulai merubah bacaan dari 'Pos Kota' menjadi 'The Jakarta Post' dan menanamkan mental positif.

Tidak sedikit yang mencibir, bahkan menjauhi beliau atas usaha beliau, bahkan dianggap sombong karena mulai membatasi pergaulan dengan sesama OB, beliau menantang diri untuk diskusi dengan orang yang lebih pandai. Proses demi proses ia jalani sampai ada kesempatan untuk kuliah.

Ketika Bapak sudah mempersiapkan diri dan yakin akan keputusan Bapak, apakah kesempatan itu langsung datang?

"Oh tidak, kesempatan di export import tidak serta merta ada, saya harus bersabar menunggu hingga 3 tahun, jadi selama 3 tahun itu banyak orang yang menertawakan, dan bahkan berusaha menghancurkan mental saya, tapi saya tetap tekun, saya tahu kereta (kesempatan) itu akan datang suatu hari"

Wooww.. semakin terenyuh mendengar ucapan beliau, sering kita merasa "gagal" ketika kesempatan yang kita tunggu tidak juga datang. Seolah kita menyesali dengan apa yang kita lakukan. Tapi tidak bagi Suman, jika pun tidak ada kesempatan, beliau merasa sudah memiliki value atas apa yang ia lakukan.

"Tugas kita hanya mempersiapkan diri, tekun kepada jalur yang kita yakini membawa kita kepada kesuksesan. Gambaran diri yang tekun inilah yang akan menarik kesempatan datang".

Kini beliau telah hampir 30 tahun di bidang export import, beliau kini dipercaya menjadi Wakil Kepala Divisi Export Import BCA, mensupervisi nasional bukan hanya Surabaya. Dan beliau terus mempersiapkan diri karena beliau yakin masih ada kereta yang akan lewat.

Terima kasih Pak Suman, pengalaman Bapak bukan hanya menguatkan saya untuk memiliki ketekunan, tapi juga mendorong saya untuk menjadi "Suman" selanjutnya.

Salam hormat saya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun